3.12 Vernon

Mulai dari awal
                                    

"Itu tadi gue garemin lagi, biar gak ada setannya." Korslet otak Sofia, beneran rusak kepalanya. "Kak Dino, Ver. Lo bisa bujuk dia gak?"

 Lo bisa bujuk dia gak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Stress lo." Telunjuk gue menoyor keningnya kencang, sempet takut lehernya nanti kecengklak. "Dia emang temen gue, tapi gue gak mungkin banget maksa perasaan orang kayak gitu. Sadar diri lo, orang nggak suka yaudah gak usah dipaksa. Kayak yang gak laku aja, bikin malu."

"Tapi gue sukanya sama dia."

"Tapi Dino sukanya sama yang lain. Gimana dong?"

"Huaaaa." Kuping gue ... "Gue gak ikhlas, Ver. Beneran, lahir batin gue gak ikhlas."

"Heh, lo sama dia ibarat manusia naksir setan. Beda alam. Nyadar diri kecuali lo mau jadi Ukhti."

"Mau deh gue asal beneran sama dia."

"Goblok banget idup lo." Gue berdecak miris, "Sebelum gue balik, nih gue kasih tau. Maksain apa yang gak bisa jadi satu itu percuma, sia-sia. Hidup lo masih panjang, jangan berpikiran sempit. Sekolah yang bener, bukan ngurusin perasaan yang cuma berupa gertakan sebentar."

"Emang ... lo udah confirm kalo Dino nggak suka sama gue?"

"100% confirmed. Dia baik ke lo karena lo adik gue aja, yang otomatis jadi adik dia juga. See? Lo nggak spesial, jadi berhenti menganggap dia spesial." Kalau nggak ditampar kenceng kayak gini, cewek kayak Sofia yang masih main-main banget sama perasaan nggak akan bisa sadar. "Gue udah bayar makanannya, ayo balik."

Gue berdiri, kemudian menarik tangannya hingga perempuan itu ikut berdiri juga. Bukannya mengikuti tarikan gue, dia malah diam di tempat lalu tertunduk untuk menyembunyikan tangisannya. Napas gue terbuang kasar, gue nggak malu sama tatapan orang-orang, nggak peduli juga kalau mereka berpikir macam-macam. Yang bikin gue heran, hati gue ikut sakit ketika melihat Sofia menangis sekeras itu.

"Ah, this girl ... " Gue memeluknya, sengaja menenggelamkan wajah perempuan itu di dada gue supaya tangisannya teredam. "Please stop, gue gak suka ya liat lo cengeng gini."

"Sorry, tapi gue beneran suka, Ver, sama Dino."

"Iya, gue tau. Tapi lo juga harus tau, kalo gak semua yang lo suka bisa jadi punya lo juga." Keadaan malah makin parah, nangisnya jadi mirip orang kesurupan. "Udah ya, gue tinggal nih kalo masih gak berhenti. Malu banget, kayak abis ngasih KDRT."

Setelah menghiburnya dengan sedemikian cara, akhirnya Sofia berhenti nangis juga. Cewek yang usianya belum genap dua puluh itu sesenggukan parah, matanya bengkak, mukanya nyeremin banget pokoknya sampe gue ngeri sendiri liat wajah dia. Sesekali gue merayunya, bikin dia ketawa, dan mengantarnya pulang ke kosan sempit yang udah beberapa lama ini ditinggalinya.

Bukannya gak perhatian, tapi Sofia nggak mau gue kasih fasilitas yang berlebihan. Gini-gini juga anaknya gak enakan, malah setahu gue diam-diam dia lagi merintis bisnis dengan cara membuat brand lokal dengan teman kuliahnya. Gue cuma bisa dukung dari belakang, kadang tiap bulan sengaja nambahin uang bulanan supaya modal dia bisa bertambah. Sebisa-bisa lah pokoknya, meski keliatannya cuek banget sama Sofia, lebih dari itu gue tuh amat sangat menyayangi dia.

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang