1.Winnie the Pooh

15 3 0
                                    

"Ibu, aku kerumah Gina ya"

"Ya, hati-hati" Ibu berteriak dari arah kamar mandi. Terdengar suara air dan gesekan sikat pada kain menandakan ibu sedang mencuci pakaian.

Aku menyambar tas dengan gerakan cepat. Lalu, memasukkan kaki kedalam sepatu dan mengikat talinya. Ini sepatu favoritku, sepatu dengan logo centangnya yang akrab dimata banyak orang. Aku menjaganya sepenuh hati karena sedari dulu aku mendambakan punya sepatu ini. Setelah melakukan banyak perjuangan, mulai dari mencari ditoko barang bekas sampai memasuki banyak toko untuk membandingkan harga-harganya, aku malah mendapatkannya sebagai hadiah dari sepupuku, Lucu kan? Tentu saja, aku memang lucu, haha. Aku bercanda. Hanya bergurau, jangan cemberut begitu!

Sepupuku itu bilang pernah menjanjikanku sepasang sepatu ini setelah aku membantunya memindahkan padi hasil panen mereka saat kecil dulu. Cair ini, biar kubeli sepatu impianmu itu, begitu kata dia dengan logat bataknya, namanya Lamhot, terdengar batak sekali bukan? Seakan dia juragan saja.

Oh tidak, sekarang aku malah keterusan bercerita tentang sepatu dan sepupuku. Aku memang banyak bicara. Teman-teman menyebutku Chatty Girl. Biarpun begitu teman-temanku ini adalah orang-orang baik.

Lihatlah, saat aku sampai saja mereka tersenyum cerah menyambutku. Hari ini Bandung juga tampaknya sedang bersukacita dengan terik matahari yang cerah dan hangat. Cahaya dari luar menembus kaca ruang tamu.

"Sini La"

Aku mengangguk. Runa menjulurkan tangannya, memintaku menyerahkan tas yang kubawa untuk digantungkan digantungan sebelah ia duduk.

"La, ada cookies nih" Soni membawa wadah penuh berisi cookies kesukaaanku.

"Jadi, emang benar Qila bakalan menikah bulan depan?" tanyaku setelah mengambil posisi duduk disebelah Soni, cookies lezat kesayangan ini harus dekat denganku, haha.

Pagi ini kami dikejutkan teman kami Aqila karena berita yang ia sampaikan digrup percakapan kami. Hei, dia tiba-tiba saja menikah, tidak ada angin, tidak ada hujan.

"Iya, tapi kayaknya ada masalah di orangtuanya" tutur Riel.

"Apa ada hubungannya sama kejadian waktu itu ya?"tanyaku

"Bunuh diri?" Runa menaikkan alisnya.

Aku mengangguk. Orangtua Qila memang pernah melakukan percobaan bunuh diri. Mengapa? Kemiskinan. Tampaknya kemiskinan membuat orangtua Qila putus asa, belum lagi tetangga mereka sering meremehkan keluarganya dan menganggap orangtua Qila lemah.

Aku sangat menyayangkan keputusan orangtua Qila. Aku memang tidak tahu seberapa sulit penderitaan mereka tapi bunuh diri bukanlah jalan keluar yang tepat.

"Apa kita berkunjung aja kali ya kerumah Qila? Terus kita ngomong baik-baik gitu, setidaknya sekedar kasih saran kali aja kita bisa cari solusi sama-sama"tanya Soni menanyakan pendapat kami

"Kurang etis gak sih? Secara itu masalah internal keluarga mereka" balas Runa memberikan pendapat. Ia cakap dalam hal memberikan pendapat atau pertimbangan seperti sekarang ini.

Riel mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Gimana kalau kita tanya Qila dulu masalahnya kira-kira gimana, trus kita cari solusi sama-sama, nah biar Qila yang menyampaikan semuanya keorangtuanya?" saran Gina berjalan menuruni tangga, sepertinya baru bicara dengan orangtuanya dilantai dua.

"Nice idea" komentarku

"Gimana orangtuamu La, sehat?"kata Gina menanyakan kabar ibuku. Ya, ayahku sudah lebih dulu kembali pada sang pencipta.

Parenting LovelandWhere stories live. Discover now