Sorry, Key

147 29 1
                                    

Gelap. Hanya satu kata itu yang terlintas diotak gue, saat gue baru saja buka mata. Jujur gue gak tahu, sekarang gue ada dimana. Yang gue ingat terakhir kali, gue mabuk berat dikamar setelah ikut balapan liar. Dan gue baru ingat, apa penyebab gue bisa mabuk berat.

Setelah menang balap liar dengan cara mencelakai musuh gue, dan baru tahu kalau musuh gue adalah cewek yang gue suka, gue langsung tanjap gas pulang ke rumah. Tentu saja setelah gue dapat satu pukulan dimuka gue.

Sesampainya dirumah gue langsung matiin semua aliran listrik dirumah. Gue ambil 3 botol minuman keras di kulkas. Sampai dikamar, langsung gue teguk 2 botol alkohol tanpa henti. Dan setelah itu gue gak sadar.

Disini gelap. Bahkan gelap banget. Gak ada orang, gak ada benda, gak ada kehidupan selain gue sendiri. Disini kosong. Gue berusa untuk mengeluarkan suara tapi gak ada satu bunyi yang keluar dari mulut gu. Gue rasa, suara gue hilang, dan rasa panas ditenggorakan gue masih terasa. Bahkan kepala gue masih berdenyut hebat. Hingga tiba-tiba secercah cahaya putih datang, dan lama-lama semakin membesar hingga membuat mata gue silau.

"Al… Alvin…" 

"Loe… Loe siapa?" tanya gue lirih.

Gue gak tahu itu suara siapa. Jelas-jelas disini gak ada orang lain, selain gue sendiri. Gue masih menyesuaikan mata gue dengan cahaya itu. Hingga beberapa saat kemudian, seorang yang kini ingin gue datangi, sudah berdiri didepan gue.

"Key? Itukah loe?" gue berucap sembari berjalan mendekatinya. 

Gue seneng banget bisa ketemu Key. Dengan adanya Key disini setidaknya gue bisa pastiin Key selamat. Kurang lima langkah lagi gue sampai didepannya. Dan tiba-tiba kaki gue gak bisa gue gerakin lagi.

Didepan gue Key terlihat pucat, sangat pucat. Terlihat ada kantung mata dibawah kedua mata indahnya yang terlihat sayu. Bibirnya yang biasa berwarna ping ranum, kini berwarna putih pucat.Dengan pakaian rumah sakit, dan sebelah tangan kanannya yang tersembunyi dibalik tubuhnya yang terlihat agak… kurus?

Gak ada ekspresi diwajah Key. Yang malah buat gue khawatir banget terhadap dirinya. Tak berapa lama, Key mengeluarkan tangan kanannya yang sedari tadi tersembunyi. Saat tangan kanan Key terlihat semua, gue shok banget saat tahu Key memegang sebuah benda.

Key memegang benda tajam, benda yang biasa gue pakai buat nyakitin orang lain. Satu kata yang lagi-lagi terlintas diotak gue, pisau. Ya Key sedang memegang pisau dengan tangan kanannya. Apa yang mau Key perbuat dengan pisau itu?

"Key, apa yang mau loe perbuat dengan pisau itu? Letakkan pisau itu." perintah gue dan berusaha untuk menyeret kaki gue mendekati Key.

 Tapi tetap gak bisa, kaki gue terasa melekat kuat dilantai yang gue pijak ini. Key menatap lekat pisau yang sedang dia pegang. Dengan pandangan kosong dan masih terarah ke pisau, dia berkata.

"You want me to die? So now your request is granted."  kata Key.

Dengan gerakan berlahan Key mendekatkan pisau ke arah lehernya. Aksinya sukses buat gue takut setengah mati.

"No Key, no. I don't want that. I want you to live. Live with me." kata gue lirih

Key tertawa sedih merespon ucapan gue. Dan kini kedua matanya giliran menatap mata gue dengan sayu.

"Live? With you? Don't kidding me Alvin." Sergah Key sembari menurunkan kembali pisaunya.

Gue cukup lega saat Key menjauhkan lagi pisau dari lehernya. Menjauhkan dari kemungkinan-kemungkinan yang terlintas diotak gue. Gue tundukan kepala, gue masih berusaha buat mendekati Key.

Entah memang gue sudah gak bisa jalan apa gue masuk perangkap, yang pasti kaki gue benar-benar mati rasa. Gue tegakkan lagi kepala gue, saat gue kembali menatap Key, gue shok lagi. Ternyata Key memang berniat mencelakai dirinya.

"Stop Key. Jangan lakuin itu. Gue gak bisa bayangin Key, hidup tanpa adanya loe disisi gue. Gue mohon, jangan lakukan hal nekat itu. Itu bisa manyakiti gue." 

Entah sudah dari tadi atau enggak, pipi gue udah basah oleh air mata. Jangan kalian pikir gue cengeng. Seumur-umur, setelah kematian mama, baru kali ini gue nangis. Gue nangis cuma ke orang-orang yang gue sayang.

"Terus apa kabarnya loe bunuh Lillian? Apa loe pikir itu gak menyakiti gue?"

Gue diam membisu. Gua gak tahu ada hubungan apa Key sama Lillian. Dari nama orang tuanya, Key dan Lillian punya orang tua yang berbeda. Apakah Key san Lillian saudara sepupu?

"Plise…. Ampuni gue. Gue hilang kendali saat itu. Loe boleh kasih gue hukuman. Asal loe mau hidup lagi, bersama gue."

"Yang harus loe ingat, gue gak bakal hidup bareng sama seorang pembunuh kayak loe." tegas Key.

"Gu… Gue janji bakal berubah Key."

"Gue gak butuh omong kosong loe."

"Plise Key jangan lakukan itu. Jatuhkan pisaunya."

Key tetap mendekatkan pisaunya, menaruhnya tepat didapan lehernya. Dengan gerakan berlahan, pisaunya menggesek leher Key dengan melintang. Darah menetas dengan sangat deras. Baru sampai setengah leher, darah sudah membasahi baju bagian atas yang dipakai Key.

Gue semakin histeri. Tiba-tiba gue rasain sesak dihati gue. Gua gak bisa lagi liat ini. Ini sangat menyakitkan bagi gue.

"Key, plise stop it."

Pisau hampir sampai diujung leher. Wajah Key sudah memucat sempurna. Darah menetas dari leher ke tangan kemudian jatuh ke lantai. Saat pisau sudah sampai diujung leher, Key segera menjatuhkan pisau ke lantai. Gue berusaha lagi buat deketin Key. Hingga kemudian.

Bruak!

"Key! Key. No! No! No!"

Key gak merespon teriakan gue. Key sudah terbaring kaku dilantai. Gue coba paksain lagi kaki gue, dan akhirnya berhasil. Buru-buru gue dekati Key. Kepala Key gue taruh di paha gue. Dengan sangat cepat, darah menggantikan warna celana yang sedang gue pakai.

"Key bangun Key. Kelly!!"

Key hanya diam saja. Kedua mata Key melotot. Darah masih keluar dari sayatan dilehernya. Gue coba buat nutupin aliran darah itu dengan tangan gue. Tapi naas, tetap gak berhasil.

"KELLY!!..."




Gimana guys?😄
Lanjut? Eits jangan lupa
Vote sama comentnya ya😁
Love You All💖

Psychopathic Bad Boy [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang