#3 - Resolve

13.4K 1.6K 77
                                    

I can't be sure

If time rewinds we play pretend

We could have it back again

This love is war, so what are we fighting for?

(RUNAGROUND - Love is War)

*Lagunya enak, mellow gimana gitu. Dengerin deh kali aja suka hehe....

***

Kesunyian dapur teredam oleh kegiatan Dewi. Wanita itu tengah membelakanginya. Rambut bergelombang sebahunya dikuncir lalu dibentuk cepol tinggi. Celemek bunga-bunga membalut pakaian rumahannya. Aroma telur yang digoreng tercium. Penciuman Dewa telah terlatih.

Menurut Dewa, setelah bertahun-tahun tidak bertemu Dewi, sahabat adiknya itu banyak berubah. Badan wanita itu masih kurus, tetapi beberapa bagian penting di depan dan belakang terbentuk sempurna. Sudah agak tinggi, sedagunya.

Namun, sesuatu berubah. Pembawaan Dewi jauh lebih tenang. Mungkin karena wanita itu sudah matang. Seumuran Trana berarti dua tahun di bawah Dewa, 28. Bukan remaja cengeng yang ikut menangis saat mengantar Dewa kuliah di Inggris bertahun-tahun silam.

Tanpa bisa dicegah, dia malah membandingkan sosok Dewi dengan Amanda. Dapur seperti panggung Dewi. Wanita itu tampak biasa dan berpengalaman. Berbeda dengan sang istri. Dapur hanya dia jadikan tempat untuk makan, minum, dan ... bercinta dengan pria lain.

Sialan!

"Kak Dewa," panggilan tersebut menghentikan ingatan buruk Dewa.

Dewa yang sedang duduk di stool bar buru-buru mengalihkan tatapan ke ruang tamu kosong lalu pelan-pelan menoleh kembali pada Dewi.

"Kenapa, Wi?" tanyanya. Bersikap seolah baru saja memperhatikan Dewi.

"Nggak ada bahan makanan lain di sini selain telur. Sori ya ... Malu deh sajiin makanan ala kadarnya sama Chef Dewa."

Dewi meringis sambil berbalik menghadap Dewa. Perlahan wanita itu mendekati meja bar yang memisahkan mereka. Memindahkan telur gulur yang ada di pan ke cutting board. Dengan ahli, dia memotong telur itu menjadi beberapa bagian kecil kemudian dipindahkan ke piring saji.

"Tolong jangan dikritik ya, Chef, saya ... pemula banget," ucap dia merendah.

Tawa Dewa pecah. Apalagi mendapati sikap Dewi yang menyerupai para talent di acara Holly Kitchen.

"Kritik ah!" godanya. Namun, saat mendapati raut wajah Dewi yang berubah aneh, buru-buru Dewa mengklarifikasi. "Hey, aku hanya jadi tukang kritik makanan kalau dibayar mahal, Wi. Lagi pula, aku jarang dimasakin cewek, jadi mau rasanya amburadul juga aku nggak akan protes."

"Kalau gitu dimakan, Kak. Mau tambah nasi juga?"

Dewa mengangguk cepat. "Iya dong, harus pakai nasi. Orang Indonesia kalau belum makan nasi artinya dia belum makan."

Menurut, Dewi segera menuju rice cooker di dekat kulkas.

Sementara itu Dewa mengambil garpu yang berada di tengah meja bar. Pelan-pelan dia memotong telur buatan Dewi. Kebiasaan, dia memeriksa tekstur makanan ini. Tebalnya pas, sekitar satu senti, dan tidak ada bagian yang kosong. Dalamnya berwarna, ada orange karena potongan wortel, hijau berkat daun bawang, dan cokelat dari sosis. Menariknya, ada lelehan putih yang dia tebak sebagai keju.

"Damn!" Dewa surprise saat akhirnya melahap telur buatan Dewi. "Ini enak, Wi!"

Dewi yang barusan menaruh sepiring nasi langsung tersentak mundur. Kedua pipi dia bersemu, menjadikan Dewa terkekeh pelan.

Under The Kitchen Table [COMPLETE]Where stories live. Discover now