24. home

2.5K 386 66
                                    

Dejun berhenti melangkah ketika melihat rumah kecil di ujung jalan itu. Ia memang tidak terlalu mengingat masa lalunya. Namun, kini memorinya muncul lagi ketika berada di tempat ini. Tentang orang tuanya yang terbunuh. Kepalanya berdenyut, terasa pusing, dan jantungnya berdetak kencang. Ia memejamkan mata dan bernapas pelan -mencoba menenangkan dirinya.

Hendery yang sadar bahwa lelaki mungil itu sudah tidak berada di belakang punggungnya pun berlari kembali. Ekspresinya tampak sangat khawatir dan langsung menanyakan keadaannya. Si Xiao hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia baik-baik saja.

"Kita menginap di hotel saja," ucap Hendery.

Ia segera menarik tangan Dejun, membawanya menjauh dari rumah itu. Rasa bersalah pun menghantuinya. Kalau dipikir-pikir, dirinya itu bodoh sekali sudah mengajak Dejun ke mari tanpa mengingat bahwa lelaki itu memiliki trauma. Dan, trauma itu ya ada karena dirinya. Ia tak ingin pria berambut pirang itu tersakiti lagi karena dirinya.

Namun, si Xiao malah menarik kembali tangan si Wong ke arah rumah itu.

"Tidak, tidak- aku ingin lihat rumahku."

Hendery melepaskan genggaman tangan itu dan berkata, "Lupakan rumah itu. Kau tidak akan kuat berada di sana, Dejun. Aku tidak ingin melihatku menangis karena masa lalu itu lagi. Aku tidak ingin kau mengingat hal-hal buruk yang sudah kulakukan."

"Aku? Tidak kuat ke sana?" tanya Dejun sambil tertawa kecil.

Ia kemudian berkata, "Aku bahkan jatuh cinta dengan pembunuh orang tuaku dan lihat- masih baik-baik saja. Menginap di rumah itu satu malam tidak akan membuatku menangis, aku janji. Dan aku tidak ingin ke sama untuk mengenang hal buruk yang kau lakukan, aku sudah memaafkanmu. Yang ingin kulakukan hanya mengingat masa kecilku."

Ia pun mengambil kunci dari saku kemeja yang Hendery kenakan. Kemudian, bergerak menyeret kopernya menuju rumah itu sendiri dengan langkah cepat. Meninggalkan Hendery yang terpaku sepersekian detik. Sebelum akhirnya, pria itu hanya ikut mengekori dari belakang dengan perasaan tidak enakkan.

Rumah itu terlihat sangat gelap di malam hari tanpa ada lampu. Pintu gerbang besi yang memagari rumah itu sudah berkarat. Taman kecil di depannya juga sudah berantakan. Banyak rumput-rumput tinggi menjulang mulai tumbuh. Rumah itu sudah tidak dihuni sekitar setahun karena keluarga sebelumnya takut dengan rumor pembunuhan -yang memang benar begitu sih. Bahkan pintu kayunya berderit jelek ketika dibuka.

Dejun terbatuk sekilas.

Berdebu sekali tempat ini!

Hendery segera berlari ke arahnya dan menepuk punggungnya pelan, "Aku sudah bilang, kita ke hotel saja."

Si Xiao hanya diam kemudian langsung berjalan menelurusi ruang tamu yang terlihat suram itu. Ia mencari saklar dan menyalakan lampu yang ajaibnya masih bisa menyala -mungkin karena Hendery membelinya dan listrik pun kembali dialirkan. Dejun segera membuka jendela, membiarkan udara segar masuk. Ia menarik kain putih yang menutupi furnitur yang ada di sana. Dan lagi-lagi sangat berdebu, sehingga ia terbatuk lagi. Ia pun segera merapikan ruang tamu itu dari segala kotoran dan sarang laba-laba dengan telaten.

Hendery pun ikut membantunya.

Bukan hanya ruang tamu, tapi juga ruang lainnya.

Ketika semuanya beres, Dejun mengelap keringatnya dan mendudukkan dirinya di sofa itu. Ia memejamkan matanya mencoba mengingat masa kecilnya. Namun, lagi-lagi yang muncul tetap adalah bayangan mengerikan itu. Ia hanya ingat bagaimana ia baru saja pulang dari jalan-jalannya dengan lelaki asing bernama Guanheng itu. Ia ingat bagaimana ia menawarkan si pembisnis muda itu makan malam.

