Cinta Subuh Part 18

3.9K 165 5
                                    


Hai! Assalamualaikum wa rahmah! teman-teman daring yang setia membaca novel Cinta Subuh! Alhamdulillah, Novel Cinta Subuh sudah berhasil terbit cetak. untuk teman-teman yang nggak sabar membaca Cinta Subuh sampai selesai, bisa langsung memesan di toko daring semacam Shopee, Tokped, dan kawan-kawan. atau kalau sedang jalan-jalan, bisa mampir ke toko buku kesayangan teman-teman untuk mendapatkan Novel Cinta Subuh!!

Oh iya, saya sedang menulis judul baru, "Mengejar Halal" dan "Terlambat" InsyaAllah akan saya tulis di Wattpad juga, mohon dukungannya.

sapa saya di akun instagram : @aliifarighi

Selamat membaca!!!

RATIH

Yang paling tidak kusukai dari perkuliahan yang selesai lebih cepat, adalah harus pulang dan kembali berakrab-ria dengan kesepian dan kesendirian. Sebenarnya bukan hal baru, Sudah empat tahun sejak kepergian Abah dan Ibuk kembali kepada Tuhan, tapi tetap saja aku tidak terbiasa menghadapi kesepian. Sendirian di rumah ketika Bang Sapta dan Kak Septi masih terbenam dalam kesibukan di luar rumah cukup untuk membuatku mengalami kesepian akut berkelanjutan.

Kak Septi dan Bang Sapta sedang melakukan sesi pemotretan untuk produk terbaru mereka, Hijab For Men. Kata Bang Sapta, itu adalah kemeja dengan panjang sedikit di atas kemeja umumnya, fungsinya untuk salat, sehingga ketika ruku' seorang pria tidak akan memperlihatkan pinggul bagian belakangnya secara tidak sengaja kepada jamaah lain di belakangnya. Waktu kuprotes dan kutanya, "sama aja kayak baju koko, Bang!" Bang Sapta menjawab, "beda, ini namanya Hijab For Men! Penggunaan nama untuk brand itu penting, Ra, beda nama bisa menghasilkan pasar yang berbeda juga!" yap, he's smart! Yang paling kubanggakan dari Abang yang lebih sering mendengar pendapat orang lain dibanding adiknya sendiri itu adalah keinginannya untuk terus belajar dan mengaplikasikan apa yang dia pelajari, proud of you, brother!

Foto-foto keluarga yang terpampang di sekitar dinding rumah berhasil membuat sepi semakin kuat menghampiri, aku berjalan menaiki anak tangga menuju kamarku yang berada di lantai dua. Di saat seperti ini baru terasa, rumah kami terlalu besar.

Seprai berwarna putih dengan corak bunga anggrek berwarna biru cerah seakan mengajakku segera merebahkan diri dan melepas lelah seharian dan yang lebih utama tidur untuk menghindari kesepian. Tapi kewajiban tetap harus di dahulukan, hari ini tugasku menyiapkan makan malam.

Aku memasukkan paprika merah dan hijau ke dalam wajan yang berisi tumis daging dan Saus Lada Hitam yang baunya sudah semerbak memenuhi dapur. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, sebentar lagi adzan isya berkumandang dan kalau tidak macet, harusnya Sapta dan Kak Septi sebentar lagi akan sampai rumah dengan selamat.

Tradisi lain yang dilestarikan dalam keluarga kecil kami adalah bergantian memasak makan malam. Tentu saja yang paling dinanti adalah giliran Kak Septi yang punya kemampuan masak setara Executive Chef di Bjorn Frantzen, restoran bintang Michelin di Swedia, dan yang paling tidak dinanti adalah giliran Bang Sapta. giliranku? Aku cukup percaya diri dengan kemampuan memasak Sapi Lada Hitam dan sup iga ala Ratih, tapi diluar itu, Radinka Atika Wafiah adalah seorang pemula.

"Assalamualaikum" Suara salam lembut Kak Septi diikuti bunyi pintu terbuka terdengar sampai dapur.

"Waalaikumusalam," jawabku sambil melepas celemek setelah sukses menghidangkan nasi hangat dan sapi lada hitam dengan cantik di atas meja makan.

Kak Septi dan Bang Sapta memasuki ruang makan, kucium punggung tangan mereka seperti yang biasa kulakukan.

"Wuihh, Sapi lagi!" kata Bang Sapta, entah menghina karena masakanku itu-itu saja, entah senang karena dia menyukai rasanya.

Cinta SubuhWhere stories live. Discover now