SATU

1K 48 28
                                    

Cewek itu berlari tertatih-tatih. Jahitan di kakinya kembali terbuka. Membuat rasa nyeri kembali menghantui. Darah bercucuran di lantai yang cewek itu pijaki. Luka bekas lemparan belati yang menancap di kakinya, cukup dalam. Luka itu memang suka terbuka. Tadi, saat cewek itu memasuki gerbang sekolah, kakinya yang luka tak sengaja bergesekan dengan besi-besi yang runcing. Namun, cewek itu tak menangis. Dia hanya meringis sedikit.

"Duh ... ruang kepala sekolahnya di mana, ya?" gumamnya.

"Lo  ngapain?"

Cewek itu berhenti saat mendengar suara cowok. Dia berbalik, dan menatap tajam cowok itu. "Ya lari, lah! Mata lo gak berfungsi?" tanya cewek itu.

Cowok itu mengangkat sebelah alisnya. "Santai, dong, gue cuman nanya."

"Ya pertanyaan lo itu gak berfaedah! Maap-maap aja nih, waktu gue itu berharga," kata cewek itu lagi.

"Kalau gak kuat lari, gak usah dipaksain. Mending lo ke UKS aja," ucap cowok tersebut memberikan saran.

Cewek itu langsung melotot. Tatapan tajamnya kini berubah menjadi tatapan ingin membunuh. "Heh! Gue bukan cewek lemah! Enak aja lo ngatain gue cewek lemah."

Cowok itu semakin dibuat bingung dengan tingkah cewek di depannya ini. Salahkah dirinya memberikan saran? "Gue kasih saran, hei. Bukan ngatain lo cewek lemah," jelas cowok itu.

"Bodo amat!" ujar cewek itu lalu kembali berjalan. Ingat, kali ini berjalan, bukan berlari.

Cowok itu mencekal pergelangan tangan cewek tersebut, yang membuat langkahnya terhenti.

"Apa, sih?!" bentak cewek itu.

"Kalau lo gak peduliin kaki lo yang sakit itu. Seenggaknya peduliin lantai koridor yang gak salah apa-apa." Cowok itu menatap intens kedua bola mata berwarna coklat terang milik cewek di depannya.

Cewek itu lantas menunduk, dan melihat lantai koridor yang berserakan darah. Cewek itu tahu, darah itu pasti disebabkan oleh luka yang kurang ajarnya kembali terbuka.

"Ah tau dah, gue bodo amat. Lagian bukan salah gue," ucap cewek itu lalu berniat untuk kembali berjalan. Namun, nihil, pergelangan tangannya masih dicekal oleh cowok tadi.

"Ya salah lo, lah!" gertak cowok itu kesal.

"Ya buk–AAAAA TURUNIN GUE BANGSAT!" Cewek itu berteriak sekencang mungkin saat cowok tersebut menggendongnya dan membawanya ke UKS. Untungnya koridor sepi. Jadi, tak ada yang melihat kejadian tadi.

Cowok tersebut mendudukkan gadis itu di ranjang UKS. Cewek itu menatapnya horor.

"Lo ngapain, sih, pake gendong gue segala? Modus, ya!" tuding cewek itu.

"Gak minat sama modelan kayak lo," balas cowok itu acuh.

"Idih."

"Nama lo siapa?" tanya cowok itu. Sejak tadi, dia memang sudah penasaran dengan nama cewek yang tingkat kesopanannya jauh di atas rata-rata. Namun, belum pas saja waktunya.

"Nama gue? Rena," jawab cewek yang bernama Rena tersebut.

Cowok itu hanya bergumam sebagai balasan.

Rena juga penasaran dengan nama cowok yang memperlakukannya semena-mena. "Kalau nama lo, siapa?"

"Zafran."

"Oh," balas Rena singkat.

Tanpa meminta persetujuan dari Rena, Zafran mengangkat sedikit rok abu-abu milik Rena. Ingat ya, hanya mengangkat sedikit. Lagi pula, Zafran melakukan hal itu karena ingin melihat luka di kaki Rena.

RENAVELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang