[2nd] 2. it's Okay to not be Okay

Zacznij od początku
                                    

Melihat perban yang mengelilingi kepala dan poni pirang terang nya itu membuat Annika berdecih kesal. Memikirkan bagaimana sakitnya kepala nya itu saat ini. Seperti seseorang yang baru saja selesai dioprasi, tidak hanya kepala, tapi bagian tulang belakang nya juga mengalami cedera.

"Ugh..."

"...Ian?"

"Hah...hah...hah...Tidak...kumohon jangan, jangan, tidak..."

"Ian, kau tidak apa, kau kenapa?"

Annika segera mengguncang tubuhnya dengan cepat, menepuk-nepuk pipinya khawatir.

"Ian, Ian! Kau mendengarku?"

Lucian yang masih memejamkan matanya bergerak dengan gelisah dan meracau tidak jelas dalam mimpinya. Beberapa akhir ini ia sudah menduga Lucian sering bermimpi buruk, tapi ia tidak pernah melihat kegelisahan nya yang begitu nyata seperti ini.

"Lucian!"

"Ugh...Tidak, jangan, kumohon..."

"Hei, kau tidak apa! Ian, Ian!"

Kepada Lucian, yang tidak bangun dan menambah rasa kesal didalam diri Annika, wanita itu menyela rambut disamping pipinya dan menghela nafas. Mengangkat tangannya setinggi daun telinga dan...

"Maaf, tapi..."

'aku tidak harus melakukan nya...tapi...'

PLAAK-!

"...gasp!"

Mata merah terbuka lebar disaat bersamaan ketika tangan lembut Annika menyapa pipi kanannya begitu keras, Annika menutup mulut dan berteriak histeris sendiri, sungguh, ia merasa bersalah.

"Ian! Kau bangun? Apa itu sakit? Apa aku terlalu kasar, ya ampun."

Mata merah, yang bergetar tak karuan dengan nafas tersengal-sengal, menatap langit-langit kamar yang sangat familiar dimatanya yang masih buram dan terasa panas, lalu ia menoleh keasal suara yang memanggilnya, rasa kesemutan menyapa pipi kanannya disaat kesadaran mulai terkumpulkan.

"...ya ampun, pipi mu merah, aku pasti terlalu keras, maaf, maaf."

Annika meraih sapu tangan dibalik gaun nya dan segera membasahinya dengan air yang disediakan oleh Sienna beberapa saat lalu. Sambil sesekali meringis ketika melihat rona merah membekas dipipi putihnya.

'hadeuh, tahu begini aku tidak menampar nya tadi>< astaga, pipi nya yang indah ini jadi rusak gara-gara aku!!'

Sambil menyapu pipi nya, lucian menatap raut wajah khawatir Annika yang masih buram dimatanya, ini nyata, bukan mimpi seperti yang selama ini ia rasakan. Hanya mimpi.

Hanya mimpi yang tak akan menjadi nyata.

"A..annika?"

"Ya?"

"Ini Annika?"

"Apa maksudmu? Kau amnesia?"

"An...nika Raihanna?"

Lucian menggapai wajah Annika dengan kedua tangannya yang gemetar, masih dengan pandangan nya yang buram, berharap kedua matanya bisa dengan cepat melihat wajah khawatir Annika, Lucian yang masih memastikan itu mimpi atau tidak, mengabaikan rasa sakit dan basahnya sapu tangan yang menyapu pipinya saat ini.

The Vermilion Primrose [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz