Timeless

4.1K 445 61
                                    

Old love but in shapes that renew and renew forever.

Universal joy, universal sorrow, universal life.

The memories of all loves merging with this one love of ours -

And the songs of every poet past and forever.

━━━━━━━━༻❁༺━━━━━━━━

Malam demi malam Mark duduk disana sendirian, di dalam sebuah kedai kopi. Bermodalkan secangkir caramel macchiato, ia mengambil keuntungan berlipat ganda. Mulai dari koneksi wifi gratis, tempat yang hangat dan nyaman, serta sedikit menikmati saat-saat santai setelah hari-hari penat nan yang panjang di kantor polisi atau tempat pengintaian. Mark senang mengunjungi kedai ini karena di tempat ini ia bisa melihat berbagai macam jenis manusia yang disatukan dengan satu hal  yang sama yaitu kopi. Mulai dari mahasiswa hingga pasangan paruh baya dan segala sesuatu diantaranya duduk dengan tenang dan penuh suka cita menikmati waktu bersama. Cangkir demi cangkir.

Namun malam itu terasa berbeda. Saat itu Mark menyaksikan salah satu hal terindah yang yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lihat secara nyata dalam 22 tahun hidupnya. Malam itu, ia melihat sesuatu yang ia idamkan lebih dari apa pun di dunia ini. 

Cinta sejati.

Bisakah ia menyebutnya begitu?

Malam itu dimulai sama seperti malam-malam sebelumnya. Saat itu bulan Desember di New York dan cuaca sedang berada pada titik terendahnya. Mark berjalan ke kedai kopi dari apartemen yang berjarak dua blok jauhnya sembari menikmati udara dingin dari salju yang seolah membekukan ujung kaki sampai ke sulur pernafasannya. Suara gemerincing bel pintu yang terbuka, hangatnya pencahayaan serta wangi kafein menyambut kedatangannya. Sembari memindai meja yang kosong, ia melihat banyak pengunjung tetap telah menaruh lelah dan canda diatas meja-meja berbahan kayu cedar kecoklatan sambil menyesap secangkir kecil minuman panas.

Setelah menerima macchiato-nya, Mark duduk di meja kecil untuk dua orang yang terletak di sudut kedai. Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai memeriksa pesan-pesan masuk dari rekan-rekannya yang terabaikan. Seharusnya malam ini ia turut terjun ke lapangan untuk menggerebek gembong narkoba di tempat prostitusi yang selama sebulan ini menjadi target operasi divisinya, namun ia lebih memilih mangkir. Daripada harus melihat wanita-wanita telanjang, menghirup pengapnya lokasi khas pelacuran dan menangkap mucikari-mucikari kambuhan lebih baik ia menikmati kopi sembari menganalisis sebuah kasus yang dijadikan bahan tesis untuk ujian kenaikan pangkatnya bulan depan. 

Setelah dirasa cukup baginya memainkan ponsel, Mark membenarkan letak kacamatanya, bermaksud mendongak untuk menyeruput liquid pekat dalam cangkir putihnya namun matanya tanpa sengaja melihat dua lansia memasuki kedai kopi. Ketika mereka akan berjalan pelan melewati pintu, pria tua itu membuka pintu untuk pria yang satu lagi dan membawanya ke meja yang ada di sebelahnya. Pria itu menarik kursi untuknya dan dengan lembut menuntunnya untuk duduk.

"Sayang, apakah kamu mau kopi?" pria itu berkata pelan ketika yang ditanya menatapnya dengan ekspresi khawatir namun manis diwajahnya.

"Ya, aku... kurasa begitu," jawabnya ragu.

"Oke. Tetap di sini dan aku akan segera kembali," katanya lalu bergegas menuju tempat pemesanan.

Mark hanya diam disana memperhatikan pria mungil itu melihat sekeliling dan seolah sangat asing dengan sekitarnya. Ia melirik untuk memastikan bahwa suaminya tidak meninggalkannya sebelum melirik kearah Mark. Mata Mark yang semula tertambat pada pria itu pun dengan cepat melesat kembali mengarahkan pandang pada ponselnya, berpura-pura sibuk oleh notifikasi media sosialnya yang tidak menunjukan apa-apa.

La Di Da Where stories live. Discover now