[Dari Lingga-8]

109 45 2
                                    

cari, jatuh, dan pilihan

Pagi hari mulai dengan turunnya hujan.

Lingga menurunkan payung dan menggoyangkannya sedikit agar bulir-bulir air yang tersisa jatuh. Lanjut, dia menutup payung berwarna abu-abu itu lalu masuk ke dalam gerbong. Dinginnya AC menerpa wajah Lingga hingga rasa kantuk yang tersisa kini menghilang.

Kaki Lingga mengarah ke salah satu tempat duduk yang kosong. Namun segera berbalik begitu melihat Pipit dan temannya asyik mengobrol di ambang pintu gerbong, dekat kursi yang Lingga inginkan.

Hati Lingga serasa ditusuk jarum panas. Alay memang, tapi begitulah nyatanya. Dia yang terbiasa berada di sekitar Pipit sekarang harus berusaha menjauh demi masa depannya sendiri.

Omong-omong perihal masa depan, Lingga yang sekarang berdiri sembari menggenggam handgrip, membuka laman informasi PTN lewat ponselnya. Lingga baru tahu kalau tidak banyak jurusan PTN yang menerima lulusan SMK.

Lingga menutup laman tersebut dan mulai mengetik 'Kuliah lulusan SMK' di mesin pencarian. Selanjutnya, lebih dari tiga juta hasil pencarian menanti untuk dibaca. Lingga mengeklik artikel yang menurutnya menarik.

Artikel yang berjudul Lulusan SMK Enggak Bisa Masuk PTN Bergengsi? Ah Bohong! menjelaskan bahwa ada beberapa universitas yang menerima lulusan SMK. Selain itu, beberapa universitas membuka program vokasi—yang dapat Lingga ibaratkan seperti SMK karena lebih banyak praktikum. Universitas itu bahkan membuka jalur rapot untuk program vokasi.

Bisa dicoba nih! Tapi segera Lingga urungkan karena pendaftarannya sudah lewat.

Kereta tiba-tiba bergerak dan membuat tubuh Lingga maju sedikit ke depan. Karena tak awas, ponselnya meluncur dari tangan dan tergeletak di lantai gerbong. Beruntunglah gerbong yang Lingga naiki tidak ramai. Kalau ramai bisa-bisa layar ponsel Lingga retak diinjak penumpang lain.

Ketika Lingga akan berjongkok untuk mengambil ponsel, seseorang mengambilnya lebih dulu. "Ini."

Suara familiar dan lengan yang ditutupi oleh rajutan kardigan merah muda. Siapa lagi kalau bukan Pipit? Seketika muka Lingga terasa panas dan jantungnya berdetak lebih keras.

"Thanks," cicit Lingga tanpa berani menatap wajah Pipit langsung. Pipit tak membalas dan berjalan ke sisi gerbong yang lain bersama temannya.

Baru saat Pipit berjalan agak jauh, Lingga baru berani menatap ke belakang dan menatap nanar punggung perempuan berkardigan merah mudah itu.

Sepertinya Lingga harus pindah gerbong .

***

"Galau, Ga?" tanya Fadil saat melihat Lingga yang muram sambil menusuk lengan Lingga dengan bagian belakang pensil. Setelah masuk kelas, Lingga mengeluarkan modul, memasang earphone, lalu menyalakan lagu sekeras mungkin.

Lingga merasa terganggu. Dia engambil paksa modulnya yang dipinjam Fadil. "Paan sih?"

"Eh, gue belum selesai nyonteknya!" protes Fadil tapi tak Lingga dengarkan.

"Nih, nih. Punya gue." Arham, yang duduk di depan Lingga dan Fadil, memberikan modul USBN-nya yang telah terisi pada Fadil. "Biarin tuh anak galau."

"Iya dah, suram amat. Padahal lebih suraman LSP—Lembaga Sertifikasi Profesi." Lingga menyeret modul Arham sambil melirik Lingga yang menelungkupkan kepala dalam-dalam dengan kedua telinga yang terpasang earphone.

Arham menatap Lingga lalu beralih pandangan ke Fadil. "Lagian Lingga udah kelar LSP. Dia kloter pertama. Jadi kagak deg-degan kek kita gini."

"Kalo gue jadi dia, gue udah nyari kerja dari kapan tau," balas Fadil seraya menyalin jawaban modul Fadil.

Arham menopang dagu, berpikir sebentar. "Tapi terserah dianya juga. Mungkin anak SMA kayak doinya Lingga langsung mikir mau masuk kampus. Kalau kita yang SMK, kan, punya dua pilihan; mau kuliah atau kerja? Walaupun banyak alumni yang kerja dan dapet gaji gede , kuliah juga kedengarannya menarik karena dapet gelar. Dua pilihan itu punya pro dan kontra. Lingga salah satu anak yang belum bisa milih padahal udah mau lulus," jelas Arham panjang lebar.

"Buset dah, Arham Teguh." Fadil berdecak kagum lalu menggelengkan kepala. "Lo sendiri abis lulus mo ngapain?"

"Kuliah, gue udah daftar di UMN. Doain semoga lolos," jawab Arham yang langsung diaminkan oleh Fadil dan topik obrolan berganti menjadi games.

Tanpa Fadil dan Arham tahu, Lingga mematikan lagu yang dia putar dan diam-diam mendengar semua percakapan kedua temannya itu. []

Pesan: Boleh Minta Kontaknya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang