Raksa mengangguk, "boleh, apa?"

Gayatri berdehem kecil sebelum melontarkan pertanyaannya. "Kenapa kamu ngajak aku nikah? Kenapa nggak ngajak aku pacaran dulu atau apalah gitu? Iya ini mungkin pertanyaan yang nggak penting sih, tapi aku pengen tahu saja."

"Oh, sebentar, mau nambah es teh dulu." Ujar laki-laki itu seraya bangkit dari duduknya dengan santai. Sementara Gayatri hanya bisa terheran-heran di tempatnya. Bagaimana bisa Raksa begitu santai dan tenang? Bahkan tak segan blak-blakan untuk memenuhi nafsu makannya yang menurut Gayatri sangat besar itu.

Raksa kembali dengan membawa es teh. Lalu laki-laki itu duduk dan menatap Gayatri. "Bukannya perempuan suka ya kalau di ajak menikah segera sama orang yang dia cintai?" bukannya menjawab, Raksa justru berbalik bertanya pada Gayatri.

Gayatri mengerutkan dahinya, "jawab dulu deh pertanyaan aku." Ujar Gayatri kekeh pada pendiriannya.

Raksa lantas menghembuskan nafasnya panjang, "ya sudah. Aku tahu kamu bukan tipe cewek yang mudah dialihkan pembicarannya."

"Konsepnya mudah, kalau laki-laki mengajak menikah artinya dia serius dan nggak main-main. Kalau cuma ngajak pacaran, kemungkinannya banyak, salah duanya adalah dia hanya untuk bersenang-senang dan paling beruntung akan diajak menikah nantinya."

"Kenapa kita nggak pacaran dulu aja?" tanya Gayatri kembali. Raksa tahu pasti Gayatri akan bertanya dan membuatnya harus siap memberikan jawaban pada gadisnya itu.

"Pacaran hanya membuang waktu saja." Jawab Raksa singkat. Gayatri puas? Tentu saja tidak.

"Tapi kalau menikah tanpa pacaran, artinya kita tidak tahu karakter dari pasangan kita. Ta'aruf? Apa ini bisa disebut sebagai ta'aruf?" tanya Gayatri kembali seakan belum puas.

"Karakter apa yang mesti aku pelajari dulu? Aku sudah paham dengan kamu. Jadi apa yang harus dipelajari dan dikenali?" jawab Raksa tenang di tempatnya. Bahkan laki-laki itu seakan sudah siap dengan berbagai macam pertanyaan sulit maupun menguras emosi dari Gayatri.

"Dan masalah ta'aruf? Aku nggak bisa bilang ini ta'aruf karena ta'aruf konsepnya lain nggak kayak gini. Jadi jangan salah kaprah dalam membedakannya. Aku hanya langsung mengajak kamu menikah, bukan ta'aruf." Lanjut Raksa.

Gayatri diam, ternyata Raksa masih dengan pendiriannya. Ia tak mau mengajaknya pacaran, ia justru maunya mengajak dirinya menikah secepatnya kalau bisa.

"Apa yang bikin kamu yakin ngajak aku menikah? Kamu bahkan belum tahu seluk keluargaku yang jauh dari kata keluarga yang baik." Gayatri kembali bertanya atas kebimbangan hatinya. Ia ingin menyingkirkan semua keraguan sambil memantapkan hatinya.

"Terus masalah buat aku? No, Aya. Buat apa aku mempermasalahkan tentang keluargamu? Benar kita menikah artinya menyatukan dua keluarga, tetapi bukankah itu tidak penting buat mengungkit tentang masa lalu yang dialami oleh keluargamu itu? Bukannya aku menyepelekan, tetapi yang lalu biarlah jadi cerita saja. Masa depan yang harus ditata, bukan malah mengungkit masa lalu yang pahit itu. Cukup, aku nggak mau berdebat hanya gara-gara kamu overthinking dengan masalah keluargamu itu, Aya. Dari awal aku sudah bilang, aku menerima kamu apa adanya."

"Tapi ini penting. Aku nggak mau orang-orang memandang kamu salah dengan menikahi adik seorang narapidana kasus besar yang mati karena bunuh diri. Kamu dari keluarga jenderal yang bahkan aku belum pernah membayangkan sebelumnya. Ini akan menjadi berita yang mudah digoreng sama pihak sana-sini yang nggak suka sama kamu dan keluargamu buat menjatuhkan harga diri dan martabat kalian." Ujar Gayatri agak terbawa dengan emosinya. Ia paham betul dengan posisinya dan sebisa mungkin ia akan bertanya tentang keraguan dan hal-hal yang mengganjal di hatinya. Tak peduli ia mendapat jawaban super pahit asalkan ia puas dengan jawaban yang diberikan oleh Raksa.

DersikWhere stories live. Discover now