Ucap Jimin sambil terkekeh kecil. Berdiri dengan susah payah sembari menepis darah yang keluar dari sudut bibirnya itu.
"Apa itu teman? Tidak ada yang namanya teman di dunia ini. Sebaik apapun seseorang denganmu, pada akhirnya mereka semua akan pergi setelah tahu kekurangan mu."
"Lalu? Kau pikir Sohyun juga begitu?"
"Aku tidak perduli. Dia membayarku, dan aku memberinya morfin. Selesai. Aku tidak perduli apa yang terjadi selanjutnya. Lagipula jika kau menggunakannya dengan dosis yg benar maka--"
"Tutup mulutmu brengsek. Apa kau manusia? Apa kau tidak perduli sedikitpun dengannya? Kau hampir membuatnya kehilangan nyawa hanya demi uang yang tidak seberapa itu?"
"Ya, tidak seberapa bagi orang kaya seperti kalian. Tapi bagiku--"
"Kau pikir uang bisa membuatmu bahagia?"
"Lalu kau pikir, jika tidak dengan uang itu, bagaimana aku bisa hidup? Membayar semua hutang ayahku dan memberi ibuku makan?"
"Lalu apa kau harus mengorbankan nyawa seseorang untuk membuatmu tetap hidup?"
Jimin terdiam disana. Pertanyaan Jungkook kini memenuhi otaknya, berusaha untuk terus melawan perkataan lelaki itu namun tidak ada yang bisa ia katakan.
"Jika saja ambulans tidak datang dengan cepat tadi malam, ia sudah tiada sekarang. Apa kau pikir setelah ia mati kau bisa tetap hidup?"
Jungkook menahan tangannya. Berusaha untuk tidak kembali memukul lelaki itu, sungguh ia benar-benar kesal saat bayangan wajah Sohyun kembali muncul di kepalanya.
"Kumohon, jangan menambah takdir buruknya lagi."
Jimin termenung disana. Kembali terlintas sejenak senyum getir Sohyun saat bertemu dengannya tadi malam. Ia tahu wanita itu sedang menderita, ia tahu wanita itu butuh seseorang untuk mendengarkan keluh kesahnya.
Ia tidak tahu kenapa rasa sesak itu memenuhi dadanya, memikirkan bagaimana wanita malang itu kini terbaring lemah di rumah sakit. Mendesak air mata keluar perlahan, hingga suara bel sekolah menghancurkan lamunannya.
Sedikit terkejut saat sadar Jungkook tidak lagi ada di hadapannya. Hanya tinggal dirinya yang kini dipenuhi perasaan bersalah.
• • •
"Kau tidak makan?"
Tanya Jibeom saat sadar bahwa Taehyung tidak menyetuh Teokpokki nya sedikitpun. Hanya termenung disana, memandang ke arah jalan yang kosong.
"Ah, aku tidak lapar."
"Dasar bodoh, kalau begitu kenapa kau memesan?"
Gumam Jibeom sambil kembali menghabiskan makanannya, tidak bisa tenang karna wajah Taehyung terlihat aneh sekali.
"Kau bilang kakak laki-laki mu sakit? Apa kau khawatir?"
"Hm? Ya, begitulah."
"Aku tahu, dulu juga saat kakak ku kecelakaan aku tidak bisa tenang."
Tidak ada jawaban dari Taehyung, ia hanya membuang nafas kasar, masih tidak mengalihkan pandangannya.
"Kalau begitu lihat kakak mu sekarang, aku bisa pulang sendirian ke asrama, jangan khawatir."
"Ah, tidak. Tidak perlu. Habiskan makananmu, ayo pulang."
"Kim Taehyung. Kau melamun sejak tadi. Bagaimana jika nanti saat kelas tari kau justru melamun? Kau mau mati? Lebih baik temui kakak mu sekarang, dengan begitu kau akan merasa sedikit lebih tenang."
"Jibeom--"
"Bibi, aku sudah selesai." Ucap Jibeom sambil menaruh uang di bawah piring makannya. Menepuk kecil pundak Taehyung sebelum benar-benar pergi dari sana. Meninggalkan Taehyung yang masih berkutat dengan pikirannya.
'Kim Sohyun, apa dia baik-baik saja?'
• • •
Matanya menatap nanar ke arah pintu yg berwarna gelap itu. Berpikir untuk kesekian kalinya apa ia harus memencet bel atau tidak. Hingga akhirnya tanpa sadar memberanikan diri untuk memencet bel, menunggu reaksi seseorang dari dalam rumah.
Namun nihil.
Taehyung menunduk lemas setelah 5 menit tidak mendapatkan jawaban apapun dari dalam sana. Ia tahu Sohyun pasti kini tengah terbaring lemah di rumah sakit, entah kenapa ia justru berdiri melamun di depan rumah wanita itu.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Suara serak seorang lelaki membuyarkan lamunan Taehyung. Tersentak saat tahu bahwa Jeon Jungkook kini ada dihadapannya, menatap dengan dingin.
"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan disini?"
Jawab Taehyung dengan melempar balik pertanyaan itu. Membuat Jungkook berdecih kesal.
"Kenapa? Kau mencarinya? Kau terlambat."
Jantung Taehyung berdegup kencang. Memastikan semua pikiran buruk di kepalanya hanyalah khayalan belaka. Sebelum memastikan sesuatu pada Jungkook.
"Kim Sohyun. Apa dia baik-baik saja?"
"Sudah kubilang kau terlambat. Jadi pergi dari sini dan jangan kembali."
Jungkook mendorong bahu Taehyung kasar. Mencoba untuk masuk ke rumah Sohyun sebelum Taehyung menahan tangannya.
"Apa maksudmu aku terlambat? Dia baik-baik saja?"
"Dia pergi."
Taehyung terdiam. Matanya bergetar dengan genggaman tangan yang melemah. Jantungnya berdegup kencang seperti ingin meledak dan lenyap.
"Jangan bercanda Jeon Jungkook."
"Kenapa? Kau mulai perduli? dari mana saja kau selama ini? Pura-pura buta di atas penderitaan pacarmu sendiri?"
"Jangan ikut campur dengan urusanku Jeon."
"Itu yang harus aku katakan padamu. Jangan ikut campur lagi dengan urusan Sohyun. Dia sudah cukup menderita, dan menjalin hubungan denganmu hanya menambah penderitannya."
Taehyung terdiam. Tersentak saat suara Jungkook semakin serak, lelaki itu hampir saja menangis. Dan itu membuat Taehyung kembali berpikir--
'Apa Sohyun benar-benar sudah..tiada?'
"Kumohon. Jangan pernah kembali lagi dalam hidupnya."
[ ]
Uhm, hi..
Aku gak tau kalian masih baca ff ini atau enggak, tapi buat kalian yg nunggu aku minta maaf 😭
Aku gak janji bisa update cepet tapi aku bakal usaha buat update ㅠㅠㅠ
Mian..
ŞİMDİ OKUDUĞUN
• ALONE •
Hayran KurguKesepian, dan sendirian. Senjata kehidupan mematikan yang sering kali berakhir membuatmu membenci dirimu sendiri. Sohyun hanya ingin seseorang ada untuknya, namun ia tak pernah tahu bahwa kehadiran seseorang dalam hidupnya mampu membawa kebahagiaan...
• Please •
En başından başla
