Gayatri seketika terdiam mendengar kata-kata Raksa. Disisi lain ia memaknai sebagai wujud peduli tetapi disisi lain? entahlah. Logikanya tiba-tiba menewarang jauh yang justru membuat Gayatri semakin over thingking.

"Ya?" panggil Raksa ketika tak kunjung Gayatri memberi balasan.

"Eh iya. Nanti gue kabari kok."

Lalu mereka sama-sama terdiam dengan sambungan telepon yang masih tersambung.

"Nggak tau kenapa gue khawatir sama lo. Gue khawatir ketika Mayor Ardhie ngancem bakal ganggu lo."

Gayatri lalu menghembuskan nafasnya pelan dan panjang sambil menyenderkan kembali punggungnya. "Gue pernah bilang kalau setiap saat teror adalah bagian dari hidup gue. Mungkin namanya pasrah dan jadi resiko, tapi gue bakal juga jaga diri. Gue juga nggak mau mati konyol hanya gara-gara mereka yang berbuat kejahatan dan mengancam kehidupan gue serta orang-orang."

"Btw makasih udah mau khawatirin gue." Lanjut Gayatri dengan tatapan mata mengarah ke bawah dimana ia memainkan sepatu sneakersnya.

"Sorry mungkin gue yang bikin lo masuk ke lembah ini. Gue ibaratnya nyeret lo untuk terlibat lebih jauh lagi."

Gayatri tertawa kecil. "Ini bukan salah lo. Ini sudah bagian dari tugas gue juga. Kalau semisal nggak berani melangkah, kapan lagi kita semua akan tetap bernafas lega? jangan biarkan negara kita kena komplikasi dengan memilih menutup mata padahal kita tahu."

Ucapan Gayatri membuat Raksa mengeluarkan sesuatu yang mengganjal di hatinya. "Kadang gue masih mikir masalah hidup atau mati gue. Walaupun gue selama 4 tahun digembleng dengan tekanan kuat, tapi gue tetep aja ngerasa takut sebagai manusia. Tapi lo yang perempuan justru dengan mantap mengatakan semuanya sudah bagian dari waktu dan tinggal kita yang bertindak. Disitu gue ngerasa kecil. Kenapa gue yang dibentuk dengan kuat kadang merasa masih berpikir lama sedangkan lo dengan cepat dan mantap ngasih jawaban yang bikin gue mikir berkali-kali tentang apa arti ikhlas dan ikhtiar."

"Semua orang punya proses masing-masing. Gue ngomong gini juga nggak instan. Megang senjata bikin tangan tremor pun berkali-kali gue alami. Tapi panggilan jiwalah yang buat gue harus menetapkan bahwa semuanya akan baik-baik saja ketika niat mulai di paku dengan kuat di jiwa kita masing-masing." Balas Gayatri.

"Tapi gue marah. Gue marah tadi ketika bertemu dengan Mayor Ardhie. Andai semuanya bisa diselesaikan detik itu juga, mungkin nggak ada sejarahnya gue bakal kabari lo lagi."

DersikWhere stories live. Discover now