32⚠

1.3K 82 43
                                    

/Baca ulang chapter kemarin kalo kalian lupa/

/***

Kedua kaki Harin terus melangkah. Ia terus mengikuti langkahnya walaupun ia tahu ini hanya akan menghabiskan energinya. Ia mengabaikan keluhan demi keluhan yang dirasakan perutnya.

Tidak penting, pikirnya.

Air mata yang terus mengalir membuatnya tak bisa melihat dengan jelas, ia terjatuh. Suara tangis yang ia tahan sedari tadi pun sudah tak mampu ia kendalikan. Orang-orang yang melewatinya bahkan mengabaikannya yang meraung meminta pertolongan.

Ia menyerah.

Lihatlah, bahkan di dunia ini tidak ada yang menganggap Harin ada, dia selalu diabaikan.

Harin menyeka air matanya yang terus jatuh walaupun ia tahu itu tidak ada gunanya.

"Nak, kamu kenapa?"

Harin mendongak, ia kembali menyeka air matanya agar ia bisa melihat orang itu dengan jelas. Seorang wanita paruh baya yang disampingnya terdapat gerobak kayu yang kusam. Ibu itu menuntun Harin kesebuah kursi kayu panjang yang ada didekat mereka.

"Duduklah, ibu ambilkan minum dulu"

Ia kembali dengan segelas air es ditangannya yang ia ambil dari gerobak miliknya. Ia memberikannya pada Harin dan membantunya memegang gelas plastiknya agar tida jatuh.

"Terimakasih Buk" Ujar Harin pelan.

"Tidak apa-apa, melihatmu mengingatkan ibu pada anak ibu yang seumuran denganmu"

Harin menoleh, ia berusaha mendengarkan dengan baik apa yang ibu itu sampaikan.

"Dia meninggalkan ibu tahun lalu" Wanita paruh baya itu menjeda kalimatnya. Ia menyisir pelan rambut Harin yang kusut dengan tangannya. "Dia pergi tanpa mengatakan apa pun sebagai kata perpisahan, dia pergi meninggalkan duka yang sampai sekarang masih membuat ibu menangis"

Isakan Harin mulai mereda, ia tidak ingin suaranya menutupi suara lain disekitarnya.  "Yang ibu ingat, beberapa hari sebelum ia pergi, kondisinya persis seperti dirimu. Ia terus menangis, dan mengurung dirinya sendiri. Ia tidak makan teratur dan itu membuatnya terlihat menyedihkan"

Wanita itu tersenyum hangat, ia ingin menyalurkan rasa hangat pada gadis didepannya. Ia tahu, betapa sulitnya melalui penderitaan sendirian. "Ibu selalu bertanya padanya apa yang ia rasakan tetapi ia tidak pernah sekalipun memberitahu dan akhirnya ia pergi meninggalkan ibu selamanya"

"Apa yang terjadi dengannya?" Harin bersuara, ia tahu duka yang ibu itu rasakan. Bagaimana bisa kehidupan ini sangat menyakitkan?

Wanita itu mendesah pelan lalu menyeka air mata yang sudah siap untuk mengalir, "Ibu tidak tahu, bahkan sampai sekarang pertanyaan itu selalu berputar di kepala ibu" Timpalnya. Ia terkekeh pelan, "Tapi ibu yakin ia pasti sudah bahagia disana"

Harin mengangguk pelan, ia sadar bahwa masih ada orang yang lebih terluka darinya.

***

Langit mulai menggelap menampakan keindahan yang menakjubkan. Seakan tau langit mendukungnya, Harin tersenyum samar. Ia harus kuat, harus.

Harin merogoh ponsel yang ia bisukan sedari tadi. Ratusan pemberitahuan dari poselnya pun langsung menyerbu pendengaran Harin. Orang orang disekitarnya pun sampai menoleh karena terkejut

"Maafkan saya"

Harin tertegun kala pemberitahuan baru muncul di layar ponselnya

Hard with You⚠ | Kai ExoWhere stories live. Discover now