Bagian 14 : Ayo Nikah

5.4K 867 404
                                    

Selepas ibunya pulang, Chris jadi memikirkan banyak hal di kepalanya. Dia hanya duduk diam di kursi makan, sembari memperhatikan Minho yang sedang bermain dengan Jeongin di sofa. Dia kembali memikirkan perkataan ibunya tadi.

"Kamu butuh dia di hidup kamu."

Chris ragu. Apa benar, dia butuh Minho di hidupnya?

Memperhatikan Minho sekali lagi, Chris kembali mengingat perkataan Changbin tempo hari.

"Bisa masak, bisa jaga anak, udah calon pendamping yang pas banget buat temenin lo, Mas."

Calon pendamping, ya? Chris tersenyum sendiri memikirkannya.

"Chan, kamu akan nyesel kalo lewatin dia begitu aja."

Menyesal? Benarkah kata ibunya?

Chris coba memperhatikan Minho dan Jeongin sekali lagi. Melihat keduanya berbagi tawa seperti itu berhasil mengundang senyumnya. Dia baru menyadari sesuatu.

Jeongin benar-benar terlihat bahagia saat bersama Minho, dan Minho terlihat sangat bercahaya saat bersama Jeongin. Meski Chris tidak tau isi hati keduanya, tapi mereka jelas memberikan pengaruh yang besar pada satu sama lain.

Minho memberi pengaruh yang besar pada Jeongin, sama halnya dengan bagaimana dia memberi pengaruhnya pada Chris. Chris tidak tau kalau dia membutuhkan orang lain untuk membantunya merawat Jeongin, sampai Minho hadir dan melengkapi semuanya. Hebatnya, Minho hanya butuh tujuh hari untuk itu. Untuk menyadarkan Chris kalau dia tidak harus melakukan semuanya sendirian.

Masih dengan senyum di wajahnya, Chris melangkah menuju sofa dan mengambil duduk di samping Jeongin. Dia makin tersenyum saat melihat Minho asyik mengobrol dengan putranya itu. Mereka sempat bertemu tatap, tapi Minho segera menunduk malu, mungkin karena teringat kejadian semalam, dan Chris hanya terkekeh meresponnya. Dia jadi terpikirkan sesuatu.

Benar kata ibunya. Chris akan menyesal kalau sampai melewatkan Minho begitu saja.

"Minho,"

"Iya, Mas?"

Benar. Chris hanya perlu bertanya. Dia hanya perlu menatap mata Minho dan bertanya. Masalah jawabannya sesuai yang diharapkan atau tidak, itu urusan nanti. Dia hanya perlu bertanya saat ini.

"Kamu mau jadi papanya Ayen?"

Celetukan Chris barusan berhasil membuat Minho terkejut juga bingung, diiringi rona merah yang menjalar perlahan dari pipi sampai telinganya.

"Temani saya jaga Ayen, sampai maut memisahkan kita nanti, kamu mau?"

Minho masih terdiam bahkan saat Chris kini sudah berlutut di hadapannya. Dia menatap ragu mata Chris yang tengah menatapnya. Sungguh. Jantungnya berdebar cepat saat ini.

"Saya mau jujur, Minho." Chris memegang kedua tangan Minho dan mengusapnya pelan. "Kamu bikin saya sadar, kalo saya ga harus lakukan semuanya sendirian." dia menatap Minho lagi dan kembali dibuat tersenyum saat melihat wajah Minho yang memerah.

"Saya butuh kamu. Saya mau kamu, Minho." Chris menatap dalam. "Saya mau kamu ada di rumah ini. Saya mau kamu yang melengkapi keluarga ini. Saya mau kamu jadi bagian besar di hidup saya."

Minho gugup. Dia melirik sekilas ke telinga Chris yang memerah. Pasti ayah satu anak itu juga sama gugupnya.

Chris menunduk dan terkekeh sendiri mengingat pikirannya. "Mungkin aneh duda anak satu kayak saya ngomong gini ke kamu," dia kembali menatap Minho, "tapi saya mau serius sama kamu."

Minho cukup yakin kalau tangannya berkeringat sekarang dan Mas Chris masih memeganginya. Minho harusnya melepasnya, tapi dia tidak bisa. Dia butuh pegangan saat ini.

✓ | Lego House +banginhoWhere stories live. Discover now