"Ya udah deh kalau lo udah sarapan." Lanjut Gayatri kemudian.

"Sorry." Gayatri mengacungkan jempolnya. Lalu gadis itu keluar dan menuju warteg yang tak jauh dari kantornya.

*****

Gayatri merebahkan dirinya di kasur setelah seharian melaksanakan pengintaian di daerah Banten. Gadis itu beserta tim kini fokus pada kasus perdagangan senjata yang sempat membuat dirinya frustasi kemarin. Bagaimana tak frustasi? Gayatri tak habis pikir dengan pihak-pihak yang terlibat itu.

Rasanya baru saja merebahkan dirinya di kasur, tiba-tiba pintu kontrakannya di ketuk seseorang. Lantas Gayatri bergegas keluar dan melihat siapa yang datang malam-malam begini.

Ketika dibuka pintunya, seorang perempuan berdiri seraya tersenyum canggung ke arah Gayatri.

"Faza?"

"Ya, boleh gue ngomong sesuatu ke lo? gue nggak bisa menghubungi lo sejak kemarin-kemarin, jadi gue inisiatif datang ke kontrakan lo."

Gayatri mengangguk dengan tatapan datarnya. Lalu ia mempersilahkan Faza untuk masuk ke dalam.

"Ada apa?" tanya Gayatri to the point. Ia sebenarnya masih kesal dan marah dengan peristiwa yang lalu, tetapi ia juga berusaha melupakan dan tak mau mengingat lagi seumur hidupnya.

"Maaf," ucap Faza lirih dengan kepala menunduk. Gayatri ditempatnya hanya menghembuskan nafasnya kasar.

"Maaf gue udah buat lo kecewa sedalam-dalamnya. Gue udah mengkhianati lo. Maafin gue Ya."

Gayatri terdiam dengan mata menatap Faza. Wajah Faza antara menyesal dan tak tertebak oleh Gayatri. Hal itulah yang membuat Gayatri menatap penuh selidik.

"Gue udah nggak mikirin hal itu. Lagipula buat apa gue mikirin hal yang sia-sia buat gue pribadi?" sahut Gayatri sarkas. Hal itu ia lakukan semata-mata untuk pelampiasan sakit hatinya yang masih berbekas tentunya.

"Gue juga minta maaf sama lo. Gue emang egois dengan merebut Fajar. Gue udah suka dia sejak lama tapi dia malah tertarik sama lo. Gue sakit hati Ya."

Gayatri mendengus dengan senyuman miring. Ternyata benar, dugaan curiganya tadi ternyata terjawab sudah.

"Terus urusan sama gue apa?"

"Maaf Ya, maaf." Lalu Faza nampak mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang ia bawa.

"Dua minggu lagi gue sama Fajar nikah. Lo datang ya."

Ucapan Faza membuat Gayatri terdiam di tempatnya. Apa tadi? nikah? bolehkah Gayatri mengumpat?

'Sh*t!'

"Oh." Gayatri menatap undangan berwarna merah muda itu dan menerimanya.

"Selamat buat kalian." Lanjut Gayatri lalu gadis itu tersenyum pahit. Ia bukan cemburu, ia hanya shock dengan kejadian ini. Semudah itukah mereka menyatukan cinta setelah berhasil membuat dirinya menjadi orang paling naif dan bodoh sedunia?

"Lo nggak sakit hati kan?"

Gayatri seketika ingin mengumpat keras. Jika bukan sesama perempuan, Gayatri sudah mengatai habis sampai mungkin gadis itu puas. Tapi ia punya pengendalian diri sehingga cara itu tak ia gunakan. Buat apa? ia hanya akan menjadi pengecut seperti Faza.

"Sakit hati? buat apa? gue bukan tipe orang yang suka memungut sampah. Jadi buat apa gue sedih dan menyesal?" ucap Gayatri lagi dengan nada sarkasnya.

Ditempatnya Faza terdiam. Gayatri saat ini sedang murka. Tetapi murkanya Gayatri tidak diluapkan dengan berapi-api. Gadis itu hanya menyahut dengan kata-kata menyentil yang begitu menohok.

DersikOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz