Setelah siap dengan setelan kaos, Gulf membuka pintu asramanya dan segera keluar dari sana. Hal pertama dilihatnya adalah David yang tengah membawa buku catatan. David adalah ketua osis.

"Kau mau ke mana?" David berjalan mendekati Gulf dengan tatapan datar.

"Memangnya aku harus lapor padamu, huh?"

"Aku bertanya padamu dan kau harus menjawabku!"

Gulf mengeratkan kedua telapak tangannya menjadi sebuah kepalan tangan. Kedua alis Gulf bahkan hampir bertemu satu sama lain, sorot matanya tajam menatap David.

"Minggir kau orang gila!" Gulf mendorong bahu David agar tidak menghalangi jalannya.

David tersentak dan segera membenarkan posisi tubuhnya seperti semula.

"Hey, mau ke mana kau. Jangan membuat masalah lagi atau ku adukan hal ini pada Miss Brenda. Kau dengar aku?"

Gulf merasa terpojokkan di sekolahnya sendiri. Bahkan saat ia ingin keluar membeli makan pun, ia merasa seperti tahanan. Ia benar-benar muak. Muak semuak-muaknya.

Gulf telah sampai di tempat ia ingin mengisi perutnya dengan makanan. Jarak tempat ia makan tidak jauh dari asramanya sehingga ia tidak perlu capai-capai untuk kembali ke asrama.

"Hey, what's up, buddy? Kau terlihat tegang," seorang pria yang bernama Russel masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai pramusaji.

Dia melihat ekspresi wajah yang tak biasa dari pelanggannya itu. Ekspresi penuh amarah. Biasanya ia tidak semarah ini sebelumnya, namun kali ia sangat kesal. Russel bingung

"Tidak," jawab Gulf cepat. Dan Russel mengiyakan ucapan Gulf walau ia tau bahwa Gulf sedang berbohong.

"Ah, baiklah kalau seperti itu. Seperti biasa, boy?" tanya Russel memastikan apa yang akan dipesan Gulf untuk makan malam.

"Tidak. Aku ingin yang lebih kuat dari sebelumnya," titah Gulf cepat. Dan lagi-lagi Russel mengiyakan ucapan Gulf.

"Tidak biasanya kau seperti ini, Gulf, tapi terserahlah. Asalkan kau membayar."

Russel segera menyiapkan nasi babi goreng dan minuman beralkhohol untuk Gulf. Itu adalah menu kesukaan Gulf selama makan di sana.

Gulf segera mencari tempat untuk ia duduki. Gulf mendudukkan bokong indahnya pada salah satu tempat di sana dan menunggu datangnya makanan yang ia pesan tadi.

Sambil menunggu pesanannya tiba, Gulf mengetuk-ngetuk meja tempat ia duduk dan bergumam sendiri. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

"Oh, si kasar. Suatu kebetulan kita bisa bertemu lagi di sini." Samar-samar Gulf mendengar seseorang berbicara padanya.

Ia menolehkan kepalanya dan mendapati seorang laki-laki yang ia temui di kantin sekolah sore tadi.

"Kau?" ucap Gulf tak percaya.

Mew tidak datang sendirian. Dia ditemani seseorang Gulf kenal, yakni Sean dan beberapa teman lainnya.

"Sean?"

"Gulfi?" ucap mereka secara bergantian.

"Tapi bukannya kau manggung di bar lain dan bukan di sini?" tanya Gulf tak memperdulikan keberadaan Mew. Gulf terlalu sibuk dengan Sean.

"Ahh, itu. Di tempatku sebelumnya sudah cukup ramai. Jadi, mereka tidak perlu bandku untuk meramaikan bar mereka lagi," jelas Sean pada Gulf. Sedangkan Mew hanya berekspresi datar karena merasa diacuhkan.

"Cih. Kacang lupa kulitnya. Mereka benar-benar sialan kau tau?" umpat Gulf untuk kesekian kalinya.

Mew, Sean, Bill, dan Steven mengambil tempat di meja Gulf tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Karena setau mereka, Gulf adalah teman Sean.

"Ya itu sih terserah mereka mau melakukan apa. Aku hanya bisa menuruti perintahnya. Hanya itu kan yang bisa kulakukan?"

"Jika aku jadi kau, aku pasti akan menampar wajahnya bolak-balik sebelum meninggalkan bar itu."

"Kau selalu emosian, Gulf."

"Dan kau tau itu, kan?"

"Ah iya-iya. Lupakan soal itu, aku datang ke sini untuk mendapatkan kontrak dengan managernya. Lalu, kau sendiri?"

"Aku ke sini karena kau tidak membelikanku makan, bodoh! Hari ini kan jadwalmu untuk membeli makanan."

"Ah, soal itu aku minta maaf. Aku terlalu sibuk mengurusi bandku tadi. Tapi sebagai gantinya, aku yang akan mentraktirmu makan. Bagaimana?"

"Yaya terserah kau saja, Tuan Sok Sibuk!"

"Biar ku perkenalkan kau dengan teman-temanku. Laki-laki yang berambut pirang itu namanya Steven, dia adalah seorang drummer. Lalu orang yang berpakaian rapi itu namanya Bill, dia adalah bassis di band kami. Dan yang terakhir—" Sean menghentikan ucapannya saat Mew mengisyaratkan dia untuk diam.

"Biar aku sendiri yang memperkenalkan diri. Aku Mew. Kau bisa memanggilku apa saja yang kau mau, aku tidak keberatan. Dan aku adalah vokalis dalam band ini. Jadi, jika kau ingin aku bernyanyi untukmu katakan saja. Jangan malu-malu," ucap Mew dengan tingkat kepercayaan diri yang luar biasa.

Gulf memicingkan kedua matanya melihat pria yang bernama Mew sangat sombong terhadap dirinya.

"Cih. Mimpi. Bahkan aku tidak mau mendengarmu bernyanyi," jelas Gulf cepat dan kata-kata Gulf mampu merobohkan kepercayaan diri Mew.

"Kau jahat," gumam Mew.

"Aku tidak tau kalau kalian berdua saling kenal." Kali ini Bill yang berbicara karena semenjak tadi ia dan Steven hanya menyimak pembicaraan ini.

"Memang tidak."

"Ya," ucap Mew dan Gulf bersamaan. Dan hal itu membuat Sean merasa aneh.

"Jadi, iya atau tidak?"

"Tidak."

"Ya," ucap mereka secara bersamaan lagi.

"Terserah kalian saja lah. Ah, sudah waktunya. Come on, boys. Saatnya beraksi."  Sean melihat jam tangan yang melingkar di tangan sebelah kirinya dan dia sadar bahwa sudah saatnya untuk tampil.

"Semoga manager bar tersebut mau memberikan kontraknya pada Sean Band's," batin Sean dalam hati.

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang