Prequel - His Affection 5

1.6K 278 17
                                    

Taehyung tidak suka diganggu terlebih saat dia sendiri sedang disibukkan dengan urusannya sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Taehyung tidak suka diganggu terlebih saat dia sendiri sedang disibukkan dengan urusannya sendiri. Tapi ibunya memaksa untuk Taehyung mengantarkan bekal makan siang ke kantor tempat Jungkook bekerja.

Merepotkan, pikir Taehyung. Memaksakan kakinya untuk melangkah masuk gedung perusahaan milik Jungkookㅡiya, milik Jungkook sepenuhnya secara pribadi. Taehyung hanya berego tinggi sampai dia belum takluk di bawah dominasi calon suaminya yang sebegini kayanya.

Taehyung sudah mencoba menelepon Jungkook, tapi tidak diangkat. Jadi, dia putuskan untuk naik sendiri ke ruangan Jungkook dibantu dengan arahan dari pegawai resepsionis. Katanya, dia harus bertanya lagi pada sekertaris Jungkook, yang berada satu lantai dengan sang direktur.

Dan, Taehyung disambut oleh deretan gadis-gadis cantik bertubuh langsing. Dia baru tahu, direktur punya lebih dari satu sekertaris, ya? “Permisi, apa Direktur Jeon ada?”

“Apa anda sudah membuat janji, Tuan?” tanya seorang gadis dari balik meja, wajahnya mungil dengan rona di pipi membuatnya tampak manis. Taehyung melirik name tag yang menunjukkan identitas diri si gadis. Kim Saeron.

“Belum, kunjungan ini juga mendadak. Aku sudah menghubunginya secara pribadi tapi dia tidak menjawab.”

Gadis bernama Kim Saeron menggumam sesuatu dua gadis di sampingnya hanya diam. Taehyung merasa aneh dengan situasi ini. Kenapa tidak ada yang langsung menjawabnya? Di mana dia harus menunggu dan berapa lama, sebab Taehyung akan memaklumi jika Jungkook masih memiliki urusan dan tidak ingin diganggu.

“Jadi? Apakah Direktur Jeon ada di tempat?”

Saeron menjawab gugup, “Direktur Jeon, sedang ada rapat. Lima menit lagi rapatnya selesaiㅡTuan tidak keberatan menunggu di ruang tunggu? Karena calon istri Direktur sedang menunggu di ruangannya.”

Tungguㅡcalon istri? Wah kospirasi apa ini? Pikir Taehyung jengkel. Dia sudah repot meluangkan waktu untuk datang kemari, tapi justru dipermainkan oleh situasi seperti ini.

“Kalau begitu, aku titip ini. Tolong sampaikan, dari Kim Taehyungㅡoh, bisa minta kertas notesnya?”

Setelah menitipkan catatan, Taehyung melangkah pergi, namun baru dua meter jaraknya dari meja sekertaris, seseorang dari dalam ruangan Jungkook keluar. Wajahnya tampak jengahㅡsosok itu cantik, glamour, lipstiknya terlalu merah, dan pakaiannya terlalu ketat. Apa selera Jungkook memang yang seperti itu?

“Kenapa Jungkook lama sekali!”

Dan, tipikal pemarah. Yah, Taehyung juga bukan orang yang sabaran, jadi pesan yang dia titipkan untuk Jungkook sudah cukup mewakili emosinya siang ini, kan?

Jeon Jungkook. Game over. You lose! –from, Kim Taehyung

***

Jungkook mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan. Sejak keluar dari ruang rapat dan membaca pesan yang ditinggalkan Taehyung beserta kotak bekal makan siang, perasaan Jungkook yang awalnya berbunga mendapat perhatian dari calonnya, tiba-tiba menjadi dongkol setengah mati. Karena pengacau hidupnya yang seperti parasit tiba-tiba ada di ruangannya.

Jungkook kira Taehyung hanya bergurau dengan isi notes. Sebab Taehyung sering menolak dan mengancamnya, namun selalu gagal karena Jungkook tidak berhenti mengejar. Tapi sekarang dia mengerti arti dari pesan itu.

Jungkook kalah dalam permainan mereka.

