Cinta Subuh Part 25

Mulai dari awal
                                    

"pulangnya berdua!" kata Harsi lagi.

"ha, nggak!" aku langsung menaikkan suara agak keras, membuat teman-teman sekelas agak fokus kepada kami. Tari meminta maaf dengan gesturnya kepada teman-teman sekelas kami.

"ah, gue liat kok, lu boncengan naik motor!" Kata Tari lagi, fix! Yang dilihat Tari adalah aku dan Angga, bukan Aku dan Arya. Karena tidak menghendaki kesalahpahaman yang berlarut, aku menjelaskan panjang lebar kejadian kemarin. Dari mulai ajakan Kak Arya, perkenalan dengan kak Lubna, kesulitan mendapat ojek daring, sampai kebetulan dipertemukan dengan Angga.

"oooooo" Harsi dan Tari bereaksi hampir bersamaan di akhir penceritaanku. "gue liat pas lo lewatin pancoran, Ra, boncengan!" kata Tari menjawab keherananku tentang informasi yang didapatnya," gila si, lo boncengan gak pake helm!"

"ya, kan dadakan ketemunya, terus, tau dari mana aku berangkat sama Kak Arya?" tanyaku

"biasalah, gosip!" jawab Tari.

"seriusan, Tar," aku makin penasaran.

"kita denger yang agak gak enak, tapi Ra jangan marah ya?" jawab Harsi, sepertinya dia juga tahu, "di seminar kemarin juga ada Prof Halex sama Melly, terus Melly tadi pagi cerita, Ra lagi ke sana sama Arya berdua"

"gak gitu doang, dia bilangnya begini, 'si Ratih itu ternyata alim kemasannya doang, dia nempel-nempel lho sama Kakak Tingkat!' gile gak? Bigos!!" timpal Tari melengkapi cerita

"ya Allah.."

"pukul, Ra?" Tari memberi ide ekstrim

"apaan si, Tar," aku menolak mentah-mentah, meski yakin ide Tari hanya candaan, "yang penting kan kalian tabayyun ke aku"

"apaan tuh?" tanya Tari

"itu fitur istimewa orang Islam, Tar, ada di Al-Qur'an, artinya klarifikasi kalau ada berita yang datang"

"wuih, kitab lo ngajarin gituan?" Tari mendadak bersemangat, kali ini semangat positif, bukan semangat gebugin Melly.

Harsi mengangguk mengiyakan, "iya Tar, ada, jadi kalau ada berita datang, jangan langsung dipercaya!"

"coba itu dilakuin ya sama semua orang Islam, damai kayaknya dunia, gak ada tuh, Hoax nyebar dimana-mana!"

Aku dan Harsi saling pandang, agak miris. sedih. Yang dibilang Tari benar, seandainya orang Islam mengaplikasikan Tabayyun setiap menerima berita, maka fitnah tak akan merajalela, maka persaudaraan tak akan mudah dipecah belah.

"oke, terus, kok lo bisa segampang itu percaya sama orang?" tanya Tari, merujuk pada cerita aku dibonceng Angga, "kalo diculik gimana?"

"yaa..kan gak diculik," jawabku

"tapi ini kita bahas lo Ra, Ratih, Radinka Atika Wafiah, gak pernah pacaran, gak mau bersentuhan sama lawan jenis yang bukan...bukan apa namanya?"

"mahram," Harsi membantu menejelaskan

"iya, itu! kan bukan lo banget, Ra!"

"aku ditolak terus sama ojek, bingung pulang gimana, pikiranku waktu itu ya cuma gimana bisa pulang aja,"

"bener langsung pulang?" mata Tari mendelik, kelihatan jelas sedang mengorek sesuatu. Karena menurutku tidak ada yang perlu disembunyikan dari kedua sahabatku, aku menceritakan semuanya, lagipula aku memang langsung di antar pulang. Jadi kupikir tidak ada masalah.

"bentar, Ra, berarti dia tau rumah lo?"

"iya, dia tau rumah Ratih, dong?" Harsi menimpali

"iya!" aku menangguk yakin.

Cinta SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang