Jangan pernah sakit lagi.

21 4 0
                                    


Katanya hari ini kamu sakit. Segala alasan kau beri untuk meredam rasa khawatir yang mulai ku pertontonkan. Itu tak cukup menyelsaikan segala gelisah yang ku pendam. Dengan sigap "Green canyon" ku nyalakan untuk melaju tepat ke kosanmu. Walau ku tak tahu denga jelas dimana kosanmu itu berada, modal nekat yang ku punya melebihi segala penolakan-penolakan yang sedang berbicara.


"Gak usah kesini. Aku gak mau ngerepotin. Biar besok aja, kan masih bisa ketemu" jawabmu halus menolak upayaku.


Ada sedih menghantui diri. Ada kecewa yang tetap tertinggal dalam hati. Namun, lagi-lagi ia berhasil menguatkan bahwa tak usah aku tanggapi semuanya secara berlebihan. Biarkanlah semua mengalir secara sederhana; seadanya, sebisanya. Harus ku sadari bahwa ketulusanku butuh waktu, khususnya untuk diterima secara utuh oleh hatimu. Senyumpun muncul kembali menutupi segala penolakan yang kamu beri. Tak apa, aku masih bisa mencintaimu kini, esok, maupun nanti. Entah sampai kapan rasa ini akan berkuasa dalam hati, karena jikapun hari ini kau memintaku untuk pergi, aku tak begitu yakin hati ini akan ikut angkat kaki.

Aku duduk di kantin merah, tempat biasa aku menunggumu, atau tempat yang biasa ku gunakan untuk mencari-cari setiap langkah yang biasanya kau lewati. Setiap harinya aku disini; menunggumu, menantimu memanggilku, atau sekadar ingin melihat senyummu. Walaupun tak pernah ku katakan, tapi sungguh aku benar-benar senang melakukannya. Caraku mencintaimu, biarkanlah terlihat menyulitkan. Meskipun sesungguhnya benar-benar menyenangkan untuk ku lakukan di kala rindu tak juga mampu tuk terbalaskan.

Seperti biasa, kamu datang dengan teman-temanmu. Lengkap dengan senyum ceriamu yang selalu kau bawa untuk menjelaskan arti sebenarnya dari keindahan dalam setiap detik-detik waktuku. Langkah kakikupun bergegas menuju ke arahmu. Mendekati, menjelajahi kamu yang sedang tersenyum padaku sedari tadi. Minuman yang ingin ku berikan kemarinpun sudah sampai di lengan pemilik sesungguhnya. Hanya ada senyuman setelahnya. Itu semua lebih dari cukup, tapi kamu harus tahu....


Jangan berikan senyuman itu pada siapapun!

Biarkan untukku saja! Mengerti?


Hari setelahnya, tanpa ku sangka menjadi hari-hari yang begitu rumit. Banyak kesalahpahaman yang membuat kita dalam posisi sulit. Entah rasa percayamu yang sudah hilang, ataupun banyak omongan diluar sana yang lebih kau dengar. Yang jelas, perasaanku belum juga berubah. Aku tak mengerti, aku hanya ingin kau disini. Tapi, jika kau ingin pergi itu bukan kuasaku, bukan hakku. Aku bukan tak ingin memperjuangkanmu. Itu hal yang berbeda, dan sulit ku jelaskan. Mungkin, kamupun tak akan mengerti. Menahanmu pergi nyatanya bukanlah keahlianku.

Orang tuaku pernah berkata bahwa tak baik memaksa orang yang ingin pergi dari sisiku, jika ia ingin pergi persilahkanlah dirinya untuk pergi hingga ia sadar bahwa aku memang satu-satunya tempat dia kembali. Aku mencintaimu, namun rasamu adalah sepenuhnya milikmu; tak ada hakku untuk terlibat di dalamnya. Bagaimanapun keputusanmu, kau pasti tahu bahwa akan ada aku dibalik punggungmu; menantimu pulang, atau sekadar membalas rindu yang tak sulit sekali tersampaikan.

