Thirteen: Psycho War

Start from the beginning
                                    

"Kalau mau pergi lama gitu, orangnya kasih kamu kenang-kenangan spesial apa, Rin?" tanya Mila lagi.

Dih! Sumpah deh Orin bener-bener kesal.

"Kenang-kenangan apaan? Itu kan buat orang mau pisah? Misal lulus sekolah atau apa gitu."

"Ya kalian kan mau pisah agak lama, Rin."

"Penting banget ya kayak gini dibahas?"

"Girltalk, Rin. Share pengalaman kan nggak ada salahnya juga. Gue nggak keberatan kok kalau misal lo nanya-nanya soal gue sama Anom."

Emangnya aku peduli, kamu sama Anom mau ngapain? Batin Orin geregetan! Lama-lama dia benar-benar emosi menghadapi kenyinyiran orang-orang ini.

"Itu kamu, Mil. Aku nggak kayak gitu. Nggak biasa kepo urusan orang, karena aku juga nggak mau urusanku dikepoin orang," bantah Orin.

"Yaelah Rin, kaku amat sih jadi orang? Sama temen sendiri juga. Heran deh, Pak Berlyn yang sebaik itu gimana ya ngadepin lo yang ribet kayak gini? Tahu sendiri kan, Pak Berlyn itu asyik banget orangnya? Gaul, dan nggak pilih-pilih memperlakukan orang. Sama siapa aja welcome dan nggak curigaan kayak lo."

Ucapan Mila benar-benar keterlaluan. Kenapa sih suka banget ngomong nyakitin gitu?

"Maksud kamu apa ya, Mil?" tanya Orin dengan serius.

Mila sadar nggak sih kalau dia sedang menggali kuburan kariernya sendiri? Karena meskipun mereka masuk ke perusahaan ini dalam waktu bersamaan, sekarang posisi Orin satu tingkat lebih tinggi dari dia. Dengan atau tanpa adanya Berlyn pun, Orin punya kuasa untuk menindak tegas anggota timnya.

"Jangan marah, Rin. Selow aja deh ah. Urusan asmara itu paling seru buat diobrolin, tahu? Jangan diambil hati, yah. Ntar bisa-bisa lo kayak istri Pak Irsal deh. Curigaan mulu sama lakinya," kata Mila sambil cengengesan. "Becanda, Rin."

"Kamu balik kerja aja deh, Mil. Emang kamu udah kelarin tugas yang aku minta tadi?" tanya Orin tidak mau terprovokasi.

Mila pun berbalik dan pergi menuju ke mejanya kembali. Meskipun dia tahu cewek itu tidak akan berhenti sampai di situ. Orin yakin, sebentar lagi orang-orang nyinyir ini akan menghujatnya habis-habisan di grup mereka. Grup yang tentu saja tidak ada dirinya di sana.

Sialan! Orin memaki dirinya karena langsung down oleh ucapan tak bermutu begitu. Becanda katanya? Memang apa salahnya sampai diperlakukan begitu? Memang apa salahnya kalau dia yang ribet bisa mendapat pasangan Berlyn yang asyik? Hubungan ini berdasarkan mau sama mau kok. Berkata seperti itu seolah dia yang paling berhak menentukan siapa yang layak buat Berlyn saja.

Menjelang jam istirahat Berlyn menghubunginya. "Orin Sayang, aku nggak bisa nemenin makan siang nih. Nggak apa-apa kan?" tanya pria itu.

"Iya, nggak apa-apa," jawab Orin. "Kamu lagi di mana, Bee?"

"Ini sama orang-orang, masih meeting. Jadi lunch-nya di ruangan."

"Oke. No problem, Bee." Lalu seperti teringat sesuatu, Orin pun menambahkan. "Bee, aku tahu kamu sibuk banget hari ini. Jadi nanti aku pulang sendiri aja, ya."

"Eh?"

"Aku mau pulang tepat waktu, Bee. Ada kerjaan buat galeri yang harus aku kelarin sebelum hari Sabtu. Yakin deh kamu sibuk, jadi nggak mungkin kamu bisa antar aku cepat."

"Aku bisa ..."

"Udah, aku naik taksi aja."

"Taksi, ya. Jangan ojek."

"Oke," kata Orin. Beuh, pacaran model gini susah banget hematnya! Padahal juga sebelumnya ke mana-mana dia naik ojek.

"Bye, Orin!"

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now