"Aku pernah bertanya pada Ayah, bagaimana Ibuku?" bibir Mark mengulas senyum kecil sembari menoleh pada sang adik yang sedang menatapnya, "Dia mengatakan, ketika aku melihat Jaemin aku juga akan bisa melihat Ibu dalam dirinya."



Tidak tahu harus memberi jawaban apa, Jaemin hanya memberikan senyuman dan berpaling. Dari tiga tahun, ia hanya mengingat tak lebih dari satu tahun tentang sang ibu. Senyum, cara berbicara dan lebih memilih diam adalah yang diikutinya.



Mereka sama-sama kehilangan waktu berharga bersama kedua orang tua, hanya sebagian memori yang teringat dan selebihnya dihancurkan oleh kenyataan. Namun, hubungan darah akan selalu menang di atas segalanya. Jika sayang dan cinta menjadi satu, kebencian perlahan akan luntur tak membekas.



"GOOD MORNING PADA ORANG TIDAK BERADAB KECUALI NA JAEMIN SAHABATKU!"


Manik Jaemin mengerjap kala mendengar sebuah teriakan yang tak asing, kepala pemuda Na meneleng ketika melihat Donghyuck masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke dapur ketika Mark berteriak memberitahu.



Pemuda Suh memasuki ruangan dapur sembari membawa dua ransel besar kemudian dilempar ke lantai dengan bibir mengerucut.



"SADAR DIRI, JUNG MINHYUNG! JAM LIMA PAGI MENGIRIM PESAN PADAKU, MENYURUH PULA MENGEMASI BARANG-BARANG! AKU MENGANTUUUK, HYUNG!"


Kedua mata Mark membola sembari menatap putra satu-satunya dari keluarga Suh tersebut, "Aku hanya mengirim pesan, tidak langsung menyuruhmu untuk mengemasinya, Hyuck."


"YA AKU MASIH MENGANTUK! MANA PAHAM?!"


"Salahku?"



Wajah Jaemin mengernyit sembari memijat pelan pelipisnya, tidak menyangka bahwa sang kakak masih bisa menanggapi Donghyuck dengan tenang. Coba saja kalau ada Renjun, dia tidak berurusan bisa terjadi baku hantam.



Dengan wajah kesal, Donghyuck mengambil cangkir kopi si sulung Jung kemudian diminumnya.


"THATS MINE, YOU LITTLE —



— BERISIK! DI SEOUL, KAU DILARANG MENGGUNAKAN BAHASA ITU! INI DAERAH KEKUASAANKU YA!"




Bola mata Jaemin berotasi, ia kembali menyedu kopi yang mulai dingin itu dan mengabaikan dua orang yang sedang beradu mulut dengan dua bahasa.





***




Kegiatan di cafe juga seperti biasa, senyum serta sapaan ramah Jaemin telah kembali dan bahkan semakin membuat orang-orang menyukainya. Sesekali juga mengobrol dengan pengunjung.



Rasa bosan pada kegiatan pasti selalu ada, tetapi Jaemin mengingat tujuan utamanya. Meskipun sudah jelas seorang Jung Jaehyun adalah ayahnya dan kakaknya yang sudah tinggal bersama. Keadaan keluarga mereka juga belum ada kejelasan selama Cho Yujin masih ada.



Maniknya tak lengah menatap pintu masuk cafe, menunggu sahabat-sahabatnya datang. Jaemin juga tidak sabar untuk pulang dan berbelanja bersama sang kakak.



"Jaeminaaa!"



Atensi pemuda Na teralih ketika mendengar namanya dipanggil, sosok Donghyuck berjalan menghampiri dengan wajah lunglai. Tasnya langsung diletakkan di lantai kemudian duduk pada kursi sembari menghela napas panjang.


Sebelum menghampiri sahabatnya, Jaemin membuatkan minuman terlebih dahulu.


"Renjun dan Jeno, tidak ikut?" tanyanya saat sudah sampai di sana.



Odika✓Where stories live. Discover now