Sebelum memasuki kawasan perumahannya, ponsel Jaemin bergetar dari dalam saku celana. Nama Jeno tertera di sana membuat pemuda Na mengerutkan kening.



"Ha —


JAEMIN! KAU DI MANA? SUDAH PULANG?"



Wajahnya mengernyit kala mendengar teriakan dari sang sahabat. Jalanan perumahan sangat sepi, sehingga yang terdengar hanya suara sepatu yang bergesekan dengan aspal.



"Ini sedang jalan kaki masuk perumahan, Jeno. Ada apa? Kenapa teriak-teriak?"


"Aku tahu siapa yang ada di balik mobil tersebut! Aku tadi melihat mobilnya, Jaemin!"



Langkah pemuda Na berhenti seketika mendengar pernyataan Jeno di sana. Degub jantungnya berpacu lebih cepat, jemari Jaemin juga semakin erat memegang ponsel di telinga.



"Aku melihatnya dengan mataku sendiri, warna mobil sama dan nomor plat yang sama! Sial! Sial! Seharusnya aku menahannya, dia sudah pergi tadi!" gerutunya tak henti.



Di sela itu, Jaemin mendengar suara deru mobil  dengan lampu yang menyala dari arah belakang. Tubuhnya tertegun sejenak dengan kaki bergemetar.



"Aku tidak tahu apa maksud dari perbuatannya, Jaemin."



Masih membiarkan sahabatnya berbicara, Jaemin perlahan menoleh ke belakang ketika suara langkah kaki mulai terdengar. Maniknya membulat saat melihat sosok tersebut sudah keluar dengan penampilan pakaian serba hitam, topi senada warnanya ditambah kacamata dan masker yang berhasil menyembunyikan wajahnya.



"Siapa dia, Jeno?" lirihnya.



Bersamaan dengan jawaban Jeno, ia melihat laki-laki tersebut membuka masker begitu juga topinya. Bibirnya mengulas senyum pada Jaemin.



"Mark Hyung?"


Jemari sosok yang lebih tua mengusak pada surai hitamnya, ia terkekeh kemudian kembali memakai topi.



"Ah, Jeno mengacaukan semua rencanaku," ujarnya tenang dengan helaan napas yang dihembuskan.



Panggilan tersebut dimatikan sepihak oleh Jaemin, benda pipih miliknya dipegang tepat pada dada dengan tatapan takut yang dipancarkan.




***



Pada dasarnya, kita tidak bisa hanya menilai dari sikap seseorang yang ditunjukkan. Perkenalan selama bertahun-tahun pun masih bisa hancur karena tingkah masing-masing orang, apalagi bagi mereka yang kenal dalam hitungan harian. Tak ada yang bisa membaca kata hati seseorang, mereka bisa berubah dalam hitungan detik saja.




Tak ada kecurigaan sedikitpun pada sosok baik hati si sulung Seo tersebut, Jaemin masih tidak memahami. Dia takut, tetapi mengapa menurut saat Mark memintanya untuk masuk ke dalam mobil? Bahkan ia tidak tahu dibawa ke mana malam ini.




Jemarinya berkeringat padahal pendingin dalam mobil sudah dinyalakan, Jaemin tak berani menoleh pada Mark yang sedang menyetir. Keduanya sama diam, apa tujuan si sulung Seo yang selalu berhenti di depan rumah hanya menunggu lampu kamarnya dimatikan?



Berapa lama waktu yang mereka tempuh, Jaemin tidak menyadarinya. Tubuh pemuda Na tersentak kala mobil yang dikendarai telah berhenti. Barulah, ia menoleh ke depan di mana suasana taman bermain yang sudah gelap gulita itu menjadi pemandangannya.



Manik Jaemin mengerjap kala Mark memberikan isyarat untuk menyuruhnya keluar. Dengan perasaan gugup dan takut, ia menurutinya. Apalagi ketika melihat pemuda Seo itu duduk di aspal sembari mengamati taman bermain yang sudah tutup tersebut.



Tanpa menunggu disuruh, Jaemin juga ikut duduk di sebelahnya dengan jarak yang tidak terlalu dekat juga.



"Aku tidak menceritakan seluruh fakta tentang sejarah dibangunnya taman bermain ini."



Terdiam, Jaemin hanya mendengarkan.



"Seorang laki-laki yang memiliki impian untuk membuat taman bermain bagi anak-anaknya. Itu berarti lebih dari satu," mulainya yang membuat Jaemin berani menolehkan kepala pada Mark, "Kenapa mereka berpisah? Mari kita katakan bahwa laki-laki itu lemah. Dia kaya? Dia memiliki uang yang begitu banyak? Nope! Kekuasaan takkan bisa membuatnya bangkit, uang tak membuat dirinya lebih kuat. Kelemahan sekaligus kekuatan orang tua ada pada anak-anaknya."





Atensinya kembali pada Jaemin yang masih menatapnya dengan sorot mata penuh dengan pertanyaan. Senyum Mark terukir, ia mengulurkan tangan pada pemuda Na sembari berkata, "Aku berbohong atas perkenalan pertamaku. Nama asliku adalah Jung Minhyung, putra sulung dari Jung Jaehyun dan Na Young Mi, kakak kandungmu."










Padahal sudah dikode Hyuck🙃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal sudah dikode Hyuck🙃

Kedua orang tua Jaemin pernah keluar negeri, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di sana selain mereka dan saya.

😉

Odika✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang