"Sampaikan terima kasih saya juga, ya."

Stevlanka mengangguk seraya tersenyum. Permintaan Bu Naya menjadi akhir obrolan mereka. Stevlanka tidak percaya ini. Seseorang telah mengucapkan terima kasih padanya. Memberikan harapan baru untuk seseorang. Kehidupannya benar-benar berbeda dengan Stevlanka yang dulu.

*****

Cantika bergumam kesal karena akibat dari jam kosong di akhir pembelajaran membuatnya ingin menghantamkan kepalanya ke dinding. Bara mendapatkan perintah dari guru pengajar untuk memepelajari bab sebelumnya yang telah dibahas. Seiisi kelas bersorak penuh dengan kebahagiaan. Mengira akan ada jam kosong. Beberapa anak laki-laki sudah bergerombol untuk bermain game online, para anak perempuan sudah membentuk kelompok sendiri-sendiri untuk mengevaluasi kehidupan orang lain alias menggibah. Beberapa si kutu buku sudah sibuk dengan buku-bukunya. Dan anak-anak yang berambisi telah mengerjakan tugas rumah yang diberikan tadi pagi.

Jam kosong hampir sempurna jika saja guru tidak masuk tiba-tiba dan memberikan pengumuman untuk kuis dadakan. Wajah-wajah seisi kelas mendadak suram. Di saat bel pulang sekolah kurang tiga puluh menit, lalu disuguhkan dengan rumus-rumus kimia. Soalnya memang tidak banyak. Hanya ada dua soal saja, tetapi setiap soal bernak cucu.

Cantika mendadak mual karena otaknya yang sudah lelah itu dipaksa untuk mengerjakan soal. Walaupun ia meminta Stevlanka memberikan rumusnya, tetap saja ia tidak paham. Ditambah lagi Bu Rumy yang berjalan mengelilingi ruangan semakin membuat Cantika tidak bisa gerak. Alhasil hanya coretan-coretan tidak penting yang ada di lembar jawabannya.

"Anjir, gimana nilai gue nanti?" keluhnya setelah Bu Rumy keluar dari kelas.

"Gue udah kasih rumusnya tadi," sahut Stevlanka sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Iya, Vla. Rumus doang, tapi gue nggak bisa lanjutinnya." Ia mengambil cermin di saku, lalu mengamati wajahnya.

"Makanya belajar, bego!" cibir Bara sambil tertawa.

"Kayak lo nggak bego aja, anjir!"

"Eh, gue bisa ngerjain kali."

"Bodo amat!"

"Dih, yaudah!"

"Yaudah!"

"Dih!" Bara berdiri dari bangkunya. "Liptint lo tuh kemerahan." Setelah itu Bara berlari ke luar.

Stevlanka tertawa pelan. "Udah, Can, ayo pulang!"

Cantika melihat bercermin sekali lagi, lalu ia memasukkan semua bukunya. Stevlanka melirik bangku di sampingnya. Ardanu lama tidak memberinya kabar. Stevlanka ingin bertanya lebih dulu, tetapi selalu tidak berhasil ia lakukan.

"Ayo, Vla!" seru Cantika membuat Stvelanka menoleh.

"Iya."

"Lo mikirin Ardanu, ya, pasti?" cibir Cantika setelah mereka berjalan berdampingan keluar dari kelas. "Kesepian, kan, lo?"

"Enggak, Can."

"Bohong. Lagian ke mana si itu anak? Lama banget perasaan, nggak masuk-masuk. Apa separah itu, ya?"

Stevlanka tidak menanggapi. Jelas saja semakin bertambah parah. Jika saja orang suruhan Alkar di malam itu tidak menyerang Ardanu.

*****

Stevlanka terpaku pada seseorang yang duduk di atas motor di depan pagar rumahnya. Melangkahkan kakinya mendekati Alkar. Pada awalnya ia hanya menunduk tidak menyadari kehadiran Stevlanka. Namun, setelah gadis itu menyapanya membuat Alkar menoleh.

"Alkar?"

Ketika Alkar menoleh, Stevlanka dapat merasakan kecanggungan melingkupi mereka berdua. Tatapannya tidak setegas sebelumnya. Senyumannya tidak selepas saat pertama kali bertemu. Alkar melirik tangan Stevlanka sebentar.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now