Seorang wanita yang tak lagi muda terus menggenggam tangan seorang putri yang sangat dicintainya yang kini terbaring lemah tak berdaya, seorang gadis kecilnya yang akan terus menjadi gadis kecilnya selamanya.

Bibirnya tak henti-hentinya memanjatkan doa-doa untuk keselamatan anaknya, sesekali dirinya pun mengajak bicara anaknya yang koma itu disela doa-doanya.

Kedua mata wanita paruh baya itu sudah membengkak karena air mata yang tak bisa dibendungnya, hatinya hancur melihat gadis muda di depannya kini tengah memperjuangkan hidupnya dalam keadaan tidak sadarnya.

Gadis itu sangat cantik, meski di wajahnya kini terpasang masker oksigen untuk membantunya tetap bernafas, namun itu tidak mengurangi kecantikan wajahnya yang terlihat polos tanpa dosa. Tubuhnya terlihat sangat kuat seperti biasanya, meski kini banyak alat-alat medis yang harus menempel pada tubuhnya.

Putih, bersih, wajahnya terlihat damai dalam tidurnya, matanya masih saja terpejam dan tidak ada yang tau kapan gadis itu akan bangun dari lelap tidurnya.

"Eommoni.. eommoni belum makan apapun, Yeji akan ke kantin rumah sakit. Yeji akan belikan eommoni makanan." tiba-tiba seorang gadis jangkung itu meletakkan tangannya dengan lembut di pundak wanita paruh baya itu.

Wanita paruh baya itu tidak terkejut dengan kehadiran gadis itu, karena memang di ruangan itu dirinya tidak sendirian. Nyonya Shin tetap setia ditemani oleh Yeji, sementara Chaeryeong dan Yuna sedang berada di luar sekarang.

"Yeji-ah.. jangan keluar. Eommoni tidak mau Yeji dilihat wartawan." sahut nyonya Shin memegang tangan Yeji yang ada di pundaknya.

"Tapi eommoni.."

"Eommoni baik-baik saja, Yeji geogjeongma heum." sahut nyonya Shin yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala gadis berparas cantik itu.

Lalu kemudian tiba-tiba Yeji menundukkan kepalanya, "Eommoni, Yeji minta maaf.. seandainya Yeji dan Ryujin tidak mengambil project kemarin, Ryujin pasti akan baik-baik saja."

Ibunya Ryujin yang melihat Yeji kembali meneteskan air matanya segera memeluk gadis itu, nyonya Shin mengusap-usap punggung Yeji mencoba menenangkan gadis bermata sipit itu yang kembali menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa mereka semalam.

"Yeji-ah.. hajimara.. jangan menyalahkan diri lagi. Yeji tidak salah, dan tidak ada yang salah disini." ucap nyonya Shin terus menenangkan Yeji.

"Eommoni, katakan pada Yeji kalau kutukan shooting itu tidak ada, eommoni." ucap Yeji dengan nada bergetar.

"Kutukan itu tidak ada kan, eommoni?" tanya Yeji mulai histeris dengan air matanya yang sudah tumpah tak tertahankan.

Nyonya Shin tidak menjawab pertanyaan gadis itu, wanita paruh baya itu hanya terus memeluk Yeji erat meski dirinya pun tidak bisa membendung air matanya yang kini sudah jatuh membanjiri kedua pipinya itu.

Nyonya Shin mengerti perasaan seorang Hwang Yeji, gadis yang sudah dianggapnya anak ini sangat terpukul dengan keadaan yang menimpa mereka. Sungguh sangat berat bagi gadis bermata sipit itu, Yeji menyaksikan langsung dengan mata kepalanya sendiri saat Ryujin terkapar bersimbah darah tidak berdaya di pelukannya. Dan wanita paruh baya itu tau peristiwa penembakan semalam tidak hanya menghacurkan hatinya sebagai seorang ibu, namun juga menghancurkan hati gadis bermata sipit itu.

***

Seorang gadis berpakaian putih-putih itu membuka matanya, tak ada apapun yang bisa dilihatnya selain cahaya putih yang menyilaukan di sekelilingnya, dan kebingungan mulai menyelimuti dirinya.

"Dimana aku?" tanyanya sambil mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya lagi.

Dimensi ruang yang serba putih itu sangat membingungkan untuknya, tak ada suara dan tak ada petunjuk apapun tentang gambaran keberadaan dirinya saat ini.

The Perfect ScarsWhere stories live. Discover now