Sekarang dia sedang menghampiri Taehyung di club. Setelah tunangannya tidak dapat dihubungi dan menghilang sejak siang, di pukul sebelas malam barulah sambungan telepon dapat terhubung. Dan, Taehyung mengangkatnya dengan suara teler; meracau, menjadikan Jungkook cemas setengah mati.

Di club yang tidak jauh dari tempat kerja Taehyung. Dari pintu masuk yang mempertontonkan aula dansa yang penuh sesak, di antara puluhan yang sedang menari mengikuti irama music. Di sana, Jungkook temukan Taehyung sedang menari, dengan seorang lelaki pendek yang terlihat berusaha membawa Taehyung keluar dari lantai dansa. Sebab semakin malam angka jarum jam, semakin ramai aula dansa dipenuhi orang-orang.

“Tidak mau!”

Melangkah lebih dekat Jungkook dapat mendengar rengekan Taehyung yang tidak ingin diajak pulang.

“Ayahmu bisa murka kalau tahu kamu ada di sini.” Jimin masih berusaha menyeret Taehyung untuk keluar dari lantai dansa.

“Biar saja. Inikan memang salah Ayah yang memaksaku menikah dengan Jeon Jungkook brengsek itu! Padahal aku sudah menolaknya terang-terangan!” teriak Taehyung.

“Padahal kamu sendiri yang bilang Jungkook oke juga, kaya dan tampan.”

“Tapi Jimin, dia itu brengseeek sekali. Aku tidak suka!”

“Ya, terserah. Itu urusanmu dengan dia. Sekarang kita pulang saja, ya?”

“Tidak mau—oh! Jungkook?”

Jimin menoleh ke belakang mendapati Jungkook mendekat ke arah mereka. Dia membungkuk sekilas, kemudian memperkenalkan diri. “Hai, aku Jimin. Sahabat Taehyung.”

“Aku Jungkook, calon suami Taehyung.” Dan mereka saling berjabat tangan. Bentuk perkenalan formal.

“Ya, Taehyung pernah cerita. Maaf, pasti repot ya menghadapi Taehyung, dia memang keras kepala.” Jimin menangkap gelagat Jungkook yang terus memandangi Taehyung. “Dia adalah sedikit masalah hari ini, jadi mengajakku kemari. Dan, aku terpaksa menemaninya. Taehyung gawat jika sudah mabuk.”

“Terima kasih, aku membuat kesalahan siang ini. Biar aku antarkan pulang.” Jungkook menawarkan. Dia membawa tubuh Taehyung ke sisinya.

“Kalau begitu aku yang terima kasih, permisi.” Jimin menepuk bahu Jungkook dan melenggang pergi keluar club. Sementara sahabatnya Taehyung telah jatuh ke dalam pelukan calon suaminya.

***

Jungkook menidurkan Taehyung ke kursi penumpang, di samping kursi kemudi. Saat hendak memasangkan sabuk pengaman Jungkook bergeming, tubuh besarnya menaungi tubuh mungil Taehyung.

“Jangan mendekat,” bisik Taehyung. Jungkook memasang sabuk pengaman Taehyung dengan cepat dan menjauh, duduk di kursi kemudi.

“Maaf.”

“Tidak perlu, aku pergi ke klub juga alasannya bukan karenamu.”

“Mau aku belikan obat pereda mabuk?”

“Tidak perlu, aku tidak terlalu mabukㅡaku cuma minum satu gelas beer.”

Taehyung memberikan Jungkook pemandangan punggung sampingnya. Dia enggan untuk melihat Jungkook.

“Soal gadis ituㅡ“

“Apa aku terlihat peduli? Antarkan aku pulang saja, tolong. Aku lelah sekali.”

Dan, Jungkook tidak berani mengajak Taehyung bicara lagi. Dia membiarkan, sepanjang jalan 20 menit menuju rumah Taehyung dalam keheningan. Mungkin besok mereka bisa mengobrol dengan lebih beradap dan berkepala dingin.

“Taehyung,” Jungkook memanggil sebelum tunangannya itu membuka pintu gerbang. “Selamat malam, mimpi indah.”

.

ㅡtbc.

.



afek.si ✅Where stories live. Discover now