"Terus upacara Pedang Poranya nanti gimana?" tanya Meta. Ia tak tahu pakaian apa yang akan dikenakan oleh Gayatri nanti karena sekarang ini Gayatri memakai baju adat yang sulit digunakan untuk melangkah lebar.

"Lebih simple aja Met. Nggak seribet gue pake beginian. Lagian juga gue masih ada prosesi adat yang harus gue lalui dulu sebelum Pedang Pora." Meta mengangguk di tempatnya. Ia sedikit kaget melihat prosesi pernikahan dengan adat Jawa yang begitu kental dan banyak. Ia bahkan ingin merasakan hal itu sehingga berinisiatif mencari jodoh orang Jawa supaya bisa menikah dengan adat Jawa. Hal ini karena dia keturunan Sunda dan sedikit percampuran Batak Cina.

"Baiklah. Gue nanti mau cari calon mas bojo orang Jawa aja Ya." Ucap Meta yang sudah mulai halu.

Gayatri memutar bola matanya malas, "kebiasaan!" Meta hanya tertawa. Sementara itu, tiba-tiba ruangan yang Gayatri pakai untuk make up dibuka oleh dua makhluk yang sudah ribet mengenakan kebaya modern yang sama dengan Meta.

"MasyaAllah cantiknya anak ini." Ucap Karin yang langsung menatap Gayatri. Sedangkan Disna menatap Gayatri lamat-lamat.

"Gila! Kekuatan make up luar biasa emang." Ucap Disna kemudian.

"Pengantin bisa cantik dan mangklingi itu karena bentuk wajah dan orangnya Mbak. Nggak selamanya make up bisa menolong. Kebetulan Mbak Gayari punya wajah yang tambah cantik kalau di make up. Jadinya saya cuma merias seperti biasanya." Jelas Mbak Ria.

Disna mengiyakan, "betul tuh. Apalagi kalau bentuk wajahnya mendukung, siap-siap aja cantik kalau di make up."

Disna dan Karin memang sengaja datang ke acara pernikahan Gayatri. Karin dan Disna memilih cuti. Disna sudah bertugas kembali di Polres Bekasi. Gadis itu sudah selesai misi khususnya di Sulawesi.

Lalu mereka terlibat obrolan ringan sambil menunggu acara dimulai. Acara ijab qabul di laksanakan di aula yang sekalian untuk acara resepsi nantinya. Mereka sengaja menyewa gedung karena banyaknya saudara yang datang dan relasi dari Raksa dan Gayatri sendiri.

Kemudian mama Kencana datang ke ruangan Gayatri. Perempuan itu mengenakan kebaya Jawa yang terlihat sangat cantik. Mama Kencana tetap cantik diusia yang semakin senja itu.

"Gimana? Sudah siap belum?" Gayatri tersenyum, "insyaAllah Mah." Jawabnya.

"Cantik banget kamu, nok." Puji Kencana. Perempuan itu tak bohong, calon menantunya itu memang terlihat sangat cantik.

Kemudian serangkaian acara pernikahan mulai terlaksana. Selama itulah Kencana menemaninya. Sedangkan Hira berada di luar karena Shima yang lumayan rewel hari ini.

"Mbak Hira mana Mah?" tanya Gayatri.

Semenjak mereka sering bertemu dan berhubungan, Gayatri memanggil Hira dengan panggilan Mbak. Walaupun Raksa adalah abangnya Hira, tetapi bagi Gayatri, Hira lebih tua darinya sehingga ia lebih memilih memanggil Hira dengan sebutan Mbak. Awalnya aneh dan Hira sangat menolaknya, tetapi denegan alasan dan kenyamanan Gayatri, akhirnya Hira mengiyakan hal itu.

"Shima agak rewel tadi. Habis imunisasi nok makanya rewel. Tapi untungnya ayahnya bisa mengatasinya." Jawab Kencana. Sebagai cucu pertama, Shima seperti bocah yang diidolakan banyak orang. Tetapi sayang, bayi perempuan itu hanya mau ikut dengan ibu, ayah, dan eyang-eyangnya dan beberapa bibinya termasuk Gayatri. Karena seringnya mereka bertemu, membuat Shima akhirnya mau ikut dengan Gayatri.

Gayatri mengangguk kecil. Lalu atensinya berpindah pada sahabat-sahabatnya yang sibuk bergosip entah apa itu.

Serangkaian acara pernikahan sudah dimulai. Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an dan dilanjutkan dengan khutbah nikah kini terlaksana. Selanjutnya acara ijab qobul dimana ayah menjadi wali nikah di sana. Ayah membaca basmalah dan istighfar 3 kali dengan dibimbing penghulu. Walaupun kesehatannya sudah tidak begitu baik seperti dulu, tetapi ayah ingin sekali menjadi wali nikah Gayatri. Hal itu berkenaan dengan rasa sayang yang bagi beliau telat ia sampaikan kepada Gayatri.

DersikWhere stories live. Discover now