"Iiiish... dia baik sekali padamu, coba aku yang sakit. Pasti kena marah dan tetap disuruh bekerja ber___" bisik Renganis.

"Kau bicara apa Rengganis?" tanyaku tanpa menengok ke belakang, saat mendengar bisikannya yang terbawa angin.

"Ma__maaf Gusti Pangeran, hamba tidak berbicara... Heem... Hamba hanya bersin – bersin, mungkin hamba juga ikut sakit, Gusti Pangeran," jawabnya tak masuk akal.

Mendengus mendengar jawaban pelayan anehku itu. Rengganis adalah pelayan baru pengganti Padmini. Entah berkah atau musibah mendapatkan dia sebagai pelayan. Aku merasa segala yang ada pada dirinya itu 'salah'.

Wajahnya salah, karena rasanya dia terlalu cantik untuk ukuran seorang budak. Apalagi jika dilihat, dia memiliki kulit yang anehnya mirip kulit wanita bangsawan sekelas Praya, bersih, putih dan mulus. Padahal katanya dia tinggal di dusun, para pelayan wanita di istana saja kalah jauh. Apa dia bangsawan yang menyamar ? Aku memang curiga padanya sejak awal bertemu. Apa dia juga dikirim seseorang untuk mencelakaiku lagi ?

Tapi setelah diselidiki tidak ada yang aneh, apalagi Guru sendiri yang memastikan dia sebagai budak bawaannya. Pada akhirnya aku pikir dia seperti berada di tempat dan waktu yang salah. Selain itu dia selalu melakukan kesalahan – kesalahan dalam setiap pekerjaannya, entah sengaja atau tidak. Maka bagiku dia adalah sebuah 'kesalahan'.

Berjalan memasuki pendopo istana dengan tenang, beberapa prajurit memberi jalan agar aku bisa masuk. Penjagaan di sini memang sangat ketat. Hanya orang – orang tertentu yang dapat mendekati Raja. Mendengar juru jaga mengumumkan kedatanganku pada Baginda Raja, aku mempercepat langkahku. Namun saat memandang ke arah meja makan besar itu, langkahku tercekat. Sial... aku salah waktu.

Rasanya ingin berbalik arah, tetapi akal sehatku masih bekerja dan aku bukan seorang pengecut. Melangkah mendekati mereka yang juga terhenti kegiatan makannya karena kedatanganku. Membungkukkan badan dan menangkupkan kedua tangan sebagai tanda hormat "Maaf Ayahanda, Ananda berkunjung tiba - tiba," ucapku basa basi sambil menahan agar tidak mendengus di waktu bersamaan.

"Ah... kejutan yang menyenangkan. Jarang sekali Ananda datang berkunjung. Apa karena sudah besar, Ananda tidak membutuhkan Ayahanda lagi? Ayo cepat duduk. Makan beramai – ramai itu menyenangkan, benar tidak Praya?" tanya Ken Arok sambil tersenyum lebar.

"Be__benar Baginda Raja," jawab Praya sambil melirik takut – takut padaku.

"Jika aku tahu kalau Kanda juga akan datang ke sini, aku pasti akan menunggu Kanda," timpal Pangeran Tohjaya.

Mendudukan diri di sebelah Pangeran Tohjaya "Begitu?" Balasku lalu membiarkan seorang pelayan menaruh piring di hadapanku. Aku menggeleng saat dia akan mengambilkan nasi untukku "Aku ingin makan ini saja!" lanjutku sambil mengambil jagung yang berlumur kelapa yang diserut. Aku ingat, ini makanan kesukaan Bunda. Pelayan itupun mundur, memberi hormat dan kembali ke tempatnya.

"Ayahanda kesepian, untung ada Praya dan Tohjaya yang sering menemani Ayahanda, apalagi saat Bunda kalian tidak berada di istana utama."

"Bagus sekali jika begitu, Ayahanda," ucapku basa - basi

"Kanda mau coba makanan ini, bukannya Kanda menyukai makanan yang manis?" Praya mendekatkan piring besar berisi olahan singkong dengan gula merah cair ke arahku.

"Iya benar, dulu aku suka yang manis – manis, tetapi sekarang tidak lagi," jawabku tanpa memandangnya walau aku melihat tangannya bergetar saat meletakan piring ke tempatnya semula.

"Tidak baik menolak tawaran dari wanita cantik, Anusapati," tcap Ken Arok sambil tersenyum yang malah mirip seringaian.

Tersenyum membalas senyum itu. Ya ... mari kita tetap bermain peran sebagai anak dan ayah baik di hadapan orang lain. Jika dilihat dari sudut pandang orang lain, akulah yang nampak sebagai anak durhaka kan? Tapi memang dia akan memperlakukan aku berbeda saat ada orang dan saat tidak ada orang lain.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя