Ngomong-ngomong, sejak kapan tempat menyimpan palu ada di Dining Hall?

"Bulan malam ini terang."

Aku membuka jendela koridor, berdiri kemudian duduk menyandar dengan mengeluarkan satu kakiku ke arah luar.

"Kau tidak kembali ke kamarmu?" tanya orang ini.

"Ango mengambil tempat tidurku. Aku tidak bisa tidur karena dia mendengkur terlalu keras. Kalau kau? Tidak kembali ke kamarmu?"

"Tidak."

Aku tidak ingin menanyakan alasannya. Tapi jujur saja aku tidak betah bersamanya. Rasanya ingin kuhajar dia habis-habisan, tidak tahu kenapa.

Dia mengambil posisi bersandar pada dinding satunya. Wajahnya terpancar sinar bulan biru, angin malam mendinginkan suasana.

"Aku sangat mencintai Odasaku dan Ango."

Ucapan itu tiba-tiba keluar begitu saja dari mulutku. Ada apa denganku?

"Buka sesi curhat?"

"Ngga perlu didengar juga tidak apa. Jangan anggap aku ada disini, kalau bisa pergi sana."

"Lanjutkan."

"Apanya?"

"Itu."

Aku menghela napas panjang. Terlalu larut malam untuk berteriak mencari masalah dengan seorang Shiga. Entah kenapa aku juga merasa sedikit lelah.

"...kau mau mendengarkan?" tanyaku.

"Zzz."

"BRENGSEK-"

"Sst. Aku lagi tidur."

Emosiku memuncak, tapi entah kenapa tidak sampai ke tanganku untuk menghajar wajahnya.

"Aku juga mencintai Musha dan Arishima."

"Tidak nanya."

Shiga memutar bola matanya, kemudian melipat tangannya. "Terserahlah."

"Wajar 'kan mencintai teman-temanmu sendiri, yaudah."

"Kalau begitu tarik ucapanmu tadi, Dazai Osamu."

"Tidak mau. Aku mencintai mereka."

Shiga memilih diam sejenak, "Bagaimana perasaanmu ketika bunuh diri?"

"...."

Aku membisu lima detik, "Untuk apa kau menanyakannya?"

"Tidak ada. Bertanya saja. Kau memutuskan bunuh diri setahun setelah kematian Oda. Ng, tunggu. Kau memutuskan bunuh diri bahkan sebelum itu. Haah, pokoknya kau suka bunuh diri. Benar?"

"Iya, aku suka." Ada apa dengan orang ini. "Kenapa?"

Shiga tersenyum meremehkan, "Tidak ada."

"Hah?" Aku menaikkan sebelah alis, heran. "Kau pasti ingin mengatakan sesuatu! Kau pasti mau mengatakan sesuatu!!"

"Berisik. Di dekat sini ada kamar Akutagawa dan Kan."

Oh, benar juga. Aku mengecilkan suara.

"Tadi aku pergi ke buku bersama Ango." Shiga memulai curhatannya. Hei, padahal tadi yang memulai sekmennya aku lho?!

"Oh, lalu? Kau berani macam-macam dengan Ango, huh? Aku tidak akan memaafkanmu kalau-"

"Kami sempat ribut. Berdua."

Aku turun dari jendela, menghampirinya kemudian menarik kerah bajunya. "Apa yang kaulakukan pada Ango, hah?"

"Chill. Tenang, Dazai. Aku belum selesai berbicara. Yang kami bahas hanya sederhana. Tadi aku bertanya padanya bagaimana perasaannya ketika tahu kau bunuh diri. Dia bilang rasanya sepi."

Bungou To Alchemist -Drabble-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang