Cantik - Episode Sembilan Belas🍃

38 6 1
                                    


Mata itu terbuka menyusuri ruang bercat putih khas rumah sakit. Jemari tangan coba digerak-gerakkan kan perlahan. Tidak ada yang menungguinya di ruangan ini. Hanya bertemankan sofa., juga suara tv.

Dalam benaknya dicoba putar balik peristiwa yang membawanya pada rasa sakit yang mendera. Ia meraba, bergerak perlahan menyentuh sisi yang menjadi letak kesakitannya.

Selang oksigen dilepaskan perlahan. Ia tidak membutuhkan itu lagi. Difikirannya hanya ada Rafqis. Bergerak kecil, ia mencoba duduk dengan memposisikan tubuh kemiringan enam puluh deraja.

"Sshhh.." desisan itu yang pertama keluar dari bibir pucatnya. Sembari memegangi perut yang tertusuk. Perlahan dan pasti satu kakinya diturunkan. Untuk berhasil menginjak lantai dingin kembali ia harus mengeluarkan desisan sakit disekujur tubuhnya.

Bersamaan dengan berputarnya knop pintu bercat abu. Memunculkan wajah berkacamata dengan stetoskop mengalungi leher. "Ya Allah" ia berlari kecil mendekat. Menaikkan kembali kaki itu dengan hati-hati. Menyusun bantal dikepala ranjang sebagai sandaran.

"Akhirnya kau membuka mata juga. Hampir saja aku membogem Marco kalau kau tidak juga kunjung sadar. Meski aku dokter dan tau kapan kau membuka mata tapi tetap saja aku panik bukan kepalang. Terakhir kali kau menangis membawa calon suamimu sekarang kau yang terbaring. Ya Allah. Aku masih diberi kesempatan melihat sinar dimatamu" tanpa sadar Herry berbicara panjang lebar dan membuka satu kartu kebenaran.

"Aa..air" kata Shireena pelan. Rasanya tenggorokannya kering, begitu juga dengan bibir yang telah mengeluarkan pecahan pecahan kulit sebab sudah satu minggu tidak dipoles. Di beri pelembab ataupun diberi madu.

"Ahh... iya. Aku sampai lupa" Herry mengambil segelas air minum di nakas. Menyodorkannya, membantu Shireena menegukkan air itu. Herry tanpak senang Shireena kembali. Suara itu berhasil masuk di gendang telinganya lagi.

Syukur diucapkan kala tubuh bersandar dengan wajah pucat sayu. Aura cantiknya masih begitu kentara. Mata bulat berwarna kecoklatan dengan bulu mata lentik memanjang. Alis hitam pekat nan lebat, bibir tipis hidung mancung dengan belahan dagu disana. Kharisma Shireena tidak pendar meski dalam keadaan sakit bahkan ketika senyum tipis itu terbit kala Herry selesai memabantunya minum.

"Terimakasih"

Herry mematung sejenak. Takjub dengan suara lembut itu. Sesaat otaknya berputar pada wajah Shireena. Dengna mata enggan mengedip. Untuk pertama kalinya Shireena bertutur manis padanya. Biasanya mereka selalu bertengkar meski tidak benar-benar bertengkar. Hanya adu mulut juga ucapan kasar yang terdengar.

Teringat Herry pernah menjemput Shireena di club malam pukul 02.00 dini hari. Kala itu Shireena tengah mabuk hingga penjaga bar menelfonnya untuk di jemput. Karena history call adalah panggilan terakhir yang Shireena lakukan padanya.

Sebelum mabuk Herry mengajaknya pergi makan malam. Menyetujui Shireena ikut permintaan Herry. Lalu ketika Shireena mengunyah dissert, ia menemukan cincin yang beradu dengan gigi giginya.

Tanpa di duga Shireena langsung menatap tajam dan meninggalkan Herry tanpa kata dan membuang cincin yang ia keluarkan dari mulutnya.

"Kau jangan main-main eii denganku. Ngajak kencan lah konon. Berani bayar berapa sih, baru juga jadi dokter biasa belum spesialis. Gajimu nggak cukup untuk perawatanku.

"Buat creambath aja udah habis. Haish. Macem-macem aja lah. Punya kawan somplak bener udah tau aku ini wanita mahal. Nakal.

"Kita sahabattan ya tapi enggak untuk cinta. Persetan dengan Cinta. Kalau benar Cinta, nggak mungkin banyak orang jatuh cinta, menikah lalu beberapa tahun kemudian menjanda. Apa itu yang namanya cinta! Haha

"Kau bodoh jatuh cinta padaku" Shireena berdiri dengan sempoyongan. Menunjuk-nunjuk Herry dengan jari lunglainya akibat mabuk.

"Lihat penampilanmu" Shireena meneliti dari atas sampai bawah. "Nggak ada pantes-pantesnya bersanding denganku. Haha"

Menarik kerah baju Herry kasar.., Shireena mendekatkan wajahnya pada Herry yang dengan iseng juga menempelkan ujung hidungnya ke wajah Herry. Sontak mata Herry terbelalak mendapati Shireena dengan kegilaannya.

"Haha., muka culun!" Ditoyornya kepala Herry. Namun sebelum itu ia meniup angin dari mulutnya ke wajah Herry. "Konyol" Shireena tertawa. Dan entah apa-apa saja yang diucapkan. Umpattan, makian, cacian.

Herry yang mengikuti dalam diam di belakang cuma bisa mengelus dada serta menahan segala kekesalannya. Terlalu banyak tingkah. Untung saja Herry cinta kalau tidak sudah ditenggelamkan saja di malam-malam penuh dengan kucing liar yang siap menerkamnya.

"Apa keluhanmu?" Herry memeriksa denyut nadi Shireena lalu menempelkan stetoskop di dadanya.

"Nyeri"

Herry mengangguk. "Hanya itu?"

Shireena mengangguk lalu ssedetik kemudian juga menggeleng. "Aku ingin pulang" diam sejenak Shireena menghembuskan nafas. "Kerumah kontrakanmu"

Melotot kaget. Herry mengatur nafas, "apa maksudnya dia mau jadi istriku gitu?"

"Masih ada kan kontrakanmu yang kosong?" Hhh. Lega. Herry sempat geer dan lupa bahwa ia punya usaha kontrakan dua puluh pintu. Dan sedang membangun lima pintu lagi dekat rumah yang ia tinggali.

"Ada."

"Bawa aku kesana. Pembayarannya setelah aku mendapatkan kerja!"


13 Juli 2020


Cantik - Rahasia Di BALIK NIQAB || Edisi Revisi📝Where stories live. Discover now