00.62. Aku yang sebenarnya [Danu]

Start from the beginning
                                    

"Mas... Itu untuk Masa depan Putra dan Danu. Itu bukan hak kita, mas." Lirih Mama seraya memegang pipinya.

"Saya menyesal menikah dengan wanita bodoh seperti kamu! "

"PAPA!" Pradipto menahan tangannya yang ingin memukul kembali saat melihat Zillo berlari ke arah Mamanya.

Zillo memeluk Mamanya erat seraya menangis.

"Jangan pukul Mama lagi, Pa..." Danu ikut bersama Zillo memeluk Mamanya untuk melindungi wanita yang sudah menyayangi Danu layaknya anak kandung.

"Bodoh! Kenapa semua orang di rumah ini sangat bodoh!" Umpat Pradipto sebelum pergi meninggalkan istri dan kedua anaknya yang saling memeluk seraya menangis.

"Mama baik-baik saja, sayang. Jangan menangis." Lina menenangkan anak bungsunya yang memang sangat sensitif dengan urusan perasaan.

Zillo anak yang manja dan cengeng jika bersama keluarganya.

"Danu, bantu angkat adeknya." Danu menggendong adiknya yang memiliki tubuh 11—12 dengannya dengan susah payah.

Zillo tak berhenti menangis. Sudah beberapa kali ia melihat Mamanya disakiti Papanya. Dipukuli, bahkan diperlakukan seperti pembantu.

"Cowok harus kuat, dek! Jangan cengeng. Dunia gak butuh orang lemah." Ujar Danu seraya menyelimuti adiknya.

"Abang tadi juga nangis." Sahut Zillo tak terima.

"Tapikan abang gak minta gendong kayak kamu!"

"Putra man gak ada minta di gendong Abang!"

"Yaudah, jangan ngegas. Tidur gih! Biar Abang yang selesain tugas kamu." Danu menyentil dahi adiknya.

Mama mereka tersenyum. Setidaknya dua anak laki-lakinya bisa menjadi penyemangat nya untuk kuat.

Danu kembali menangis mengingat kehangatan terakhir hubungannya dengan Zillo. Setelah itu, Papanya menyuruh Danu menjadi anak pembangkang, dan jahat. Danu terpaksa menurutinya karena Zillo menjadi bahan ancaman Papanya.

"Abang sarapan dulu sayang!" Danu terhenti seraya memasang dasinya.

"Udah telat."

"Kalo enggak, bawa bekal aja. Biar Mama siapin."

"Gak Perlu! Danu gak mau makan masakan Mama lagi!" Danu melanjutkan langkahnya setelah mengucapkan kata menyakitkan itu.

"Abang, Gak boleh bicara tinggi sama Mama!" Ujar Zillo marah ketika melihat abangnya yang tak seperti biasa.

"Bukan urusan lo!"

"Danu, jaga bicaranya sama adek." Tegur Mama turut terkejut melihat tingkah anaknya pagi ini. Padahal kemarin malam mereka masih makan bersama, dan bahagia saja.

Zillo berlari mengejar abangnya.

"Bang, bibir Abang kenapa? Kok biru gitu." Zillo berusaha melihat luka di sudut bibir abangnya.

"Minggir!" Danu mendorong Zillo menjauh.

"Bang, pipinya juga kenapa kok lebam? Abang jatuh?" Tangan Zillo langsung ditepis Danu.

"Gak usah peduliin gue!" Zillo tersungkur dilantai ketika Danu mendorongnya kasar.

"Danu!" Seru Mama seraya membantu Zillo yang mulai menangis.

 Zillo [✓]Where stories live. Discover now