Detik itu juga, si vampir itu sungguhan memakan ayah dan ibunya di depan matanya. Xiao Dejun yang baru berusia muda itu tak bisa berbuat apa-apa selain diam daripada meresikokan diri untuk ikut mati. Ia ketakutan melihat ayah dan ibunya bersimbah darah. Kemudian ada si gila dengan rambut hitam kelam dan mata merah yang hanya menatapnya dengan kosong ketika santapan itu selesai.

Lelaki itu pergi — membiarkannya hidup dalam trauma.

Pada akhirnya, lelaki itu kembali lagi di sampingnya dengan nama yang berbeda.

Hendery.

Ia membuka mata dan memilih menjelajahi ruangan lain di rumahnya ini. Kakinya bergerak dengan sendirinya menuju ke ruang makan. Tanpa ia sadari, ia bergumam kepada dirinya sendiri, "Mereka mati di sini."

Dejun memutar badannya dan menatap Hendery.

"Kau membunuh mereka di sini."

"..."

"Dan aku hanya duduk di kursi itu tidak melakukan apapun selain membiarkan mereka mati di tanganmu—"

Si Wong masih bergeming.

"Aku rindu mereka."

Suara Dejun berubah parau. Entah mengapa, ia malah menangis seperti orang lemah. Padahal, tadi ia sudah bertingkah sok kuat dan memaksa Hendery ikut dengannya ke rumah. Namun, pada akhirnya, pertahanannya hancur. Ia mengusap pipinya—mencoba menghapus air mata yang tak kunjung berhenti.

Si pirang itu kemudian berakhir dalam pelukan si rambut hitam.

Hendery pun berbisik, "Kau janji tidak akan menangis tadi."

"Ini bukan menangis, mataku hanya berkeringat."

"Oke, kalau begitu, jangan biarkan matamu berkeringat."

Pelukan dari lelaki bersurai hitam itu memberikannya sedikit rasa tenang. Bahwa, apa yang terjadi dulu sudah berlalu dan sekarang mereka telah di sini sebagai orang yang berbeda. Xiao Dejun yang sudah memiliki rasa berani dan Huang Guanheng yang tidak lagi membunuh untuk darah.

Tangan Hendery melingkar erat di pinggang kecilnya. Napas lelaki juga terdengar stabil, perlahan menyapu lehernya. Dan juga sebuah jilatan. Tunggu, mengapa lelaki itu menjilat lehernya? Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali ditambah dengan taring yang menyentuh kulitnya. Si Xiao perlahan tidak lagi berlinang air mata—melainkan menahan tawa karena geli.

"Hentikan itu!" serunya.

"Kalau aku tidak mau?"

Hendery justru sengaja mengusak kepalanya ke ceruk leher Dejun. Membuat lelaki yang pada dasarnya sangat sensitif itu pun menjerit menahan geli. Ditambah tangan Hendery yang mulai bergerak menggelitik perutnya. Ia pun tertawa terbahak-bahak.

"Ah, berhenti! Geli!"

"Manajer Xiao."

"Hm? Jangan memanggilku begitu. Kau bahkan tidak bekerja sebagai bawahanku lagi."

"Kalau begitu, aku akan kembali menjadi bawahanmu. Aku mencintaimu juga."

Mendengar itu, Dejun langsung melepas pelukannya; "Apa maksudmu?"

"Hanya ingin membalas perkataanmu di taman."

Uh, Dejun terdiam menatap lawan bicaranya dengan tidak percaya. Jantungnya berdetak sangat cepat ketika mata mereka bertemu. Ia bisa gila! Dan si Wong itu langsung menampilkan cengirannya yang tampan ketika melihat si Xiao terpaku begitu. Tentu saja, dirinya tidak tahan dan langsung mencium pipi Hendery dengan gemas.

Dan sebagai balasannya, si dark vampire itu pun menangkup wajahnya dan menyatukan bibir mereka. Ini tidak tiba-tiba seperti ciuman yang pertama itu. Bukan juga ciuman yang penuh nafsu ataupun untuk minum darah. Bukan pula kecupan dengan rindu yang teramat mendalam dan penuh beban seperti di taman.

Ini ciuman penuh cinta.

Singkat, lembut, dan lagi-lagi, Dejun tidak bisa melupakan rasa bibir Hendery yang manis itu.

"Be mine tonight?" tanya Hendery sambil menaikkan satu alisnya.

Bagi Xiao Dejun saat ini, pertanyaan seperti itu tidak butuh jawaban. Ia hanya membalas ciuman itu—

dengan lidah.

END.

✓ Corrupting Me • henxiaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang