Bagian 5

33 6 0
                                    

Pulang sekolah, Airin berjalan melintasi lapangan sekolahnya yang mulai ramai. Ia sesekali melompat dan terus bersenandung riang. Entah mengapa untuk hari ini dia merasa sangat senang. Setelah menerima imbalan dari Tomura, ia memberikan sebagian imbalan yang ia dapat kepada pamannya, tentu untuk membantunya membayar hutang-hutangnya. Itu terjadi beberapa hari lalu, tapi entah mengapa emosi senangnya masih berlanjut sampai sekarang.

Namun, langkahnya menjadi lamban ketika sayup-sayup mendengar obrolan siswa-siswi yang sedang bergerombol di sudut lapangan.

"Aku tak yakin apa dia benar-benar mau jadi pahlawan. Kemampuan fisiknya saja lemah begitu. Saat latihan bertarung, dia lebih banyak menghindari serangan lawan dari pada melawan. Sekali kena serang juga langsung K.O sampai-sampai ujian battlenya tidak pernah lulus" sahut salah satu orang yang berada di gerombolan itu.

"Hah, apa-apan orang itu. Aku heran, bagaimana bisa orang seperti itu bisa masuk kelas pahlawan" balas orang yang satunya lagi.

Airin terhenyak mendengar obrolan mereka. Dia tau orang yang mereka maksud adalah dirinya sendiri. Memangnya salah dirinya masuk kelas pahlawan? Menjadi pahlawan memang impian Airin sejak kecil, tentu untuk membanggakan nenek dan kakeknya. Tapi setelah mereka pergi, Airin cukup bimbingan untuk memikirkannya kembali.

"Mungkin karena quirknya yang hebat"

"Ya, aku akui quirknya memang hebat. Tapi, seberapa pun hebat quirknya, kalo kemampuan bertarungnya yang kurang, tetap saja nggak ada gunanya ada di kelas pahlawan. Mengenai quirk, aku kadang bertanya-tanya, apa dia bisa menggunakan beberapa quirk? bakatnya itu benar-benar tidak jelas. Tapi tetap saja hebat" sahut orang lain yang ada di gerombolan itu.

"Bakat apa yang dimiliki orang tuanya sampai-sampai bakat anak seperti itu"

Airin melanjutkan langkahnya, mendengarkan gosip yang tidak bermutu itu hanya membuang waktunya saja. Ia sudah biasa menjadi bahan perbincangan dan bahan gosip murid-murid yang ada di sekolahnya. Bagi Airin, omongan mereka hanya omong kosong belaka yang tidak perlu di pikiran. Toh, mereka hanya bergosip-gosip tanpa ada adu fisik.

"Kalian tidak tau? Dia itu tidak punya orang tua" sahut murid laki-laki yang baru saja masuk di gerombolan itu, rambut perak dan pandangan mata yang tajam tanpa alis. Dia adalah Fujimi, orang yang paling Airin hindari.

Namun, mendengar perkataan Fujimi, Airin menghentikan langkahnya. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaan aneh menguasai lubuk hatinya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat, suasana hati yang tadinya baik, sekarang menjadi buruk.

"Orang itu hanya anak angkat di keluarga Hamada. Keluarga asalnya dia tidak tau. Orang tuanya juga tidak ada. Bakatnya saja tidak jelas, apalagi asal usulnya"

"Fujimi_kun, yamete. Kau tak perlu membicarakan hal seperti itu. Biar bagaimanapun juga Hamada_san tetap punya orang tua, meski tidak pernah bertemu sekali pun" bela Sekigai Kashiko, ketua kelas Airin dan juga Fujimi.

"Kenapa? Memang benar kok. Semua orang tau bakat seseorang diturunkan dari orang tuanya. Lihat Hamada, bakatnya saja campur aduk begitu, jadi tidak tau bakatnya itu diturunkan dari ayahnya atau dari ibunya. Jarang ada orang yang memiliki bakat yang beragam seperti itu. Aku curiga apa dia anak dari penjahat besar itu yang bisa mencuri dan menggunakan bakar orang lain. Kalo tidak salah namanya All fo_"

BUAKK!!!

Tiba-tiba saja bola basket menghantam dengan keras di kepala Fujimi. Semua orang yang ada disitu berteriak, terkejut dengan apa yang barusan terjadi. Fujimi yang benar-benar tidak menyadari serangan tiba-tiba itu tersungkur ke tanah dengan tidak elit.

Dari arah datangnya bola, dilihatnya Airin dengan posisi yang terlihat habis melempar sesuatu. Dan saat itu juga mereka tau bahwa orang yang baru saja melempar bola ke kepala Fujimi adalah Airin Hamada, orang yang mereka gosipi.

Important ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang