"Harganya bisa ganti sepatu aku yang kamu kotorin?" Iris mata Scarlet tertuju pada ujung sepatunya yang sudah terlanjur kotor. Gadis itu benar-benar benci sesuatu yang tidak bersih dan higienis.

"Ca-Carl, ak-aku ...." Zara kebingungan sekaligus ketakutan. Bagaimana ia harus membersihkan sepatu Scarlet?

Sebuah ide terpikirkan olehnya. Sebelum itu, Zara melihat ke arah dapur, memastikan ibunya tidak melihat kejadian memalukan saat ini. Zara segera beringsut dan mengelap ujung sepatu Scarlet dengan roknya. "Dikit lagi bersih, Carl."

Semua yang melihat pemandangan itu hanya bisa menggeleng tak percaya. Dalam diam mereka mencela kekejaman Scarlet pada Zara.

"Wah ... ternyata benar di kelas dua ada iblis," bisik seorang gadis pada teman di sebelahnya.

"Kasian Zara, siapa yang bisa nolong dia?" sambut orang lainnya lagi. Mereka benar-benar tak habis pikir dengan sikap Scarlet.

Sementara, di sudut jendela kantin ada seorang siswa berparas rupawan yang bertopang dagu melihat kejadian itu. Pria beralis tebal dan hidung mancung itu hanya tersenyum miris sambil berdecih.

"Sepertinya cewek itu cari mati. Tiga ... dua ...."

Saat pria itu menyelesaikan hitungan mundurnya, Scarlet memundurkan kakinya selangkah dari Zara.

"Kamu pikir rok kamu yang kotor itu bisa bersihin sepatu ini?" Nada suaranya meninggi. Raut wajah Scarlet semakin murka melihat Zara dengan entengnya membersihkan ujung sepatunya menggunakan rok.

"Seperti yang diduga, Carl ... Carl." Sang pria rupawan itu hanya menggeleng dan menghela napas pasrah mendengar kalimat tajam Scarlet.

Tiba-tiba, kejadian yang sama terulang kembali. Ada tangan yang menarik Zara bangun dari lantai. Ternyata masih tangan orang yang sama, Benua. Pria itu tak segan menolong Zara untuk kedua kalinya.

Tindakannya membuat banyak pasang mata terkejut. Banyak yang memuji tindakan berani Benua, banyak juga yang malah memuji wajah tampannya. Mereka belum pernah menyadari keberadaan Benua di sekolah ini. Penampakan tersebut juga tak lepas dari pria yang sejak tadi memperhatikan Scarlet.

"Kayanya bakal menarik," gumam pria itu sambil menyesap minumannya.

"Apa ini? D'javu?" Scarlet berdecih tak percaya. Sepertinya Benua belum cukup kenal siapa dia dan apa kedudukannya di sekolah ini. Akan tetapi, bukankah sudah dua minggu pria muda itu bersekolah di sini? Harusnya ia sudah cukup tahu.

Zara memilih bersembunyi di belakang Benua yang sedang berhadapan dengan Scarlet. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, gadis itu hanya bisa meremas ujung roknya yang terlanjur kotor.

Benua tidak mengatakan sepatah kata pun pada Scarlet. Ia meraih tissue di atas meja samping Scarlet dan memberikannya pada Zara. "Bersihin rok lo. Sepertinya lo udah lupa apa fungsi tissue."

Melihat lembaran tissue di tangan Benua, Zara merutuki kebodohannya sendiri di dalam hati. Padahal ada tissue di atas meja, tetapi dia tidak berinisiatif mengambilnya sejak tadi. Rasa takutnya membuat dia tidak bisa berpikir jernih hingga menggunakan rok untuk membersihkan sepatu Scarlet.

"Mau jadi pahlawan?" Pertanyaan itu membuat Benua kembali menoleh ke arah Scarlet.

"Nggak usah membesarkan hal kecil, lebay," sindir Benua tajam. Pria itu segera beranjak meninggalkan Scarlet dan Zara yang masih berdiri mematung.

Tatapan Zara mengekori punggung Benua yang berjalan menjauh. Lagi, ia dibuat kagum dengan karakter Benua yang tak segan membungkam Scarlet.

"Bikin nggak napsu makan aja." Scarlet pun langsung berjalan keluar dari kantin sebelum sempat mengambil makanannya. Saat ini tak ada yang lebih menyebalkan daripada sepatunya menjadi kotor. Tatapan banyak orang di kantin itu masih tertuju pada Scarlet, antara percaya tidak percaya dengan fenomena di hadapan mereka.

Merapi & Benua [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang