01

4.2K 172 4
                                    

Felicia menutup laptopnya ketika rasa haus tiba-tiba menyerang. Ia kemudian turun dan berjalan menuju dapur.

Ketika kaki Felicia baru saja menapaki lantai dapur, dengan sangat amat refleks ia berteriak saat matanya menangkap siluet seseorang tengah berada di depan kulkas dapurnya.

Secepat Felicia beteriak, secepat itu juga seseorang yang dilihat Felicia dengan buru-buru menyalakan lampu. Dan teriakannya berhenti saat melihat dengan jelas wajah orang yang tadinya ia kira orang jahat.

"Lo ...," kata Felicia menggantung, ia menelan salivanya, "Lo bukannya Iqbaal?" tanyanya dengan nada pelan. Seseorang di depannya-iqbaal sampai harus menajamkan telinganya seiring dengan alis yang bertaut.

Iqbaal menatap Felicia datar. Tanpa menjawab apapun, ia mengalihkan tatapannya ke kulkas di depannya, mengambil kaleng soda yang beberapa jam lalu sengaja ia tempatkan agar mendingin.

Tanpa suara, Felicia mengamati Iqbaal yang sedang meminum soda dari kaleng yang ada di dalam kulkasnya. Tatapan matanya beralih berurutan mulai dari kulkas, kaleng soda, Iqbaal, dan begitu seterusnya.

Sadar bahwa dirinya sedang diamati, Iqbaal dengan tiba-tiba menoleh. Membuat Felicia terperanjat. "Kalengnya punya gue, kalo itu yang bikin lo keberatan." Akhirnya, satu kalimat panjang dikeluarkan dari mulut Iqbaal-cukup untuk memberi tahu Felicia bahwa ia tidak bisu-setelah sekian lama diam.

Felicia meringis. "Eh, itu, sebenernya ... gue gak keberatan sekalipun itu punya gue."

Iqbaal menatap Felicia lamat-lamat, membuat yang ditatap bergerak tak nyaman di posisinya. Menyadari gelagat lawan bicaranya, Iqbaal mendengus. Tanpa bicara lagi, ia berjalan menjauhi dapur. Tapi langkahnya terhenti saat seorang di belakangnya menyerukan nama 'Iqbaal' dengan suara lirih.

"Lo ... anak temen papah, 'kan? Yang katanya mau dititipin di sini?" tanya Felicia.

Lagi-lagi, tanpa diduga dan secara tiba-tiba Iqbaal membalikkan tubuhnya. Menatap Felicia dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya-datar. "Mm," Iqbaal mengangguk.

Felicia ikut mengangguk dengan canggung. "Oke, kalo gitu, gue ke atas ya," pamitnya dan langsung berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya-yang langsung bisa ditebak bahwa ia tak akan menjawab-dan melupakan minuman yang seharusnya ia bawa.

Iqbaal mengendikkan bahu tak perduli, dan berjalan menuju kamarnya.

-

Felicia memakai seragamnya sambil melamun tentang bagaimana bisa cowok populer di sekolahnya bisa sedingin itu. Walau, ia sudah sering mendengar kabar bahwa Iqbaal memang lah cowok es batu, tapi tetap saja ia tak percaya bahwa ternyata kabar itu nyata.

Hal yang tidak ia percayai adalah bagaimana iritnya cowok itu saat berbicara. Tadi malam saja, cowok ganteng itu hanya berbicara satu kali. Walaupun berisi kalimat yang bisa dikategorikan panjang, tapi tetap saja, Cuma sekali!

Itu keterlaluan.

Dengan fakta bahwa Iqbaal tidak pernah dikabarkan dekat dengan cewek mana pun, membuat ia semakin bingung. Selain sikapnya, apa hatinya juga sedingin es?

"Felicia! Kamu mau keluar kapan? Udah jam 7, nanti kamu telat!"

Teriakan Hanna dari luar pintu mampu menyadarkan kembali Felicia ke dunia nyata. Ia segera menjawab, "Iya Ma, sebentar!"

Dengan buru-buru, Felicia memakai sepatunya dan langsung keluar pintu setelah menyambar tas ranselnya. Langkah cepatnya perlahan melambat kala melihat Iqbaal berada di ruang makan, bersama dengan keluarganya. Tampak tersenyum kecil saat Gama berkata sesuatu.

Hal itu tentu membuat Felicia kaget. Apa dia bersikap begitu hanya pada orang tua? Atau dia memang hanya tak suka dengan orang-orang di sekolahnya?

Felicia mengerutkan kening, aneh pada dirinya sendiri yang jadi sering memikirkan Iqbaal semenjak bertemu tanpa sengaja saat tengah malam tadi. Ia menarik nafas, berusaha mengabaikan segala pikiran yang mengambang di pikirannya saat ini.

"Pagi, sweetheart," sapa Hanna dengan hangat sambil mengoleskan selai pada roti yang setelahnya ia berikan pada Felicia.

"Pagi juga, Ma," Felicia tersenyum. Matanya beralih pada Gama yang sedang menyeruput kopi. "Pagi, Pa."

Gama mengalihkan pandangannya. "Oh, hai sayang. Pagi juga," jawab Gama lalu melirik Iqbaal yang duduk tepat di depannya. "Iqbaal gak disapa?" tanyanya.

Felicia mengerejap. "Ha?" ia berdeham saat mencerna apa kata ayahnya adalah hal yang normal. Ia langsung menoleh, tersenyum pada Iqbaal yang duduk di sampingnya. "Pagi, Iqbaal."

Tanpa menolehkan kepala, Iqbaal berdeham sebagai jawaban dan kembali memakan rotinya.

Felicia memutar bola matanya, kesal dengan respon yang diberikan cowok itu.

"Kamu berangkat naik apa, Baal?" tanya Hanna.

Iqbaal menelan kunyahannya sebelum menjawab. "Naik motor, Tan."

Gama menatap Iqbaal dan Felicia secara bergantian. Sebelah alisnya naik dengan heran, "Loh, bukannya kalian satu sekolah? Kenapa gak bareng aja?" tanyanya.

Felicia jadi yang pertama merespon dengan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Menyadari tingkahnya agak kurang ajar, ia berdeham. "Gini loh Pa, Iqbaal itu salah satu anak populer di sekolah. Dan Felicia gak mau jadi sorotan karena dateng barengan, soalnya kan Papa tau sendiri, orang-orang suka menyimpulkan sendiri hal yang padahal baru mereka lihat tanpa tau kejadian sebenernya.

"Aku gak mau ngeganggu Iqbaal juga gara-gara mereka salah paham. Jadi, daripada kejadian begitu beneran terjadi, aku mah menghindari. Maklumin ya, Pa."

Gama awalnya geleng-geleng kepala, aneh dengan pikiran panjang anak bungsunya itu. Tapi tak urung, ia juga mengiyakan dalam hati. "Yaudah, kamu berangkat sama Papa sama Mama," tatapan Gama beralih pada Iqbaal. "Gak papa nih, Baal, kamu sendiri?"

Iqbaal tersenyum. "Gak papa, Oom. Lagian, saya kan cowok. Keharusannya mandiri, bukannya nyusahin orang."

Felicia mengerutkan keningnya. Benar-benar aneh. Sikap Iqbaal benar-benar ramah jika berbicara dengan orang tuanya, sangatlah berbeda kalau dibandingkan dengan saat tadi malam.

Felicia berdecak dalam hatinya, Gue curiga dia jelmaan bunglon.


ditulis : 2 Januari 2015

disunting : 05 Juli 2016

Stupid Love [PENDING]Where stories live. Discover now