STW.1

32 24 2
                                    

Suara ledakan terdengar begitu nyaring di telingaku. Buru-buru aku melihat ke jendela. Terlihat jelas kepulan asap muncul dari sebuah gedung yang hampir hancur. Mataku membeliak saat mengenali gedung itu.

"Telah terjadi ledakan besar dalam gedung pusat penelitian. Saat ini, para polisi dan pemadam kebakaran sedang mencoba mengevakuasi para ilmuwan. Di duga ledakan ini terjadi karena kegagalan dalam eksperimen baru."

Kakiku lemas saat mendengar berita dari televisi. Aku benar-benar merasa sesak. Tanpa pikir panjang, aku bergegas menuju gedung itu.

Aku terus berlari menuju gedung itu. Aku terus berharap bahwa kedua orangtuaku baik-baik saja. Mau bagaimanapun mereka ikut terlibat dalam eksperimen kali ini.

Aku sudah sampai di depan gedung pusat penelitian dengan napas terengah-engah. Mataku mulai menjelajah mencari keberadaan orangtuaku. Namun, tidak ada! Aku hanya melihat Bibi Mira yang sedang diangkut oleh tenaga medis menuju mobil ambulans. Dengan cepat aku berlari mendekatinya.

"Bibi Mira! Apa yang terjadi? Di mana Ibu?!" tanyaku menggebu-gebu.

Bibi Mira menatapku dengan tatapan sedih. Dia tidak menjawabku! Aku mengalihkan tatapan dan mencoba bertanya lagi pada Paman Sam.

"Di mana Ayah?" tanyaku sambil berharap Paman Sam akan memberitahuku.

"Di mana kedua orangtuaku?!" Teriaku frustrasi.

Paman Sam menggeleng lemah. "Olive... mereka menghilang."

Aku menutup mulutku tak percaya. Apa maksudnya menghilang?! Mataku mulai memanas, aku sudah tak kuasa menahan isak tangisku. Paman Sam mendekat lalu memelukku erat. Dia mencoba menenangkanku.

"Olivia... sebelum orangtuamu menghilang, mereka menitipkan liontin ini untukmu. Katanya, ini akan sangat berguna untukmu," ucap Bibi Mira sambil menyodorkan sebuah liontin berwarna perak.

Aku menerimanya sambil terus menangis. Bibi Mira yang masih terbaring lemah pun memelukku.

"Maafkan aku tidak bisa melindungi orangtuamu, Olive," ucap Bibi Mira sambil ikut menangis.

Setelah mengobrol dengan Bibi Mira dan Paman Sam, aku kembali bergegas pulang dengan perasaan yang kacau. Namun, suasana semakin keruh saat seseorang di sebrang sana berteriak sambil menunjuk ke sebelah barat dengan ketakutan. Aku mencoba menoleh dan aku pun tertegun. Aku menatap makhluk raksasa itu tak percaya!

Bagaimana bisa makhluk purba ada di sini?!

Aku mundur perlahan saat mendengar auman dari makhluk itu. Itu t-rex!

T-rex itu hilang kendali, dia mulai menghancurkan kota dan mengejar masyarakat. Belum sempat t-rex dibasmi, muncul makhluk purba lain. Setiap sepuluh menit sekali mereka bertambah banyak dengan jenis yang beragam pula.

Suara sirine pun mulai bergema di seluruh penjuru negeri. Mengisyaratkan para masyarakat untuk segera masuk ke dalam benteng pelindung raksasa.

Aku juga ikut bergegas ke sana. Namun naas, kakiku terhimpit oleh bangunan beton yang nyaris menimpa seluruh tubuhku.

Salah satu makhluk raksasa itu mulai mendekatiku. Setahuku itu komodo, tapi ukurannya sepuluh kali lipat dari komodo biasa.

Aku tak bisa bergerak sama sekali. Aku sudah mulai pasrah akan diterkam oleh komodo itu. 

Save The WorldWhere stories live. Discover now