Setelah diam beberapa saat. Setalah jawaban dingin yang kau beri bertubi-tubi, akhirnya penjelasan itu datang juga. Kamu bilang, bahwa mereka-mereka di luar sana banyak bicara soalku yang mendekati wanita sana-sini. Kata-katamu sungguh berhasil menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku yang mempercayai semua kata-katamu tanpa memperdulikan pemikiran picik orang di luar sana tak sanggup kau percayai. Bagaimana bisa aku yang memberikan diri ini sepenuhnya tak sanggup kau pegang kata-kata yang telah ia beri.

Logika yang sejelas itu tak mampu aku tunjukkan dengan lugas. Hanya terbalas dengan penjelasan pelan-pelan dariku untuk membuatmu benar-benar paham. Setidaknya, dengarkanlah apa yang keluar dari mulutku. Jika itu sulit, nilailah aku dari apa yang kau lihat bukan dari apa yang kau dengar. Aku percaya, kau sangat dewasa untuk wanita yang lebih mendengarkan omongan mereka-mereka yang murka daripada mendengarkan hati sendiri tuk bicara. Bukan aku melarang, tapi aku lebih menghargai kecewamu jika kau katakan, bukan diam lalu tinggalkan.


Sulit untuk kembali ke titik awal, bukan?


Ketika keadaan ini menghantam, jarak dekat yang sudah ku bangun benar-benar seolah hancur. Tapi tahukah hal yang paling membahagiakan setelah itu? Kamu tak menyerah untuk mencoba memperbaiki semuanya. Kita coba diskusikan semua masalah yang datang di malam yang panjang. Untuk pertama kalinya, aku berbincang di ponsel lebih dari dua jam lamanya. Terlalu nyaman untuk dihentikan, terlalu sayang jika hanya dibiarkan menjadi kenangan. Aku yang hanya diam mendengarkanmu bercerita tentang hidupmu, harimu, dan segala tentangmu. Aku yang seringkali terdiam, terkadang diperingatkan untuk lekas berbicara olehmu. Maaf, ternyata aku bukan lelaki yang banyak berbicara jika bersamamu. Aku lebih menikmati mendengarkan suaramu yang suatu hari nanti mungkin sulit ku dengar kembali.

Kamu bilang akulah satu-satunya yang sedang dekatmu untuk kau ceritakan tentang kehidupan pribadimu. Kamu bilang kamu nyaman dekatku. Hingga kamu katakan biarkan semuanya mengalir tanpa harus kita paksakan. Aku mengiyakan tanpa keraguan. Menjalin hubungan tanpa kejelasan adalah keahlian yang sudah berkali-kali aku jalankan.


Dan lebih dari itu,

kau berjanji untuk tak menyakiti hatiku seperti yang pernah ku rasakan berkali-kali.


Kelingkingmu sudah sampai dihatiku. Ku kunci rapat-rapat hingga ia tak tahu cara tuk kembali dan melukai hati. Biar ia diam disana, menepati segala janji yang sudah ia ucapkan sendiri. Aku percaya padamu, seutuhnya. Dalam selembar surat yang ku beri tentang pernyataan cintaku padamu, ku simpan seutuh hati yang pernah terlukai. Tak usah kamu perlihatkan pada siapa-siapa, biarkanlah kamu jadi penikmat satu-satunya.

Untuk mengenangmu dihatiku, itu sudah lebih dari kata cukup. Membiarkan namamu berlantunan dalam doaku. Tak usah kau ganggu, biar aku dan Tuhanku yang tahu, bahwa mencintaimu adalah hal yang harus benar-benar ku upayakan. Tak usah kau ragu, biar aku dan Tuhanku yang tahu, bahwa mencintaimu adalah percaya yang harus ku jaga mati-matian. 



----------------------------------------------

Dengan ini, aku nyatakan

dengan resmi

bahwa padamu,

aku sudah benar-benar

jatuh hati.

(Isi selembar surat yang ku berikan)

----------------------------------------------

Kata KamuWhere stories live. Discover now