"Masih Sersan pasti ya?" tebak perempuan yang hanya ditanggapi senyuman oleh Gayatri. Mengapa ia bisa bertemu dengan orang seperti ini? Ternyata masih banyak orang yang menatap orang lain karena rupa dan jabatan.

Tak lama kemudian Raksa kembali dengan membawa satu kantong plastik yang berisi minuman. Laki-laki itu langsung menyodorkan kepada Gayatri.

"Makasih." Ucap Gayatri.

Raksa mengangguk, "cepat diminum dan tarik nafas dalam-dalam supaya oksigen cepat mengalir ke otak dan nggak ngantuk lagi." Gayatri mengangguk dan meminum air mineral itu serta melaksanakan apa yang disarankan oleh Raksa.

"Itu abangnya Mbak?" tanya perempuan itu yang seakan belum puas. Padahal mereka belum kenalan, tetapi sudah menanyakan hal yang menurut Gayatri tidak patut ditanyakan ketika awal bertemu.

Gayatri hanya tersenyum tipis dan mengiyakan. Tetapi raut wajahnya begitu kentara jika ia mulai tak nyaman.

"Waduh, maaf ya Mbak, saya kira pangkat abangnya setara atau nggak lebih rendah daripada abang saya." Ucap perempuan itu seakan sudah bersalah pada Gayatri, padahal Gayatri sama sekali tak peduli.

"Aduh mampus! Kenapa gue lancang banget sama istri perwira." Gumam perempuan itu yang sayangnya didengar oleh Gayatri.

"Izin maaf ya Mbak, saya benar-benar nggak tahu kalau Mbak adalah senior saya. Sekali lagi maaf ya Mbak." Ucap perempuan itu lagi karena masih sangat malu. Belum apa-apa dirinya sudah berurusan dengan seniornya, tentunya ia tak mau terkena masalah saat ini.

"Iya nggak apa-apa kok." Jawab Gayatri. Lagipula tak masalah baginya. Justru ia malah aneh jika perempuan itu terus-terusan meminta maaf.

Perempuan itu terduduk malu dan memilih berbincang dengan pasangannya. Niat hati ingin petentengan membanggakan calon suaminya itu namun justru dirinya yang kepalang malu. Ia kira gadis di sampingnya yang mengenakan hijab itu seorang biasa saja. Namun ternyata Gayatri malah di atas dirinya.

Gayatri yang mengenakan baju Persit itu kini memakai hijab. Hal itu bukan tanpa alasan. Semakin ia belajar semakin ia tahu mana yang baik dan buruk. Dan pilihannya itu disambut baik oleh banyak pihak termasuk Raksa.

Awalnya ragu, namun beberapa kali mengalami pergolakan batin untuk mengenakan hijab. Setelah beberapa episode kebimbangan dan upaya menyakinkan dirinya,  akhirnya Gayatri mantap mengenakan hijab. Hal ini semata bukan karena Raksa, tetapi Gayatri tahu mana yang baik dan buruk serta yang menjadi kewajiban.

Di awal-awal Gayatri juga sempat ragu untuk mengenakan hijab. Ia takut tidak konsisten dan bisa saja melepas hijabnya itu kapan saja. Selain itu, ia juga takut disangka tobat dadakan karena hendak menikah. Hidup di dalam lingkungan yang memiliki toxic culture inilah yang membuat Gayatri harus berpikir berulang kali.

Namun sebenarnya niatnya itu sudah lama dan baru terbuka kembali ketika ia tahu bahwa ini adalah pilihan terbaik. Bahkan sebagai suatu keharusan baginya. Oleh karena itu, ia mengesampingkan omongan-omongan dan memantapkan hatinya untuk yakin berhijab.

Kemudian Gayatri dan Raksa bangkit setelah giliran mereka. "Jangan tegang, biasa saja. Anggap kamu ketemu atasanmu sendiri." Ucap Raksa menyemangati Gayatri yang sudah nampak lelah dan agak tertekan tentunya. Mengurus berbagi hal untuk pengajuan sudah banyak menyita waktu dan tenaganya apalagi ia masih padat penyelidikan kasus di divisinya.

Gayatri mengangguk, lalu mereka masuk ke dalam ruangan yang sudah ditunggu oleh komandan. Raksa langsung memberikan hormat, begitupun Gayatri yang bersikap siap dan sopan.

"Loh Raksa beneran mau nikah ini? Saya kira Letjen Damar kemarin hanya guyon ke saya kalau kamu mau menikah." Ucap komandannya itu setelah Raksa dan Gayatri dipersilahkan duduk.

DersikWhere stories live. Discover now