1.10 Mada

16K 2.7K 1.3K
                                    

Mada

Blangsak boleh, tolol jangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Blangsak boleh, tolol jangan.

Kalimat yang dikatakan Catra saat RSJ sedang mengadakan perlombaan terus terngiang di telinga gue. Blangsak boleh, tolol jangan. Singkat sih, tapi gak tau kenapa gue seolah ditampar sampai-sampai nyaris setiap detik perkataan itu selalu saja datang.

Lagi, setelah sekian lama nggak menyentuh minuman beralkohol, gue kembali menenggaknya hingga habis satu botol. Seusai acara selebrasi atas diterimanya lamaran Pram oleh Ainun, gue langsung meluncur ke bar langganan gue yang ada di daerah Braga. Hangover namanya, sebelahan sama hostel kumuh, rumah makan padang, dan salah satu kafe yang sering gue dan anak-anak Manjiw Squad datengin.

"Udah dong, Da, kalo teler gimana?"

Gue lupa, disini juga ada Gatra. Sekarang udah jam sebelas malem, dan gue masih asik-asikan ngabisin duit demi special hang-o-beer which contains 99% of shit. Tau gak harganya berapa? 350k dan gue udah ngabisin sekitar lima gelasan.

"I'm okay." Gue meyakinkan, padahal kepala gue udah pening ditambah suara band metal yang sekarang membuat gendang telinga gue terasa mau pecah. "Lo balik duluan aja, gue ... abis bar closing pulang kok."

"Naik apa? Jangan ngada-ngada, mana bisa lo nyetir sendiri. Besok lo kerja, Da, ya Tuhan."

"Gampang, bisa diatur, masuk siang juga gak akan ada yang negur." Jawab gue asal.

Laki-laki yang sejak tadi cuma minum soda karena gak bisa minum alkohol itu mengacak rambutnya sendiri. Dibanding gue, Gatra keliatan lebih frustrasi dari siapapun padahal dia cuma nonton doang. Aneh.

"Kesindir lo sama omongan Pram juga Arthur?"

"Ketampar, bukan kesindir." Tolong ya, ketampar sama kesindir itu beda. "Gue ... sadar kalo gue cuma sampah, hahaha, lucu."

"Da," susah payah gue membuka mata supaya bisa melihat wajah Gatra, "Sebelum Arsha, lo udah tidurin siapa aja?"

"Banyak, gak ngitung gue."

Dia mendesah, "Ya terus kalo udah biasa kenapa lo mesti segalau ini sih, Da?"

"Gat," giliran gue yang menyebut namanya, "Lo dari tadi ngomongin Arsha terus, seolah lo ngekhawatirin dia. Lo kenapa? Naksir Arsha? Jangan deh, Gat, udah gue rusak soalnya. Mending lo naksir Kaila aja, anak baik, beda sama Arsha."

"Tanggung jawab kalo gitu." Semabok-maboknya gue sekarang, gue masih bisa mengerti maksud terselubung dari perkataan Gatra. Gue gak salah nebak nih? Gatra naksir Arsha? Kok bisa? "Gue gak bisa liat Arsha ngemis ke lo terus, Da. Semoga lo masih mabok pas denger ini, tapi gue udah lama merhatiin Arsha dan gue pikir ... Arsha bukan perempuan seperti itu. Gue bener kan?"

Samar-samar gue tersenyum, mengambil gelas kelima yang tinggal seteguk itu kemudian menghabiskannya hingga tak meninggalkan sisa. Merasa belum puas, gue menarik botol Corona Extra yang— sialnya udah habis itu dan menuangkan tetes terakhirnya ke mulut gue. Beneran udah kebanyakan mabok kayaknya, bahkan mulut gue udah mati rasa tatkala merebut air mineral yang ada dihadapan Gatra.

TIGA BELAS JIWAWhere stories live. Discover now