Bab 16 Anak dan Bapak

32.3K 4.4K 263
                                    

Grup bayang-bayang
Roni rahardian added you.

Hafidz : molniiiing Biruu.. Kata Pak Angga Biru sayang atit ya? Utu utu tayang sini Abang Hafidz tayang.

Burhanudin : gaes ini grup beneran kagak ada Pak Abyan kan? Timpuk Roni pake sandal kalau ada yang nyelundup.

Roni Rahardian : aman. Pokoknya ini cukup kita yang tahu. Biru awas ya kalau ngomong ama penjaganya. Kita tuh sayang sama kamu makanya mau jagain.

Miko : eaaa gombal semua deh. Biru sakit ya? Tadi nggak keliatan.

Aku tersenyum menatap pesan di grup baru yang di buat Rony lagi. Mereka itu memang ada-ada saja. Iya aku sakit. Sejak tadi pagi cuma muntah-muntah terus. Magh ku kambuh.

Hafidz : Adek Biru tayang lagi sakit ya. Bang Hafidz ikut sedih.

Roni Rahardian : Biru mau dibawain apaan? Uang segepok? Wait otewe minta anak tiri dulu ya...

Burhanudin : cakep lu Ron. Sekalian mintain bonus buat kita.

Hafidz ; wah mau mau... Duitnya Pak Angga kan nggak berseri.

Miko : Biru. Abaikan mereka yang mata duitan. Aku ke rumah ya? Bawain bubur ayam.

Hafidz : weh anak non kreatif di larang ngapelin Biru. Sini bayar dulu ke kita. 5000 1 menit.

Aku kembali terkekeh membaca pesan mereka semua. Somplak memang tapi mereka itu ngangenin. Mereka itu merayu ya merayu saja tapi jagain nya beneran. Jadi kayak Abyan kemarin juga bilang, 'Saya nggak cemburu sama mereka. Karena saya tahu yang serius itu cuma saya. '

Pedenya kambuh emang.

"Antrian 10."

Suara berat itu membuat aku mengalihkan tatapan. Yah siapa lagi kalau bukan Abyan. Saat tahu aku sakit dia langsung ke rumah dan sekarang sudah mengantarkan ku ke dokter.

"Lama."

Aku bersandar di dinding. Kepalaku terasa begitu berat. Abyan menoleh ke arahku dan kini mengusap kening ku.

"Demam."

Dia menggeser tubuhnya dan menyuruh aku untuk bersandar di bahunya. Sementara tangannya memijat pelan kepalaku. Ah nyamannya. Aku memejamkan mata. Karena memang aku sudah lemas dan tak berdaya. Sejak tadi pagi terus menerus muntah.

"Putrinya sakit apa Pak?"

Baru saja aku merasa nyaman pertanyaan itu mengusik ku. Aku sudah membuka mata dan melihat seorang ibu yang duduk di sebelah Abyan bertanya dengan ramah.

"Gejala tipes."

Jawaban Abyan membuat aku memberengut. Siapa juga yang tipes?

"Umur berapa sih? Cantik ya?"

Aku kembali memejamkan mata. Malas menanggapi. Tangan Abyan masih mengusap - usap kepalaku.

"Udah lulus sekolah. "

Tuh kan jawaban Abyan malah membuat orang mempunyai persepsi lain.

"Wah kayak masih SMP ya? Udah punya adik pasti. "

Bawel.

Tiba-tiba aku terkejut saat merasakan kecupan hangat di kening ku. Abyan mengecup ku.

"Sayang banget sama anaknya.  Suka ngeliatnya. " Celetukan ibu itu membuat aku akhirnya membuka mata bertepatan dengan namaku di panggil. Yah padahal aku baru mau menyangkal semuanya. Masa aku kayak anaknya Abyan? Menyebalkan.

******

"Habis minum obat itu tidur."

Ucapan Abyan membuat aku kini menatapnya dengan kesal. Pasalnya sejak tadi di dokter Abyan bersikap layaknya Papa untukku. Jadi dari dokter, apotek, sampai beli bubur ayam saja aku terus di anggap anaknya.

"Papa aja nggak bawel kayak abang."

Celetukan ku membuat Abyan yang baru saja membenarkan, selimut ku menatapku lekat. Ya kami sudah ada di dalam kamarku lagi. Dia menyuruhku tidur padahal aku nggak ngantuk.

"Bawel itu karena saya sayang sama kamu."

Ucapannya membuat aku memberengut.

"Ya tapi jangan diperlakukan Biru kayak anak kecil. Sebel."

Abyan, kini menatapku lekat. Dia tersenyum dan mengusap pipiku. Duh jantung ini udah lari-larian. Padahal aku kan, sedang sakit. Jantungku kok bisa genit juga...

"Ya kamu emang kayak anak kecil. Tuh baju liat aja."

Dia, menunjuk bajuku yang memang memakai celana monyet dan rambutku di bun ke atas. Apa yang salah coba?

Tapi kemudian Abyan mendekat
Wajahnya sudah berjarak beberapa centi dariku.

"Mau jadi dewasa? Menikah sama, aku!"

Bersambung.

Author lagi antri suntik di dokter nih sama sakit kayak Biru. Nyempetin ketik aja... Happy Reading

JODOH RASA DURENWhere stories live. Discover now