Hanya mata yang bertemu, apakah hati juga?

19 4 0
                                    


Malam ini masing-masing dari kita dapat berjumpa kembali. Setelah beberapa hari hanya mampu menukarkan pesan dalam sosial media yang kita punya, akhirnya mata kita mampu saling menyapa. Aku menjadi pengisi acara di himpunan yang sekarang kau huni, yang katanya kau ikuti untuk membuat hidupmu lebih berharga dan dewasa. Semoga kamu bisa. Aku yakin kamu bisa.

Acara ku isi dengan begitu yakin, untaian kata-kata yang telah ku susun rapi berhasil ku ucapkan dengan rinci. Sesekali aku tatap matamu yang terkadang kau balas dengan senyuman kecil di wajahmu. Membuat ketenangan di kala kata-kata yang sudah ku periapkan tadi malam seketika hilang dari ingatan. Kamu begitu cantik dengan rok hitam yang kau pakai. Begitu cantik. Sangat cantik. Aku sangat menyukainya.


Oh, tunggu.

Aku memang selalu menyukaimu.


Katamu banyak sekali yang menyukai gaya bicaraku. Tapi bagiku, itu akan sia-sia jika tidak ada kamu yang menjadi salah satunya. Namun, kau bilang bahwa aku luar biasa. Senang mendengarnya. Mendengar pujian dari orang yang kita suka, terkadang membuat bahagia adalah tujuan akhir dari dunia. Mungkin saja, Tuhan menciptakan bahagia ketika aku dan kamu saling bertatap muka. Mungkin saja, Tuhan menciptakan duka ketika aku dan kamu akhirnya tidak menjadi "kita".


Mungkin saja, pikirku.


Bagiku, dirimu adalah pengisi hari yang paling sempurna. Tak perlu dijabarkan, senyumanmu begitu mampu menjelaskan. Kamu yang diam saja mampu membuatku bahagia dalam ketidakjelasan. Begitu mudah kau membuatku terbang melayang, namun aku takut jika itu akan membuatmu dengan begitu mudahnya memutuskan tuk menghilang. Aku harap itu tak pernah terjadi. Karena kamu yang saat ini ada di sisiku adalah kesempurnaan yang paling mampu menjelaskan berbagai arti dari berharganya sebuah senyuman.

Seperti yang aku bilang, perasaanku padamu tak pernah sekalipun ku niati untuk ku bercandai. Tak ada. Tak pernah ada. Tak ada sedetikpun yang ku lalui untuk berpikiran sepicik itu. Jika kamu tak percaya tak apa, biarkan Tuhan memberikan padamu tentang arti dari sebuah keseriusan. Aku tak memaksa kau untuk membalasnya. Kamu cukup disini, mewarnai hariku dengan penuh ceriamu. Itu sudah lebih dari cukup. Dan aku mohon, jika suatu hari kau ingin pergi, katakanlah. Jika suatu hari kau begitu benci, ungkapkanlah. Jika suatu hari hatimu berhasil dicuri, jujurlah. Paling tidak, setelah kau pergi nanti kita masih bisa saling sapa dan tersenyum walaupun masing-masing dari kita sudah berbeda arah dan melangkah berjauhan.

Ohiya, hari ini aku menceritakanmu pada orangtua ku; pada ibuku di rumah dan ayahku disurga. Kamu penasaran dengan begitu antusiasnya. Begitu senang ku lihat rasa ingin tahu darimu yang menggebu-gebu. Membuat rasa jailku bangkit untuk membuat keingintahuanmu hanya menjadi penasaran tanpa adanya jawaban. Wajahmu cemberut. Rasa penasaran yang sudah ada di ubun-ubun tak kuasa untuk kau bendung lagi. Kamu diam; marah katanya. Aku ramal bahwa wajahmu saat itu begitu menyeramkan. Benar, kan? Ah untung saja aku tak lihat. Pesan-pesan semakin singkat, rupanya marahmu kali ini penuh dengan keseriusan. Tak ingin lama ini terjadi, akupun mulai menjelaskan. Melalui safari telepon malam yang biasa kita lakui, akhirnya jawaban itu kuberikan.


"Sudah ya, jangan marah lagi." Ungkapku.

"Iya gak marah kok. Kesian nanti kakaknya kalau aku marah kelamaan, kaka juga jadi gabisa liat senyum akunya lama." Balasnya cepat.


