"AKU BISA MATI!"

Au ah.

"Bro," Ango ikutan berjongkok, "Tanggung jawab sebagai pria. Kau sudah ngirim surat begitu, lho."

"A-Aku gak tau apa yang akan kubicarakan nantinya!"

"Bersikap biasa saja dong! Toh, Akutagawa mengenalimu. Kalian pernah ngobrol panjang juga!"

"S-Saat itu aku sedang mode emo! A-Apa aku depresi lagi saja supaya Akutagawa-senpai melihatku...."

"Yah, sekarang kau sudah depresi karena tidak bisa ngobrol dengannya kan?" Odasaku lelah. "Pokoknya, sana cepatan!"

"Uwah!"

Dazai terlempar oleh Odasaku dan Ango. Iya, dilempari, bukan didorong. Pantatnya langsung bertemu dengan tanah, dia berteriak kesakitan. "SIALAN KALIAAANN!!"

"Dazai-kun...?"

Deg! Dazai tiba-tiba serangan jantung. Ketika dia masih mengelus pantatnya yang sakit dengan tidak elitnya, seorang pria dengan rambut panjang mempesonanya, menatap Dazai dengan mata biru yang kelihatan cemas. Pria itu menundukkan sedikit tubuhnya dan bertanya, "Kau tidak apa-apa?"

"S-Saya tidak apa-apa, Senpai!" ucap Dazai dengan suara melengking gugup. Dia segera bangkit dan berdiri tegap, seolah pemimpin upacara bertemu dengan pembina upacara. "M-Maafkan saya!"

Akutagawa terkekeh pelan, "Tidak perlu sesopan itu."

"B-Baik!"

Akutagawa tersenyum melihat Dazai. Dia sadar mata cerah berwarna kuning itu sama sekali tidak berani menatapnya, berkali-kali melihat yang lain dan wajah Dazai nyaris semerah rambutnya. "Jadi, apa hal yang ingin kau bicarakan?"

Sekrup otak Dazai tiba-tiba lepas. "A-Apa, a-apa..! Apa, ya? E-eh...!"

Dazai gugup setengah mampus. Gerakan tubuhnya juga kikuk, dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Akutagawa menunggu jawabannya dan dia tidak bisa menjawab apa-apa.

"A-Aku...." Dazai berkata dengan suara pelan. Akutagawa masih menunggu jawaban.

"Aku...tidak...tahu...," ucap Dazai sambil akhirnya menangis.

"Yah." Ini Ango.

"Yah...." Ini Oda.

"...pfft," Akutagawa terkekeh.

"U-ugh, Senpai menertawakanku..." gumam Dazai pelan dengan gemetaran.

"Kalau tidak ada hal yang dibicarakan, aku akan pergi," tidak disangka Akutagawa tiba-tiba bersikap tegas. "Hal penting apa yang ingin kau bicarakan?"

"Ugh!" Dazai merasa tertusuk peluru. Tiba-tiba dia gemetaran ketakutan, dari tadi juga sudah gemetaran sih, tapi kali ini dia gemetaran karena rasa takut, "A-Ah,"

"Hm?"

"Maafkan saya, Senpai!" Dazai berteriak, sukses mengagetkan sekitar. "Saya selama ini membuntuti Senpai! Kemungkinan besar saya menganggu Senpai! Tidak, saya pasti membuat Senpai merasa tidak nyaman di sekolah!"

"Tunggu, Dazai-kun, volume suaranya-"

"Tapi saya tidak membuntuti Senpai di luar sekolah! Saya bisa menjamin rahasia pribadi Senpai tidak saya bocorkan kepada pihak yang tidak-tidak!"

"E-Eh?" Apa maksud bocah ini.

"Saya hanya mengagumi Senpai! Saya ingin mengobrol dengan Senpai! Saya ingin berteman dengan Senpai, tapi saya takut dan segan pada Senpai! Makanya saya melakukan hal seperti itu!"

"Dazai-kun-"

"Karena itulah, maafkan saya!!"

Dazai berlutut meminta maaf, sukses membuat Akutagawa kebingungan harus membalas apa. Odasaku dan Ango yang menonton dari jauh hanya bisa cengo saja. Setidaknya mereka lega kalau Dazai sudah berani mengungkapkan perasaannya.

Sekarang, apa reaksi Akutagawa....

Dazai masih berlutut dan menundukkan kepala. Dia bisa mencium aroma rumput dekat sana. Telinganya mendengar suara gesekan sepatu dan dedaunan kering di dekatnya, Akutagawa berjalan mendekatinya. Dazai tidak berani melihatnya, dia hanya menutup matanya dengan erat.

Dia menerima sebuah tepukan di kepala, kemudian perlahan dia mendapat elusan. Elusan yang dirasakan sama dengan elusan yang dirasakannya ketika di atap dulu. Dazai memberanikan diri mengangkat wajahnya, menatap ke arah Akutagawa yang tengah berjongkok sambil tersenyum padanya.

"Anak pintar. Akhirnya kau mengungkapkan perasaanmu, Dazai-kun," ucap Akutagawa sambil mengelus rambut Dazai. "Kalau kau tidak berbicara padaku, aku tidak akan tahu apa maumu. Terima kasih,"

"T-Tidak! Untuk apa Senpai berterima kasih padaku?! Aku tidak melakukan apa-apa!"

Akutagawa hanya membalasnya dengan senyum, "Tapi Dazai-kun berani mengaku dosa, ya. Jadi, selama ini Dazai-kun membuntutiku terus di sekolah? Informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan tentangku, hm?"

"Geekk!" Dazai mengeluarkan teriakan aneh. Iya juga, dia baru saja mengungkap seluruh kejahatannya. "Maafkan saya!!"

"Lain kali tidak boleh melakukan hal seperti itu lagi ya. Itu tidak sopan, lho."

"B-Baik...."

Akutagawa berdiri, "Lain kali tidak perlu melihatku dari jauh. Sapalah aku, mengerti?"

"E-eh, tidak apa-apa, Senpai...?"

"Tentu saja. Apa salahnya dengan itu? Lebih baik daripada kau selalu membuntutiku,"

Dazai tersenyum senang. Di mata Akutagawa, dia terlihat seperti anak kecil yang baru saja diberikan hadiah baru oleh orang tuanya. "Baik! Mohon bantuannya, Akutagawa-senpai!"

"Oh iya, aku belum berkenalan dengan baik padamu, ya." Akutagawa mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

"Namaku Akutagawa Ryuunosuke. Salam kenal, Dazai-kun."

Bungou To Alchemist -Drabble-Where stories live. Discover now