Chapter 4. Vhen Archmiel

1 0 0
                                    

Beberapa saat ibu tua itu berlari, ada sesosok pemuda kurus yang segera menghentikan langkahnya dan menenangkan ibu tua tadi.

Melihat siapa yang menghentikan langkahnya, ibu tua tadi memeluk pemuda tersebut, tetap menangis dan mulai meracau tentang kematian anaknya.

"Kyre, mengapa......"

"Mengapa harus begini!"

"Vhen, kini kau satu-satunya anakku yang tersisa."

"Ibu tenang dulu, sabar bu." ujar pemuda itu menenangkan.

Sepertinya pemuda itu sudah tau apa yang telah terjadi kepada Kyre, namun dia urung untuk mengatakannya kepada ibu tadi.

"Maafkan aku, bu. Akulah yang salah, tidak mengabarkan kematian kakak dari dulu."

Ibu tadi diam, sambil memandang pemuda tersebut. Dia segera ditenangkan oleh pemuda tersebut.

Beberapa saat tangisannya mereda. Dia terus menatap anak satu-satunya yang tersisa itu. Dalam hatinya dia tak mau lagi ditinggal oleh seseorang yang dia cintai. Mendengar tentang kematian Kyre sudah membuatnya sangat sedih, apalagi kini kalau Vhen, anaknya yang tersisa itu ikut mengikuti jejak suami dan anak sulungnya pergi ke medan peperangan.

Beberapa saat mereka berpandangan, seorang pasukan kerajaan mendekati mereka dan memanggil pemuda tadi.

"Hei, nak! Apakah kau sudah siap?".

"Ibu, maafkan aku. Sekarang aku akan menggantikan kakak untuk menjadi pasukan kerajaan. Doakan aku, semoga aku baik-baik saja."

Sambil berlari, pemuda kurus itu mendekati kerumunan orang-orang yang akan menjadi pasukan kerajaan.

Ibu tua yang sudah tak mau lagi kehilangan anak satu-satunya yang tersisa itu mencoba menahan laju Vhen. Tampaknya ibu tua tadi tidak rela kalau anaknya tersebut ikut menjadi pasukan, dia mengejar anaknya tersebut sambil berteriak memanggilnya.

Pemuda kurus itu tak mengindahkan teriakan dan tangisan ibunya. Hatinya seakan sudah mantap untuk berjalan meraih masa depannya, walau masa depannya itu adalah kematian. Sambil berlari menjauh, Vhen menoleh ke belakang dan tersenyum. Dia melambaikan tangannya dan segera mengikuti rombongan yang telah berjalan.

Karena tak mampu mengejar anaknya ibu tua tadi hanya bisa terduduk di tengah jalan sambil menangis. Dia dihibur oleh sang kepala desa yang ikut mengamati kepergian para warga yang hendak dijadikan pasukan kerajaan.

Di lain tempat, di sebuah rumah yang kelihatannya dijadikan tempat penempaan senjata dan armor, seorang laki-laki bertubuh kekar sedang di kerumuni oleh beberapa prajurit. Sepertinya dia sedang dicecar pertanyaan dari para pasukan.

"Tuan, kau sudah tidak memiiki keluarga lagi. Sekarang kau harus ikut kami menjadi salah satu pasukan kerajaan."

"Atas dasar apa kalian menyuruhku menjadi pasukan?"

"Kami dititahkan King Morrent untuk mencari pasukan tambahan. Dan warga harus menyerahkan salah satu keluarganya atau dia sendiri harus menjadi pasukan kerajaan." jawab salah satu pasukan.

Mendengar jawaban dari pasukan itu lelaki tersebut sontak cemas, dia melihat sekeliling. Matanya menangkap sesosok mungil lelaki yang sedang memanaskan sebuah pedang di perapian. Sepertinya dia punya ide agar terbebas dari perintah tersebut.

"Sebentar."

Lalu dia mendekati sosok lelaki mungil tadi, sambil tersenyum licik dia tiba-tiba mengangkat tubuh lelaki mungil tadi.

Kaget karena tubuhnya diangkat, lelaki mungil tadi sontak berteriak keras.

Setelah sadar bahwa lelaki kekar yang mengangkatnya lalu dia bertanya, "Tuan, ada apa ini?"

"Kau akan menggantikanku menjadi pasukan di kerajaan. Kau harus mau karena kau adalah budakku!"

"Tidak mau, tuan! Tuan jangan serahkan saya kepada mereka!" Tolak lelaki mungil tadi. Namun apa daya, dia langsung dihempaskan kearah para pasukan.

BLOOD BROTHERHOOD : Kingdom WarfareWhere stories live. Discover now