Ada benarnya juga,

ternyata kau tahu bahwa senyumanmu merupakan hal yang amat membahagiakan.


Pada ibuku aku bilang bahwa kau beruang alaska dari bumi bagian utara. Begitu antusias aku menjelaskan setiap detail yang coba ibuku usik dari segala bentuk pernyataanku tentangmu. Ia balas dengan senyuman manis di wajahnya; ada rasa lega disana bahwa akhirnya ada yang kembali mampu memulihkan hati anaknya. Pada ayahku di surga aku bercerita bahwa akhirnya ada juga wanita yang aku pikir akan cocok untuk aku perkenalakan pada ayahku. Aku benar-benar yakin ayahku akan begitu menyukaimu. Malah ku pernah berpikir bahwa kau lebih cocok untuk ayahku (jika ia masih muda) dari pada denganku. Semoga ia senang mendengarnya, bahwa anaknya berhasil menemukan wanita yang selalu ia gambarkan dalam untaian kata-kata tentang calon istri idaman—katanya.

Janji barumu hadir lagi hari ini. Katanya, suatu hari makanan yang biasa kau masak akan kau sajikan untukku. Begitu senang mendengarnya. Berharap seluruh janjimu itu kau tepati tanpa membuat hatiku runtuh. Sudah begitu rincinya ku ceritakan patah hati yang teramat mendalam ku alami karena hilangnya kepercayaan, tolong jangan kamu ulangi. Pintaku tak banyak, kamu boleh pergi, kamu boleh memilih dia yang lebih membuat hatimu berarti. Tapi, ku mohon jangan pernah pergi tanpa ada satu katapun yang terlontarkan. Tapi, ku mohon jangan pernah hilangkan segala bentuk kepercayaan. Tepati apa yang kau bicarakan dan katakan apa yang membuatmu tak kerasan.


Kamu begitu dewasa dan begitu ku cinta.

Kamu begitu berarti dan sangat ku peduli.

Mungkin, masih ada ruang dihatimu untukku

Mungkin. Iya. Mungkin. Tidak.


Manusia diciptakan dengan hati yang begitu beragam; sulit di baca, sulit di cerna, sulit di terka. Begitu juga denganmu. Ya, karena kamu juga manusia kan? Atau memang benar kamu beruang alaska? Atau jelmaan timun ijo yang sedang menyamar untuk menyelamatkan dunia? Semoga kamu juga manusia ya. Jika ternyata kau makhluk yang berbeda, akan aneh rasanya bahwa aku pernah mencintai makhluk dari beda dunia. Tapi jika iya, tak apalah. Mungkin ini akan jadi pengalaman paling mendebarkan yang pernah ku punya. Haha.

Kamu tahu tidak bahwa kamu begitu luar biasa ketika kamu sedang begitu seriusnya mengerjakan hal-hal yang kau suka, seperti tugas-tugasmu, makalah-makalahmu, ataupun nyanyian-nyanyianmu. Aku begitu senang melihat dan mendengarnya. Getaran-getaran yang kau ciptakan sudah cukup membuat hatiku tak karuan. Membuat jari jemariku kian tak tega tuk menyentuhmu. Membuat kata-kataku kian tak mampu memanggil namamu. Hanya mataku yang akhirnya mampu melihat apa yang sebenarnya menjadi penyebab diriku begitu mencintai sosokmu.

Bayang-bayangmu adalah hal baru yang tak ku biarkan cepat usang. Biarkan waktu membuatnya menua tanpa harus ku paksakan, tanpa harus ku hilangkan. Bukan aku tak mau, hanya saja dirimu begitu berharga untuk ku tinggalkan dengan sekilas mata. Ceritamu adalah hal indah yang tak ku biarkan musnah. Menyenangkan rasanya mendengarkan suaramu yang begitu cerewet ketika sedang bercerita. Bahkan, aku pikir kamu sudah siap menjadi ibu-ibu muda; yang dipenuhi gosip-gosip tetangga. Sungguh, jika ada peran yang cocok untukmu dalam dunia perfilman, ibu-ibu muda rasanya sangat pas untuk kau ambil. Misal.


----------------------------------------------

Mungkin saja,

Tuhan menciptakan bahagia

ketika aku dan kamu saling bertatap muka.

Mungkin saja,

Tuhan menciptakan duka ketika

aku dan kamu akhirnya tidak menjadi "kita".


Mungkin saja. Pikirku.

----------------------------------------------

Kata KamuWhere stories live. Discover now