04

981 83 4
                                    

Sejak kakinya menginjak koridor, tatapan-tatapan kagum dari siswi yang dilewatinya tak membuat kepalanya menoleh sebentar untuk sekedar tersenyum. Dengan langkah teratur, ia berjalan menuju kelasnya di lantai 2.

Namanya Iqbaal.

Hanya dua alisnya yang terangkat ketika ada teman lelakinya yang menyapa, tanpa repot-repot mengangkat bibirnya untuk-sekali lagi-tersenyum.

Tidak semua orang tahu kemana hilangnya senyuman manis dari Iqbaal, si kasanova sekolah. Sejak ia menginjak semester dua di tahun pertamanya SMA, senyuman yang biasanya tercetak jelas di bibirnya hilang begitu saja. Layaknya air yang menguap di padang pasir.

Langkah kakinya berhenti di kursi yang berada paling belakang, plus terpojok.

"Eh, Baal," seseorang yang berada di depan bangkunya bersuara. Namanya Ryzki. "Si Aldi kemaren ngeliat lo di parkiran abis balik, katanya lo bonceng si Felicia?"

Alisnya bertautan.

Ryzki langsung melempar tatapan menyalahkan pada Aldi, yang duduk tepat di sampingnya. "Nah kan, ngaco lo! Suka ngarang cerita."

"Ih, serius gue. Berani disumpah jadi ganteng kalo gue boong," Aldi menatap Iqbaal. "Itu lo, 'kan? Mata gue gak mungkin salah, soalnya gue inget plat nomer lo."

Ia menghela nafas, duduk di kursinya lalu menatap dua temannya. "Mm," ia mengangguk sekilas. "Itu gue."

Ryzki melotot sedangkan Aldi sudah tahu harus menyalangkan tatapan menyalahkan kepada siapa. "Tuh kan, gue bener! Sini bayar goceng!"

Dengan tatapan yang masih menatap makhluk yang tetap saja berekspresi datar, Ryzki mengunci bibir Aldi dengan jarinya.

"Lo? Ngebonceng cewek?"

Ia menaikkan sebelah alisnya. "Emang kenapa?"

"Satu tahun ini lo gak pernah deket sama cewek. Jadi, denger lo tiba-tiba ngeboncengin cewek gitu ya siapa yang gak kaget?"

"Bmmffhh mmmhhn."

Ryzki dan Iqbaal berpandangan heran, lalu segera menoleh begitu menyadari darimana suara aneh itu berasal. Sambil tertawa, Ryzki melepaskan jarinya.

Aldi menarik nafas dalam-dalam sebelum menghembuskannya. "Untung gue gak mati," gumamnya.

"Lo pacaran sama Felicia?"

Ia menggeleng.

"Trus?"

Untuk kesekian kalinya, ia menautkan alisnya. "Trus apa?"

"Trus ngapain lo bonceng dia balik?" Aldi kini bersuara.

"Emang napa si? Gak boleh gue bonceng cewek?" ia menatapi Ryzki dan Aldi secara bergantian. "Atau Felicia salah satu inceran lo berdua makanya kalian segininya? Kalau iya, tenang aja. Gue gak suka sama tuh cewek."

Baik Aldi maupun Ryzki melongo menatapi Iqbaal, tak menyangka cowok itu akan mengeluarkan kalimat panjang seperti itu-malah, kalimat itu bisa menjadi kalimat terpanjang yang keluar dari mulutnya selama satu tahun terakhir.

Sampai bel masuk berbunyi dan guru fisika memasuki kelas, baru lah kedua cowok itu menghadapkan punggungnya ke arah Iqbaal yang hanya bisa menghela nafas panjang, semester empat di tahun keduanya di SMA mungkin akan menjadi lebih panjang dari yang ia duga.

-

Setelah mendapat pesan dari ibunya, Felicia berjalan menuju kelas XI-3 dengan mulut yang tak berhenti menggerutu. Dengan terpaksa ia berjalan sendirian karena dua temannya dipanggil oleh guru seni mereka untuk membantu membawa peralatannya ke ruang guru.

Kakinya lantas berhenti ketika melihat orang yang ditujunya sedang berdiri di depan kelasnya, dengan posisi menyandar pada pembatas dan kedua lengan menyila di depan dada sedang memperhatikan teman-temannya yang asik bercanda menggodai siapapun yang melewati mereka.

