Dua Puluh Satu

1 0 0
                                    


Kita ini orangtua, tapi bukan berarti kita berkuasa untuk hidup anak-anak kita

------

Vania memeluk Nessa saat ia bertemu setelah sekian lama. Ada banyak orang lainnya yang berkumpul setelah ada ibadat peringatan tiga tahun kematian Bobby, putra tunggalnya. Vania juga tak lupa memberi salam pada ibu Nessa yang kini sudah duduk di kursi roda setelah terserang stroke, tak lama setelah kepergian Bobby. Vania tidak pernah menjalin relasi dekat dengan orang lain selain dengan rekan bisnisnya. Kakak Nessa merupakan teman SMA Vania sekaligus partner bisnisnya saat ia merintis perusahaannya untuk pertama kalinya. Karena itu, Vania sering bertemu dengan Nessa dan ibunya. Saat itu, Renata dan Bobby juga merupakan teman dekat sehingga Vania sedikit banyak mengenal Bobby. Meski ia sempat terkejut dan marah ketika melihat Renata begitu terpukul atas meninggalnya Bobby, ia harus mengakui jika ia tidak akan sanggup berada di posisi Nessa. Putra tunggalnya yang ia cintai, ia banggakan, yang selalu tersenyum ramah dan hangat pada setiap orang, tiba-tiba saja pergi dengan cara seperti itu.

"Apa kabarmu? Sudah lama sekali aku tidak melihatmu bersama dengan kak Andin."

"Andin dan aku sama-sama sibuk sekarang. Ku dengar, Andin berencana membuka anak perusahaan di Singapore."

"Benar. Dia memintaku untuk membantunya karena Australia dan London saja sudah cukup merepotkan baginya."

"Ide yang bagus. Aku tahu selera fashion-mu juga sama dengannya."

Nessa tertawa kecil.

"Aku bertugas untuk mengurus mama. Anak bungsu memang sudah seperti itu tugasnya dalam keluargaku."

"Tapi tidak ada salahnya mencoba. Kita jadi bisa saling berdiskusi dan bertemu jika kamu memang akan memegang perusahaan itu."

"Aku meminta waktu untuk mempertimbangkan itu, kak."

"Ngomong-ngomong, apa kabar Renata? Aku sudah lama sekali tidak bertemu dengannya."

"Dia sedang menjalani sesi terapi bersama dengan seorang psikiater di Rumah Sakit," ujar Vania jujur.

"Terapi? Ada apa dengannya?"

Vania kemudian menceritakan apa yang terjadi dengan Renata. Ia juga menceritakan tentang trauma yang dimiliki Renata karena harus kehilangan Bobby dan Ken dalam waktu berdekatan. Nessa tampaknya kaget tapi terlihat begitu berempati pada Vania. Cerita ini pasti mengingatkannya akan Bobby, putra tercintanya.

"Menjadi orangtua kadang membuat kita kehilangan kendali, kak. Rasa cinta kita yang begitu besar membuat kita berpikir jika seluruh dunia harus jadi milik anak-anak kita. Kita menyebutnya sebagai kepedulian ketika kita merasa jika anak-anak kita harus jadi yang terbaik dan paling tangguh di dunia ini. Kita lupa bahwa mereka juga manusia yang punya keinginannya sendiri, mereka harus belajar sendiri tentang hidup ini, bukan karena dikte kita."

Nessa terdiam sejenak, mencoba mengendalikan perasaannya yang tiba-tiba menyesakkan.

"Aku tidak bisa menolong anakku. Aku tidak bisa membantunya terlepas dari tekanan itu. Aku bahkan tidak tahu jika rasa cintaku sebagai orangtua ternyata bisa membunuhnya. Anak itu menangis dalam pelukanku saat masih seorang bayi merah. Ia lahir dari rahimku. Lalu, bertahun selanjutnya dia ada dalam pelukanku, tidak lagi menangis dan tidak bernapas lagi. Ia masih 16 tahun saat itu. Ia hanya ingin kebebasan. Aku bisa memberikannya rumah ini, harta, bahkan seluruh dunia ini jika dia ingin. Tapi aku bahkan tidak bisa memberinya kebahagiaan, kelegaan, dan kebebasan."

UndercoverWhere stories live. Discover now