Prologue

4.3K 170 0
                                    

Iqbaal baru saja pulang dari arena trek setelah ditelfon ayahnya untuk segera pulang ke rumah.

Aneh sih, melihat bagaimana Iqbaal menurut begitu saja-untuk ukuran cowok yang sedikit memberontak sepertinya-ketika ayahnya meminta ia pulang cepat.

Iqbaal melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya yang menunjukan jam delapan lebih tiga puluh tiga menit. Ia mendengus geli, mengingat betapa sorenya ia sampai di rumah.

Tanpa mengucap salam terlebih dahulu, Iqbaal langsung masuk ke ruang tamu di mana ayahnya berada. "Ada apa, Yah?" tembaknya langsung, tanpa basa-basi.

Herry menoleh dengan wajah terkejut begitu mendengar suara anaknya. "Kamu ini ya," ia menepuk lengan Iqbaal, "Kalo masuk itu salam dulu."

Iqbaal mengendikkan bahu dengan malas. "Ada apa?" ia kembali menanyakan hal yang sama.

Herry melihat ke arah sofa yang ada di samping kanannya, yang sontak membuat Iqbaal mengikuti arah padangannya. Tampak satu lelaki dan satu wanita duduk berdampingan, terlihat seumur dengan ayahnya.

"Salam dulu sama temen ayah," ujar Herry.

Iqbaal memajukan tubuhnya untuk menyalami kedua orang yang diakui Herry sebagai temannya, sedikit terlihat ogah-ogahan. Setelahnya ia kembali berada di posisi awal. "Udah. Terus apa?" tanyanya lagi, sangat jelas terlihat bahwa ia tidak nyaman.

"Buru-buru banget kamu," tutur Herry.

Iqbaal hanya berdeham sebagai jawaban.

Herry menghela nafas, berusaha mengerti akan sikap Iqbaal dalam dua tahun terakhir ini. "Kamu mau ayah titipin di temen ayah ini, so-"

Belum sempat Herry menyelesaikan ucapannya, Iqbaal dengan cepat memprotes. "Apa?!"

"Ayah belum selesai, Iqbaal." Herry menekankan ucapannya. "Ayah ada percobaan bekerja di Jepang selama enam bulan. Dalam waktu sesingkat itu, nggak mungkin kan Ayah bawa kamu ke sana? Tapi juga terlalu lama untuk membiarkan kamu di rumah sendirian. Jadi, Ayah sudah memutuskan. Kamu tinggal sementara di rumah Oom Gama dan Tante Hanna, mulai dari malam ini."

Iqbaal hendak mengatakan sesuatu, tapi dengan segera Herry mencegahnya. "Dan tidak ada penolakan."

Malam itu, Iqbaal merasa tidak ada hari yang lebih sial selain ini.


Copyright © 2014 by SAHABATCJR.

All Right Reserved.

Stupid Love [PENDING]Where stories live. Discover now