Our Direction: The Phsycopath - 2

10.2K 756 23
                                    

Part 2

Lima pria itu saling menatap satu sama lain. Niall, Liam, Louis, Zayn, dan Harry telah sampai si kantor NY Investigation. Mereka sama-sama bertanya pada diri masing-masing, kenapa ada empat pria asing dihadapanku?.

"Selamat datang untuk kalian semua" sapa Paul ramah. Louis melihat Paul, lelaki itu sudah tau bagaimana sifat asli Paul. Louis tertawa dalam hatinya melihat Paul seperti itu.

"Bagaimana dengan perjalanan kalian? apa melelahkan?" Tanya Paul berbasa-basi.

Niall memutar bola matanya. Niall tidak suka dengan orang yang berbasa-basi. Diantara mereka tidak ada yang menyahut Paul.

"Baiklah, langsung saja. Kalian diperintahkan oleh Presiden untuk menangani kasus ini. Kalian pasti sudah tahu apa kasus tersebut. Kalian juga akan bekerja sama dengan Lilly Kensbrook"

Mereka berlima tambah bingun sekarang.

Bukannya hanya diriku yang akan bekerja sama dengan Lilly?, kata mereka dalam hati masing-masing.

"Maria tidak bilang kalau kita akan dikumpulkan seperti ini" kata Harry menatap Paul. Paul hanya tersenyum kecut.

"Lilly bahkan tidah tahu bahwa dia akan bekerja sama dengan kalian. Apakah seorang agen penting mengetahui siapa partner mereka? seorang agen harus bisa menyesuaikan diri dengan cepat" balas Paul.

"Itu penting. Bagaimana jika partner kita adalah orang yang kita cari itu?" timpal Niall.

Skakmat.

Paul menelan ludahnya sendiri, jika mereka anak buahnya sudah pasti Paul akan membentak mereka seperti dirinya biasa membentak Lilly.

"Jadi, kapan kita mulai bekerja?" tanya Liam mengalihkan topik pembicaraan.

Paul tersenyum pada Liam. Niall langsung menahan tawanya ketika melihatnya.

"Sepertinya kau bersemangat sekali Mr.Payne. Sebentar lagi Lilly akan datang" jawab Paul, sambil melihat kearah luar jendela. Paul sudah melihat motor Lilly memasuki lapangan parkir kantor.

***

Lilly mengendarai motornya dengan kecepatan standar seraya memikirkan masalah Gedung Putih. Lilly masih tidak habis pikir bagaimana bisa keamana Gedung Putih disusupi seperti itu?. Lebih parahnya lagi, setelah Lilly melihat rekaman cctv detik-detik sebelum kejadian, tidak ada hal yang mencurigakan. Tidak ada orang yang lewat disektar sumber ledakan. Untung saja Presiden sedang tidak ada di tempat. Kalau tidak, sudah pasti orang yang ingin membunuh Presiden itu sedang tertawa terbahak-bahak melihat berita tentang kematian Presiden.

Lilly mencabut kunci motornya lalu menaikkan kacamata hitamnya keatas kepalanya. Lilly berjalan memasuki kantornya sambil memainkan kunci motornya.

"Ahh, Lilly!" Tegur Kevin, saat melihat Lilly melewati meja resepsionis lantai 5.

"What's up?" balas Lilly memberhentikan langkahnya saat mendengar Kevin menegurnya.

"Ke ruangan Paul sekarang! Kalau tidak, aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan padamu. Bisa-bisa dia mengeluarkan kata-kata yang lebih kasar jika kau tidak ke ruangannya sekarang" jawab Kevin kemudian membenarkan posisi kacamatanya.

Lilly tidak terlalu terkejut mendengar ucapan Kevin barusan, dia sudah biasa dibentak dan dimaki-maki oleh Paul.

"Pastikan aku orang pertama yang tertawa saat dia mati" balas Lilly. Kevin langsung tersenyum, lalu Lilly melanjutkan langkahnya menuju ruangan Paul.

"Aku yang akan menjadi saksinya" teriak Kevin menanggapi. Lilly mengacungkan jempolnya ke udara.

Lilly membuka pintu ruang kerja Paul. Kemudian Lilly disambut oleh lima sosok pria yang tampak tidak asing bagi Lilly. Ya, Lilly tahu siapa mereka semua.

Our Direction [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang