[2] kill me, heal me

475 60 25
                                    

"Aku ingin kau membantuku bunuh diri." Pemuda brunette itu berucap dengan enteng. Ia berhasil membuat ekspresi bingung bertahan lama di wajah Chuuya.

"Huh?" Lelaki jingga bergumam pelan, mengusir rasa bingung sembari bersandar pada kusen. "Berapa banyak kau akan membayarku?"

Dazai mengeryitkan dahi. Biasanya seseorang akan langsung mengalihkan topik atau malah memberikan kata-kata motivasi. Chuuya, dia malah menanyakan ongkos jasa.

"Aku sibuk. Aku tidak bisa membantu orang yang tidak sanggup membayar," sergah lelaki itu seraya berjalan keluar.

"Kau--," suara Dazai tidak sampai. Punggung Chuuya bahkan sudah tidak tampak lagi. Dengan gusar ia berbaring pada alas tidur, merenungi nasib anehnya.

Selamat dari kematian seharusnya sesuatu yang baik. Namun dalam kasus Dazai yang sedang berusaha bunuh diri, ini benar-benar buruk.

"Kenapa menghilangkan nyawa sendiri begitu susah?" gumam si brunette dengan suara pelan.

.

.

.

When the Camellia Falls

[ soukoku, bxb, romance, time travel!au ]

.

.

.

Seharian Dazai berbaring di atas alas tidur. Saat siang tiba, Chuuya--ninja yang tidak ingin identitasnya ketahuan itu--mengantarkan makanan. Ia menunggu hingga lelaki brunette menuntaskannya baru kemudian pergi dengan nampan kosong.

Sepanjang makan, Dazai berusaha mengajaknya bicara. Namun Chuuya tidak benar-benar membalasnya. Ia bicara seperlunya. Itupun hanya soal kondisi tubuh Dazai dan antar-mengantar makanan serta obat.

Ketika matahari sudah terbenam, lelaki jingga itu menutup pintu dengan rapat dan menyalakan lentera. Suasana makan malam itu begitu remang-remang, seperti berada di kafe untuk kencan berdua. Bedanya, mereka sekarang tidak berada di tempat makan itu. Dan Dazai adalah satu-satunya yang melahap makanan. Chuuya hanya berlutut dalam diam, memperhatikan gerak-geriknya.

Mata biru itu semakin lama tampak menakutkan. Dazai tidak ingin mengakuinya, tapi itu adalah fakta. Chuuya seakan bisa membunuhnya kapan saja. Walaupun mengakhiri hidup adalah keinginan Dazai, mati di tangan orang lain jauh lebih menyakitkan dibanding melakukannya sendiri. Jika bunuh diri, setidaknya Dazai tahu kapan ia benar-benar siap.

"Apa lidahmu masih mati rasa?" tanya pemuda itu sembari mengambil mangkuk kosong di tangan Dazai.

"Tidak juga. Ohitashi-nya terasa asin."

"Itu karena aku menambahkan garam pada kaldunya. Tapi syukurlah indra pengecapmu sudah berfungsi." Komentar itu diucapkan sembari berjalan ke dapur. Tak lama Chuuya kembali lagi dan memberikan dosis obat herbal untuk malam ini.

Masih dengan ragu, Dazai mengambil mangkuk dari tangan ninja itu, meminum cairan pahit di dalamnya lalu memasang wajah enggan. Chuuya sama sekali tidak terdistraksi dengan ekspresi yang dibuat. Ia membungkuk, mendekati si brunette dan meletakkan tangan di atas dahinya.

"Panasmu sudah turun," bisiknya pelan sembari mengambil mangkuk bekas obat, "besok pagi kau bisa sembuh total."

"Tidurlah. Aku akan pergi semalaman. Jangan buka pintu untuk siapapun kecuali Mori-san," ucap Chuuya sebelum menghilang dari balik pintu.

when the camellia falls | soukokuWhere stories live. Discover now