03.0 Waktu yang Mulai Berjalan

2.9K 732 51
                                    

Siang itu, saat Ayu sedang berjalan-jalan, Ayu melihat dua ekor anak kucing yang terperosok di selokan. Meski kotor dan bau, Ayu berusaha untuk mengangkat mereka.

Kedua anak kucing itu mengeong-ngeong tidak ada hentinya. Mereka berdua masih sangat kecil, mata mereka pun belum terbuka. Ayu tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya setelah mengangkat kedua anak kucing itu dari selokan. Ayu meletakkan kedua kucing itu di atas tanah, lalu menatap mereka sambil kebingungan.

Ayu tak bisa membawa pulang kedua kucing itu karena ibunya alergi pada bulu kucing. Terakhir kali Ayu membawa pulang kucing, ibunya bersin tanpa henti selama seminggu penuh. Matanya dan hidungnya merah dan berair. Karena kondisinya, Mama juga tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah apa pun.

Ayu tahu, tidak baik untuknya meninggalkan dua anak kucing yang buta begitu saja. Kedua kucing itu pun menggeliat-geliat di atas tanah, tak jelas apa yang mereka inginkan. Ayu pun berjongkok di samping kedua kucing itu, mengawasi mereka. Ayu mencoba percaya kalau ibu dari anak-anak itu akan datang sebentar lagi.

Setelah menunggu selama setengah jam, terdengar suara guntur dari kejauhan. Dan tak lama setelah itu, hujan mulai turun. Hujan tidak terlalu besar, maka Ayu sama sekali tidak masalah dengannya. Namun berbeda dengan dua anak kucing itu.

Ayu menengok ke kanan dan ke kiri. Sepanjang jalan, adalah perumahan dengan tembok tinggi. Ayu tidak bisa menumpang berteduh tanpa meminta dibukakan pintu. Apalagi, bagaimana kalau pemilik rumahnya tidak menyukai kucing?

Ayu mengangkat kedua anak kucing itu, lalu memangkunya. Dia pun menutupi mereka dari basahnya air hujan dengan tubuhnya.

Perlahan, hujan semakin deras. Ayu menunduk, dan ketika ia kira ia akan basah kuyup, dia menyadari ada yang aneh. Tidak ada rintik hujan yang mengenai punggungnya meski suara hujan terdengar ramai berjatuhan.

Ayu mengangkat kepalanya, dan melihat sosok lelaki bertopeng beruang memegang payung, memayungi Ayu. Ayu terbelalak, terkejut dengan kehadiran Reno yang tidak disangka-sangka.

"Mereka ditinggal ibunya," ujar Reno.

Masih syok, Ayu hanya menganga melihat Reno. Setelah beberapa saat, akhirnya Ayu kembali ke kenyataan. "Oh..." ucapnya. "Lalu harus bagaimana?"

"Mungkin diberi makan dulu," jawab Reno cepat. "Beri mereka minum susu bayi."

"Oke," jawab Ayu.

Setelah itu, mereka berdua hening dan saling tatap untuk waktu yang lama. Setelah beberapa lama, Ayu baru menyadari sesuatu.

"Oh, aku yang beli?"

#

Ayu meninggalkan Reno dengan anak-anak kucing dan payungnya. Ayu sendiri berlari menerobos hujan dengan tasnya menutupi kepalanya, mendatangi warung terdekat. Gadis itu membeli susu bayi dan meminta untuk diseduhkan oleh penjaga warung tersebut. Setelah membeli susu bayi, Ayu kembali berlari menerobos hujan.

Ketika tiba di tempat tadi, Ayu ingin tertawa melihat Reno yang berjongkok sambil memegang payung itu kepala beruangnya dinaiki oleh kucing-kucing yang tidak bisa melihat dan sibuk mengeong. Reno segera menyadari kedatangan Ayu.

Ayu membawa susu bayi itu dalam botol plastik karena dia tidak memiliki wadah lainnya sebagai pengganti. Ayu dan Reno pun menuangkan susu bayi itu ke tangan mereka, lalu membiarkan kedua kucing itu menjilatinya. Mereka menunggu kedua kucing itu makan dalam diam. Payung ditaruh di antara mereka, dan mereka berdua berjongkok menghadap ke dalam payung sehingga bagian depan tubuh mereka tidak basah, begitu juga dengan anak-anak kucing itu.

Ayu berdeham, mengisyaratkan ia ingin mengakhiri keheningan yang aneh dan canggung itu. "Reno, sejak kapan kamu jadi Pembagi Kebahagiaan?"

Reno diam untuk beberapa saat sehingga Ayu kira dia tidak berniat menjawabnya. "Aku tidak ingat. Aku sudah seperti ini sejauh yang kuingat," jawab Reno pada akhirnya.

Blitheful BalloonsWhere stories live. Discover now