Kelvin (...)

123 12 8
                                    

Aku menyalakan lampu kamar saat mendengar bunyi benda jatuh dari luar. Mungkin dapur.

Melihat jam di nakas dan merasa sedikit heran. Siapa yang bangun pukul 23.30 dan membuat keributan di dapur? Karena penasaran, aku memutuskan untuk keluar kamar.

Saat melewati kamar Kana, kulihat pintunya sedikit terbuka. Aku membukanya lebih lebar dan mendapati kamar Kana yang terang benderang, tapi kosong. Tidak ada Kana sama sekali.

Aku mulai berpikir bahwa oknum pembuat keributan malam-malam begini adalah saudara kembarku itu. Jadi aku memutuskan menuju dapur dengan langkah lunglai. Aku masih sedikit mengantuk gara-gara terbangun paksa.

Ruang santai yang kulewati juga terang benderang dan aku semakin yakin bahwa Kanalah yang melakukannya. Dia tidak menyukai tempat gelap dan jika semua lampu rumah ini dinyalakan, berarti dia memang berkeliaran di rumah malam-malam begini. Aku berjalan cepat ke dapur dan langsung melihat Kana yang sedang duduk di atas meja makan sambil menundukkan kepala dan melipat kakinya. Samar aku mendengar suara kecilnya yang mengucap sebuah kalimat berkali-kali.

"Jangan mendekat..., jauh-jauh pliss. Jangan deket... jauh-jauh, jauuuh, jauh-jauh pliss plis plisss...,"

Aku pun segera mendekat saat mendapatinya ketakutan seperti itu. Keadaan dapur lumayan berantakan dengan berbagai alat masak yang sudah terkotori bahan-bahan makanan.

"Ana!" Panggilku sambil mengelus bahunya.

Kana terpekik kecil dan melihatku dengan wajah terkejut. Kulihat ada air mata di sudut matanya. Aku mendekat dan memeluknya. Menenangkan tubuhnya yang sedikit gemetaran.

"It's ok. Ada aku di sini."

Kana masih membeku di tempatnya. Kelamaan dia mulai rileks dan balas memelukku sangat erat. Mendapatinya yang seperti ini, membuatku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi padanya. Sambil masih memeluknya, aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Mencoba mencari sebab dari ketakutan Kana.

Aku menajamkan pandangan saat melihat sesuatu yang bergerak di pojokan dapur dekat dengan pintu halaman belakang. Sesuatu yang kecil dengan ekor panjang yang mendeskripsikan hewan pengerat paling menyebalkan di dunia ini, tikus. Pantas saja Kana sampai ketakutan seperti ini. Dia memang memiliki phobia terhadap hewan itu.

"Ana, kamu tunggu sini ya..., aku usir dulu tikusnya." Ujarku pada Kana yang masih memelukku sangat erat.

"Ngga mau..., nanti dia kesini gimana?"

Aku berpikir keras tentang bagaimana caranya untuk menenangkan Kana sementara aku akan mengusir dan membuang tikus itu jauh-jauh dari rumah. Mungkin aku akan membunuhnya dan membungkusnya dengan plastik lalu kulemparkan ke tong sampah di depan gerbang rumah supaya besok pagi sudah bisa diangkut oleh petugas kebersihan.

"Yaudah, sini aku gendong ke ruang tengah dulu. Biar aku yang bunuh tikusnya." Ujarku yang tak lama kemudian mendapat anggukan dari Kana.

Aku langsung menggendong Kana di depan dan adik kembarku itu langsung meringkuk di ceruk leherku dan memelukku erat.

Sebenarnya aku penasaran apa yang sedang dilakukan olehnya tengah malam begini. Mengapa ia sudah ada di dapur dan memasak banyak makanan hingga dapur menjadi sedikit kacau akibat ulahnya. Dan aku juga bertanya-tanya mengapa kedua sepupuku bahkan tidak terbangun ketika mendengar suara bising dari dapur padahal kamar mereka lebih dekat dengan dapur daripada kamar kami berdua. Entahlah, aku tidak cukup mempunyai clue dan lagipula itu bukan keahlianku sama sekali.

Aku menurunkan Kana di atas sofa depan televisi. Mengelus rambut panjangnya dan menenangkannya agar tidak lagi mengingat trauma masa lalu yang menorehkan banyak luka pada hidupnya.

It's Only 5 Minutes Appart (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang