"Masalah rumah 'kan sudah ada bagiannya." Ujar Mas Raksa lagi.

"Iya Mas, tapi nggak ada salahnya kita tetap saving money buat kebutuhan. Sekali jalan ke Puncak juga ngeluarin banyak biaya. Bhre diajak ke taman gini aja seneng lihat orang banyak."

Mas Raksa langsung mengangguk tak lama kemudian. "Benar, makasih ya sudah jadi Menteri Keuangan mas yang cerdas." Ujar Mas Raksa seraya tersenyum dan mengusap kepala putra kami yang nampak sibuk dengan dotnya.

Aku terkekeh pelan, "iya sama-sama Menteri Pertahananku. Sudah seharusnya begitu. Mungkin nanti kalau ada kesempatan kita bisa ke Malang aja, ke rumah Mbak Hira. Kayaknya Shima seneng banget sama abangnya ini." Usulku.

Daripada sering mengeluarkan uang untuk pergi ke tempat-tempat sekitar Jakarta, mending suatu hari nanti bisa ke Malang untuk bertemu dengan keponakan cantikku, Shima. Dua bulan yang lalu, Shima sempat ke Jakarta dan bocah itu nampak senang dan cocok bermain dengan Bhre. 

"Yah, mam." Ucap Bhre sambil melepas dotnya. Putraku itu lalu mengambil apel dan menyerahkan kepada ayahnya. Mas Raksa langsung menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
Lanta putraku itu mengajak ayahnya kembali untuk bermain. Sebuah komunitas reptil sedang mengadakan pameran tak jauh dari tempat kami menggelar kain yang biasa digunakan untuk piknik keluarga.

Bhre nampak penasaran dengan reptil di sana. Putraku itu bahkan tertarik untuk memegang ular piton. Mas Raksa lantas mendekatkan dengan pengawasannya juga.

Setelah puas bermain bersama komunitas reptil, nampaknya putraku itu sudah mulai bosan dan rewel. Segera Mas Raksa memberikannya kepadaku.

"Pulang saja yuk Mas. Bhre udah rewel banget." Ucapku dan Mas Raksa langsung mengangguk, lalu membereskan barang-barang piknik kami dan segera kembali ke asrama. Sekarang sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sudah 2 jam kami berada di sana dan aku rasa sudah cukup untuk bermainnya.

Benar, ketika perjalanan pulang, Bhre tertidur setelah aku beri ASI. Total 2  botol sudah habis selama kami pergi. Bhre adalah turunan Mas Raksa yang sangat doyan makan. Aku saja kelimpungan memberikan dia ASI sehingga ketika malam aku bantu dengan susu formula. Sebuah pengalaman yang sangat berharga bagiku. Menjadi ibu yang rasanya bercampur aduk. Kebiasaan begadangku kini kembali terpakai.

Kembali kami terjebak macet. Jakarta memang luar biasa dan sangat membosankan ketika terjebak macet. Kadang juga putraku ini rewel ketika kami pergi dan terjebak macet. Untung saja Bhre sedang lelap tertidur dengan ekspresi lucunya yang menggemaskan.

"Kalau kamu ngantuk, tidur aja. Nanti kalau sudah sampai, mas bangunin." Ucap Mas Raksa memecah keheningan di antara kami. Memang semenjak masuk ke dalam mobil hingga terjebak macet ini, kami tak berbicara apapun.

"Belum ngantuk Mas." Jawabku. Aku memang belum merasa ngantuk walaupun aku kerap kali bangun di tengah malam dan begadang hingga subuh.

"Tapi kamu capek pasti. Harus ngurus Bhre juga." Aku tersenyum. Tak terbesit sedikitpun rasa menyesal untuk menjadi ibu dan wanita karir walaupun waktuku tersita banyak. Namun pernah terbesit pemikiran tentang membandingkan perempuan seusia ku yang masih bekerja dan bisa menikmati waktunya untuk pergi ke banyak tempat dan menikmati waktunya. Tetapi hal itu segera ku tepis. Menikah dan mengandung adalah pilihanku. Sudah pula aku pikirkan matang-matang untuk membina rumah tangga dengan laki-laki yang kucintai dan sayangi ini. Jadi jika ditanya apakah aku menyesal maka aku bilang tidak. Tak ada yang aku sesali walaupun omongan miring mengenai diriku berhembus kencang. Biarlah, aku pun tak peduli.

Orang yang memandang rumah tangga ku adem ayem pun tak sepenuhnya benar. Mas Raksa yang sangat perhatian dan mendapat julukan bapak idaman di kalangan anggota itu juga tak sepenuhnya sempurna. Kami terkadang berbeda pola dalam mengasuh anak. Mas Raksa yang keras kepalanya kumat, kadang mendidik anak dengan cara militan yang kurang aku sukai. Sedangkan aku mendidik anak dengan cara heart to heart antara ibu dan anak pun kadang ditentang oleh suamiku. Aku memang bukan psikolog namun aku berusaha mendidik anak dengan cara yang bisa membentuk karakter baik anak. Disitu pula tantangannya. Aku dan Mas Raksa harus bisa menyelaraskan perbedaan di antara kami walau banyak sekali perdebatan yang muncul.

DersikWhere stories live. Discover now