Felicia menelan ludah. Kok gue bego ya, kan masih bisa pulang sekolah?, gerutunya dalam hati.

Langkah kaki yang tadinya akan berbalik menuju kelasnya, seketika terhenti saat Iqbaal berdeham.

Seketika teman-teman Iqbaal mengalihkan perhatiannya pada Felicia. Dan sedetik setelah itu, siulan-siulan terdengar bertumpuk tindih satu sama lain.

"Felicia cantik, ada apa kemari?"

"Nemuin gue ini mah pasti."

"Kok takut gitu mukanya? Kita gak akan ngigit kok, paling dikit."

"Garing lo woi!"

"Paan si, ganggu aja."

Ryzki yang tahu persis tujuan Felicia ke sini langsung angkat suara. "Baal, mau nemuin lo tuh."

Iqbaal menghela nafas saat teman-temannya kembali berisik, lalu mengambil langkah menghampiri Felicia yang tampaknya tak akan bergerak dari tempatnya.

Tanpa perlu menunggu Iqbaal bersuara-yang tampaknya memang tak akan terjadi-Felicia lebih dulu berbicara. "Bunda nyuruh gue ke butik pas udah balik. Lo juga. Ada dress sama tuxedo yang harus diambil."

Iqbaal mengangguk-angguk. "Oke."

Felicia mengangguk ragu. "Oke."

Iqbaal kembali menatap Felicia yang masih bergeming di tempatnya. Menyadari apa maksud dari tatapan itu, Felicia gelagapan sendiri. Malu karena seharusnya ia sudah berbalik menuju kelasnya karena apa yang akan ia sampaikan sudah terlaksana.

"Yaudah, kalo gitu gue balik ya," Felicia bergerak hendak memutar tubuh, namun kembali ke posisi sebelumnya seperti teringat sesuatu. Ia mengigit bibir, telunjuknya menunjuk Iqbaal. "Nanti, lo yang ke kelas gue atau?" ia menurunkan telunjuknya.

Melihat respon Iqbaal yang tetap diam, Felicia bersuara lagi. "Gue aja deh yang ke kelas lo." Lalu berbalik menuju kelasnya.

Tanpa sadar, Iqbaal mengulum senyum melihat tingkah Felicia yang nampaknya takut kala berjarak kurang dari 2 meter darinya.

-

Denting bel terdengar saat pintu didorong oleh cewek berseragam SMA yang diikuti cowok berseragam sama di belakangnya.

Ketika melihat wanita paruh baya di belakang kasir, cewek periang itu berseru. "Tante Michel!"

"Fe!"

Cewek yang dipanggil 'Fe' segera berlari menuju Michel lalu memeluknya. "Kangen deh, sama Tante."

Michel terkekeh di balik rambut Felicia. "Tante juga kangen. Kamu sih, jarang ke sini."

Iqbaal mengangkat kedua alisnya saat melihat perempuan yang diaku Felicia sebagai tantenya, ia teringat pernah melihat perempuan itu. Tapi entah kapan, dan dimana. Ia hanya ingat wajahnya.

Perhatian Michel beralih saat melihat Iqbaal ada di depan pintu butiknya. Ia lalu melepas pelukannya, dan bertanya pada Felicia. "Itu siapa, Fe? Pacar kamu?"

Felicia tersedak walaupun tidak sedang meminum apapun. "Bukan, Tan!" sergahnya.

Michel bertolak pinggang dan menelengkan kepalanya sedikit. "Iya juga gak masalah, cocok kok."

Iqbaal hanya geleng-geleng kepala. "Kita Cuma temen, Tante. Dan kita ke sini mau ambil baju yang sudah dipesan Tante Hanna."

Michel mengibaskan tangannya. "Jangan kaku gitu, kalo sama saya."

Iqbaal hanya tersenyum canggung.

"Yaudah. Felicia ikut tante buat ngambil dress-nya, biar dicobain dulu." Michel menatap Iqbaal. "Kamu ikut karyawan saya, biar nanti dia yang kasih kamu tuxedo. Jangan lupa dicobain juga ya."

Belum sempat mulutnya bertanya maksud dari perkataan Michel, perempuan itu sudah menghilang di balik pintu di samping kasir. Ia menghela nafas lalu mengikuti karyawan yang sebelumnya ditunjuk Michel.

*

ditulis : 13 November 2015

disunting : 12 Juli 2016

Stupid Love [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang