Bab 04 Tukar

40.3K 4.8K 186
                                    

Rambutku benar-benar tidak bisa di atur pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rambutku benar-benar tidak bisa di atur pagi ini. Gara-gara semalam aku buat keramas setelah pulang kerja, jadinya mengembang seperti ini. Dan jangan tanyakan kenapa aku keramas semalam. Gara-gara si Bapak yang terhormat itu mengacaukan semuanya. Setelah dia bawa-bawa anak akhirnya kan aku refleks menumpahkan kopi yang sedang aku sesap ke bajuku. Dan alhasil si Bapak yang terhormat juga ikut terkejut. Karena posisinya yang duduk di meja dan berada di atas kepalaku itu tangannya yang masih memegang kopi, otomatis, rambutku terkena tumpahan kopinya juga. Panas iya malu iya dan sebel.

"Euy habis dari salon lu."
Ejekan Ela membuat aku mencibir. Iya aku memang ke salon. Waktu makan siangku aku habiskan di salon untuk meluruskan rambut keriting ku. Ini harus kuras habis gajiku satu bulan ini, baru bisa jadi lurus begini.

"Laper gue," Jawabku sambil merebut roti yang ada di tangan si Roni. Sales marketing yang baru saja nongkrong di depan kubikelku. Kebiasaannya kalau pulang dari lapangan, dia akan mampir ke sini dulu.

"Tuh kan Ru, kamu seneng banget ngerebut roti ku. Hatiku juga mau nggak?"

Aku langsung menendang kaki Roni yang membuatnya mengaduh.

"Kejem lu."

Aku hanya menjulurkan lidah ke arah Roni yang bersungut-sungut mengusap kakinya.

"Biru ada?"

Aku hampir tersedak saat mendengar suara itu. Roti yang baru saja aku telan hampir keluar lagi. Aduh aku malas harus bertemu dengan..

"Siang Pak Angga. Cari Biru ya.. Ini anaknya."

Ela malah menunjukku yang sudah duduk merunduk agar tidak ketahuan. Malasss.

"Halo, Mom."

Semprul.

****

"Kenapa wajah seperti itu?"

Pertanyaan itu membuat aku hanya diam saja. Enak aja udah panggil aku Mom di depan Ela dan Roni yang sudah membuat mereka langsung kepo. Sekarang dengan tidak berdosanya si Angga 'anak tiriku' ini malah bertanya. Dia ini aslinya sadar nggak sih? Sama koplaknya, dengan bapaknya.

"Dan kenapa saya di bawa ke sini? "

Aku sekarang melotot ke arah Angga yang baru saja menghentikan mobilnya. Iya, aku di culik sama dia. Dimasukin ke dalam mobil mewahnya ini dan entah di bawa kemana.

"Papa minta aku ngajak Mom ke sini."

Angga, menunjuk rumah mewah yang ada di depan kami. Haduh. Ini dia mau nyogok aku atau gimana sih?

"Yuk, Mom."

Dia sudah keluar dari dalam mobilnya lalu berputar untuk membuka pintu mobil di sebelahku. Terpaksa aku keluar dari dalam mobil dan menatap rumah megah di depanku.

"Mari kita masuk. Besok kalau kalian sudah menikah, Mom dan Papa akan tinggal di sini."

Duh kepalaku langsung pening mendengar kata menikah.

Angga membawaku masuk ke dalam rumah. Dan bisa di pastikan rumah nan megah ini memang indah. Aku bisa meneteskan air liur di depan Angga kalau begini. Akhirnya aku duduk anggun di sofa warna Burgundi. Angga duduk di seberang ku.

"Pak.. "

"Ya?"

Angga kini membuka dasinya dan menatapku.

"Ehmm kalau tukaran aja gimana sih?"

Pertanyaanku membuat Angga mengernyitkan keningnya. Dia, menatapku dengan bingung.

"Tukaran apa?"

Aku mengedip-kedipkan mataku mencoba, untuk membenarkan bulu mata palsu ku. Rambutku juga masih lurus selurus jembatan. Terus make up ku juga belum luntur. Pasti aku sangat cantik. Jadi aku mulai melancarkan rayuan ku.

"Bapak udah punya pacar belum?"

Angga mengernyitkan kening mendengar pertanyaanku.

"Belum. Mom mau cariin?"

Setdah. Malah cariin. Ini loh Pak ada perawan yang cantik banget gini loh. Kok malah minta di cariin.

"Ehmm nah itu. Bisa kan berarti? Gimana kalau Bapak minta sama Papanya untuk... "

"Kalian udah datang?"

Ucapanku terhenti saat mendengar sapaan itu. Aduh. Ini orang aku kan, belum sampai bab rayu merayu eh malah udah datang.

"Iya. Baru aja Pa. Ya udah. Angga tinggal ke kantor lagi ya? " Dia menatap Papanya yang belum aku toleh. Aku malas, nanti kalau melihat wajah si bapaknya aku jatuh pingsan lagi. "Mom, baik-baik ya? Nggak usah masuk kerja hari ini."

Cih. Emang aku juga mau? Udah di culik ke sini suruh balik lagi. Nehi.

"Kamu beda."

Suara itu membuat aku kembali tersadar. Saat aku menoleh ke sampingku dia sudah duduk di lengan kursi. Duh aromanya memabukkan ku.

"Ehmm iya habis nyalon."

Duh mulutku ini. Ckckck dikira, aku nyalon pasti mau merayunya.

"Udah lihat-lihat?"

Kugelengkan kepala, dan membuat aku tidak berani menatapnya. Entah efek apa yang di bawanya tiap kali berdekatan dengannya pasti aku ingin jatuh pingsan. Ada yang salah dengan diriku ini.

"Saya antar."
Dia, sudah beranjak berdiri dan kini menoleh ke arahku.

"Ehm maaf Pak. Tapi saya, kan belum setuju menikah, dengan Bapak."

Udah, deh. Daripada terus menerus menghindar aku ngomong langsung saja. Dia, memang tampan, sangat malah. Kaya juga sangat kaya. Tapi umurnya yang buat aku masih maju mundur cantik. Aku ini masih ingin cari yang tidak jauh umurnya sama aku. Ya, contohnya si Pak Angga itu.

"I know."

Eh...
Aku langsung menatapnya, tak percaya. Dia tersenyum tipis.

"Saya hanya ingin menunjukkan apa yang akan menjadi milikmu. Itu saja."

Lah bagaimana milikku? Kalau aku tidak menikah dengannya?

"Saya, nggak akan memaksa kamu. Tapi wasiat kakek akan saya jalankan. Ini rumah tetap akan jadi milik kamu."

Bersambung

Wow tuh Ru dapat rumah loh... Hoho

JODOH RASA DURENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang