Prolog

1.2K 154 21
                                    

Seringkali Tuhan memberikan kebahagian lewat hal yang bagi kita  sangat menyakitkan. Tapi ternyata ketika akal kita gunakan, hati kita mengikhlaskan ada hal baik yang sedang Tuhan tunjukkan.

~

Tiga minggu sudah aku kota ini, kota dimana ada Alexa- sahabatku- tinggal, setelah sebulan yang lalu kabar mengejutkan ia sampaikan lewat telepon singkat. Kurang ajar memang, aku yang sering berkomunikasi hampir setiap malam dengannya baru diberitahu bahwa dirinya akan dipinang seorang lelaki yang selama ini tidak pernah ia ceritakan padaku. Setelah mengomel hampir satu jam karena merasa tidak diakui sebagai sahabat yang tidak pernah mendengar kisah cintanya akhirnya kuiyakan permintaannya untuk membantu mempersiapkan acara pertunangan itu.

"Apalagi Lun yang belum siap?" tanya Alexa. Semua list kebutuhan untuk acara memang aku yang memegang, Alexa dan neneknya menyerahkan semua persiapannya padaku karena mungkin dipikirnya aku sudah pernah mengadakan acara seperti ini.

Iya, memang aku pun sudah bertunangan, tapi bukan dengan lelaki pilihanku sendiri sehingga semua persiapan dilakukan oleh ibu bukan aku. Jadi begitu Alexa menyuruhku mempersiapkan semuanya aku cukup kerepotan karena bingung harus memulai darimana.

"Udah, besok lo tinggal ketemu lagi sama orang catering, buat cek rasa lagi, kemarin 'kan lo minta saus dorinya dibuat lebih creamy," jawabku sebelum memasang sheet mask.

Alexa merebahkan diri di ranjang, berbaring miring ke arahku yang masih duduk didepan cermin sembari memeluk guling. "Deg degan enggak sih dulu waktu lo lamaran?" tanya Alexa yang membuatku langsung membuang napas.

Aku bergerak menghadap kearahnya. Sheet mask yang sudah siap pakai kuletakkan di meja begitu saja. "Banget. Lo enak tau bentuknya si Rendra kayak gimana, kalau gue? Boro-boro Lex," jawabku.

Alexa terkekeh. "Nasib lo gitu amat ya, Lun," ledeknya. "Eh tapi enggak apa lah, toh yang milihin Abi sama Ibu 'kan, pasti bener lah," sambungnya.

"Iya semoga," jawabku singkat sembari berjalan menuju ranjang.

Aku ikut berbaring disisi Alexa sambil menatap langit-langit kamar aku memikirkan kisahku sendiri. Dijodohkan dengan tiba-tiba, saat itu aku yang baru pulang kerja kaget melihat orang tak kukenal keluar masuk rumah sambil membawa berbagai jenis bunga, begitu masuk aku lebih terkejut lagi melihat isi rumah sudah berhias bunga warna-warni serta aroma harum dari halaman belakang yang ternyata disulap jadi dapur dadakan. Saat kutanya akan ada acara apa, ibu menjawabnya tanpa beban sambil mengatur tata letak bunga-bunga.

"Pak Banu mau datang, mau minang kamu jadi mantu, mandi sana siap-siap pakai baju yang udah ibu taruh di ranjang, jam delapan mereka sampai."

Aku kenal Pak Banu, cukup dekat malah, biasanya aku memanggilnya dengan sebutan Om Ban. Namun selama kami bertemu dan mengobrol enggak pernah ada ucapan bahwa dirinya ingin menjodohkanku dengan anaknya, dan melihat bagaimana persiapan yang ada saat itu aku rasa itu bukan rencana dadakan, tapi sudah sangat matang dipersiapkan.

"Siapa namanya tuh, duh gue lupa lagi," tanya Alexa yang sudah berbaring menghadapku

Aku menoleh. " Naren," jawabku.

"Nah iya, lo udah sering ketemu 'kan sama dia?" tanyanya lagi.

"Enggak sering, beberapa kali aja karena dia sibuk sama kerjaannya, kayak sekarang lagi di Solo besok berangkat ke Surabaya," jawabku. Naren memang sesibuk itu mengurus perusahaan keluarga di bidang food and beverage.

"Terus kalian gimana?" tanya Alexa membuatku bingung.

"Gimana apanya?"

"Ya gimana menjalin hubungannya, apalagi lo berdua dijodohin 'kan. Emang lo enggak berusaha mengenal dia lebih jauh?"

Head Over HeelsWhere stories live. Discover now